Dekapan Khasnya Lagi || 05

9.1K 971 89
                                    

Di mata Sakura, Sasuke adalah segalanya.

Dulu maupun sekarang, cinta Sakura tak akan pernah berubah. Memperhatikannya, bersemu ketika mereka saling berdekatan dan memberikan yang terbaik hanya demi Sasukenya. Semua itu, Sakura masih mempertahankan rasanya, untuk Uchiha yang bahkan belum tentu menganggapnya seperti apa yang diharapkan Sakura sendiri.

Tidak apa, tidak masalah. Selama Sasuke masih tetap berada dalam jangkauannya, Sakura tidak mempermasalahkan.

Gadis ceria beriris emerald hijau itu percaya, suatu hari nanti Sasuke akan menerima perasaanya. Lalu mereka akan hidup bersama dan bahagia selamanya. Tidak apa, sungguh.

Cinta bisa hadir karena terbiasa, bukan?

Jadi ... Sakura masih menunggu, tetap menunggu, membiarkan hatinya hanya terisi nama Sasuke saja di sana. Memberikan cintanya yang utuh hanya untuk Sasuke seorang.

Namun, kenapa ...

harus gadis Hyuuga itu?

Pernapasan Sakura tercekat, irisnya menyorot penuh kesakitan, oh bukan hanya sakit, tetapi pedih. Air matanya mengalir tak terhitung sudah berapa tetes yang keluar, terbuang sia-sia. Sasuke berada di sana, memilih naik untuk menuju kediaman Hyuuga lalu menerobos masuk melalui jendela. Yang diyakini Sakura sendiri, bahwa jendela tersebut merupakan jendela yang terhubung dengan kamar Hinata.

Hinata lagi. Hinata terus.

Meremas dadanya perih, Sakura terisak sesegukan. Ketika bersamanya, Sasuke tak pernah mengambil langkah untuk memulainya terlebih dulu, selalu saja gadis itu yang memulai, selalu begitu.

Apa ... dia benar-benar sudah tak memiliki harapan?

Sebentar saja, Sakura menginginkan Sasuke membalas perasaanya, sebentar saja, apa tidak boleh?

○○○

Menangis itu ... sakit.

Hinata berusaha sekuat tenaga untuk tidak menangis, tapi hanya hal itu yang bisa dirinya lakukan agar tidak memaki, ataupun balik menyakiti mereka yang sudah memberikan banyak lara padanya.

Untuk kesekian kalinya, gadis Hyuuga itu menangis, menyembunyikan wajahnya pada lekukan kedua tangan sambil bertekuk lutut.

Tapi, ada dua tangan yang tiba-tiba menutupi kedua telinganya, samar-samar tidak ada lagi suara mereka yang berkali-kali mengatai fisiknya yang lemah dan tidak berguna ... tidak berharga. Hinata menengadah, kelopak matanya membengkak membuat mata Hinata semakin terlihat besar menyorot pemilik tangan itu penuh-penuh, air mata masih mengumpul dipelupuknya.

"Jangan dengarkan mereka, bodoh!" Dia berbicara, semakin merapatkan kedua telapak tangannya pada telinga Hinata, gadis itu tidak mengerti, memangnya dengan begitu, suara mereka akan menghilang? Tidak, masih terdengar, tentu saja.

"Kau hanya perlu dengarkan aku saja, kau memang lemah, tapi lemah bukan berarti tidak berharga," sahutnya lagi, kening mereka saling bersentuhan. Mata itu ... sorotnya yang tegas juga angkuh menarik Hinata untuk tetap menatapnya dalam. Satu tetes yang keberapa kalinya jatuh membasahi pipi Hinata, Sasuke mengusapnya cepat.

"Bagiku kau berharga lebih dari siapapun, jadi berhenti untuk dengarkan omongan sampah mereka, kau itu bodoh atau bagaimana?!"

Hinata semakin menangis, rasanya ia ingin menumpahkan semua air matanya di depan sulung Uchiha itu, memperlihatkan sisinya yang paling terlemah.

"Gomenasai Uchiha-san ...."

Dia bukan sosok pemuda kuning yang senyumnya sehangat mentari, namun hanya pemuda dingin nan kasar dengan tingkahnya yang menenangkan.

Ada seseorang yang menganggapnya berharga, dia dibutuhkan, dia diinginkan.

Air mata Hinata jatuh lagi.

Ada seseorang yang masih mempedulikannya, dia diperlakukan dengan caranya yang unik, dan diberikan pelukan kasar yang bagi Hinata begitu hangat dan pas.

Sasuke memeluknya, menyelimuti tubuh ringkih Hinata dengan tubuhnya yang tegap, kuat, dan berotot.

Padahal dulu, Hinata merasa Sasuke ialah sosok yang harus dirinya jauhi sejauh-jauhnya.

Anehnya, Hinata tidak marah saat mengetahui, Sasuke dengan kurang ajarnya memasuki, kamar milik gadis itu melalui jendela yang seingat Hinata sudah dirinya kunci.

"Seharusnya tetua brengsek itu kupenggal saja satu-satu, ck." bisik Sasuke mengumpat, seketika Hinata terbelalak terkejut.

"Ja-jangan ...."

Sulung Uchiha itu mengangkat satu alisnya bingung, mengendurkan pelukan mereka, agar dapat menatap wajah Hinata yang sejujurnya, dimata Sasuke sendiri terlihat menggemaskan sebab sehabis menangis begini.

Ada bagian lain dari dirinya yang menginginkan untuk melindungi gadis itu, menjadikan dirinya sendiri tempat sandaran bagi Hinata.

"Jangan?" beonya bingung.

"N-Nanti m-mereka ... mati," Hinata memberikan alasannya yang begitu logis, tapi dimata Sasuke sendiri alasannya merupakan sebuah alasan paling bodoh dimuka bumi.

"Dipenggal, pasti mati, bodoh," balasnya kesal, sepertinya Uchiha satu ini harus diberikan pelatihan 'berbicara yang baik dan benar' agar tidak terus-menerus mengucapkan kata-kata umpatan kejamnya.

Sudah berapa kali Hinata dikatai bodoh?

Hinata mengkerucutkan bibirnya tanpa sadar, jejak-jejak air matanya telah dihapus Sasuke menggunakan lengan kimononya yang panjang.

"Ta-Tapi mereka baik."

"Saat?"

Hinata mengerjap, menggigit sebagian bibirnya berpikir. "Sa ... saat i-itu, dulu."

Sasuke mengangguk singkat menyetujui, "Saat mereka menggunakan topeng."

"Bu-bukan juga!"

Lelaki Uchiha itu berusaha menahan tawannya melihat respon mengejutkan yang diberikan Hinata. "Jadi?"

"Jadi ... sebenernya mereka baik," sahut Hinata cepat.

Saat itu, Sasuke sudah tidak bisa menahan tawanya lagi, dia tertawa ringan, baginya Hyuuga satu ini sungguh lucu dan ... polos.

"A-Apa yang lucu?"

"Kau."

"Aku?"

Sasuke mengangguk kecil, "Sejujurnya kau aneh, apa kau tidak menyadarinya?"

"T-Tidak!" balas Hinata kelewat cepat. Lagi Sasuke tertawa.

Pada akhirnya mereka menghabiskan malam, ditemani rembulan. Terhiasi canda dan tawa. Tanpa disadari Hinata, gadis itu melupakan semua kesedihannya, karena pemuda dingin yang sedang berada disisinya.

You Are EverythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang