12.) Birrul Walidain

382 31 2
                                    

Bukan uang yang orangtuamu inginkan, melainkan waktu dan perhatianmu yang mereka harapkan.

Masa Lalu dan Takdirku!

Sore harinya Alisa mencari rumah anak kecil tadi pagi. Sesuai rencana, Alisa akan mengunjungi rumahnya anak kecil itu, dengan membawa dua nasi bungkus yang sebelumnya telah Alisa beli diwarung nasi tak jauh dari pesantren, dan beberapa cemilan yang ada di lemarinya.

Sesampainya di rumah kecil, dengan tembok dari bilik, dua tiang dari bambu. Ah, Alisa tak bisa berkata apapun lagi. Rumah ini sudah tak layak pakai, tapi didalamnya masih ada dua anak belia dengan ibu yang tengah sakit-sakitan. Allahu, kalau saja Alisa memiliki cukup uang, ingin rasanya Alisa membangun rumah untuk keluarga tangguh ini.

"Assalamualaikum," Alisa merapal salam saat memasuki rumah itu, didepan rumah Alisa sudah bertemu dengan anak kecil yang baru Alisa ketahui namanya dan langsung menggiringnya masuk.
Sekali lagi, hati Alisa terenyuh mendapati isi rumah yang hanya ada satu ranjang kayu dengan kasur lantai tipis diatasnya, karpet yang ada tak jauh dari kasurnya. Dengan satu laci kayu yang pintunya sudah tidak ada.

"Waalaikumussalam," tak ingin ada yang menyadari, Alisa buru-buru mengubah mimik wajahnya. Yang tadinya sendu dengan mata memanas, ia buat ceria dengan senyuman manis.

"Ibu sehat?" Alisa mengambil tangan lemah yang sedari tadi hanya ada diatas perut itu untuk diciumnya.

Ibu itu mengangguk lemah, sudah memberi tanda bahwa beliau tidak baik-baik saja, lalu anak kecil berusia sekitar 4 tahun menghampiri Alisa, yang Alisa tebak dia adiknya si anak tangguh itu. Dan langsung mencium tangan Alisa,

"Kalau boleh tahu, ibu kamu sakit apa?" Tanya Alisa pada Andre, yang baru masuk kerumahnya. Ya, nama anak kecil itu ialah Andre. Anak laki-laki berusia 7 tahun,

"Kata dokter waktu itu, ibu sakit struk ringan, saya enggak ngerti dokter bilang apa aja. Cuma nama penyakitnya saja yang saya tahu. Ini sudah ada sekitar 5 bulan ibu sakit, dan baru berobat satu kali. Mau berobat lagi, uang saya belum cukup,"

Alisa mengangguk, dengan tangan yang merangkul Silvi --adiknya Andre.

"Lalu, bagaimana kamu merawatnya? Membawa ke kamar mandi, saat kamu berjualan siapa yang menjaganya?" Dengan sangat hati-hati Alisa bertanya, berbagai pertanyaan muncul saat ia memasuki rumah dan melihat ibu yang tengah sakit tersebut,

"Saya memapahnya, saya lelaki teh, harus bisa walaupun berat. Ibu saya sering menggendong saya sewaktu kecil, masa saya tidak bisa memapahnya, kan saya kuat." Anak itu menjelaskan dengan sumringah, tidak menunjukkan raut sedih sedikitpun.

"Kalau saya berjualan, ibu harus sudah rapi, harus sudah makan juga sudah mandi, baru setelah itu saya pergi berjualan,"

Lagi, Alisa dibuat terharu oleh anak belia. Hatinya berdesir, matanya memanas. Andre memang anak kecil hebat, anak kecil yang sudah memiliki pemikiran luas. Anak kecil yang sudah mempunyai tenaga besar untuk menjadi tulang punggung keluarga. Bisa dilihat dari badannya yang lumayan tinggi dan sedikit berisi. Pantas saja bisa memapah ibunya yang agak kurus itu,

Alisa memberi makanan yang ia bawa pada mereka, dengan Alisa yang menyuapi si ibu dan Andre juga Silvi yang tengah memakan nasi bungkus dengan lahap.

Setelah makan, si ibu pun terlelap dan Silvi yang ikut berbaring disampingnya. Sedangkan Andre tengah membaca didepan rumah. Alisa menghampirinya, lalu ikut duduk dibangku kayu yang Alisa yakini buatan sendiri.

Masa Lalu dan Takdirku!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang