24.) Sahabat Sampai Surga

49 8 6
                                    

Alisa sudah ada janji dengan dua temannya siang ini.
Usai salat zuhur, ia sibuk mencari gamis yang bisa ia pakai untuk hangout seperti ini.

Saat pilihannya jatuh pada satu baju, ponselnya berbunyi. Pasti Si Kembar. Iya, dua teman Alisa itu kembar, yang satu bernama Dila, satu lagi bernama Dela.

Mereka berteman sejak SMP, sampai masuk SMA mereka masih bersama. Tapi kejadian itu membuat Alisa harus berpisah dengan Si Kembar.

"Sudah mau pergi?" Suara Bunda dari arah dapur membuat Alisa mengalihkan tatapan dari ponselnya.

"Iya, Bun. Tapi si Kembar belum ada kabar," keluhnya, seraya mengotak-atik layar ponsel, sepertinya sedang mencoba menghubungi salah satu dari temannya itu.

"Memang mau dianterin atau dijemput?"

"Si Dila bilang sih mau jemput, dia udah bisa dan boleh bawa mobil, kok gitu ya, Bun?"

"Kenapa? Kamu mau bisa juga?" Lebih ke peringatan sih pertanyaannya.

"Mau ceramahin ya?" Alisa memicing jahil, "Ngga kok, Bun. Aku ngga pengin, buat apa atuh, Bun. Lagian aku kan di pesantren, ngga bakal bisa bawa mobil," terusnya kemudian.

Tak lama dari percakapan itu, suara klakson berbunyi keras.

"Itu mereka kayanya, aku langsung pergi ya?" Ucap Alisa buru-buru mengambil tangan sang Bunda untuk diciumnya.

Setelah salam, gadis dengan gamis coklat susu dan kerudung senada itu berlari ke gerbang.

"Aaaaaaa, kangeeeennnnn." Dela dan Dila sedikit berteriak saat Alisa sudah memasuki kursi belakang mobil. Alisa sedikit maju di tengah mereka, agar bisa leluasa saling memeluk.

"Mau nangis," ucap Dela seraya mengusap matanya yang tak berair, dramatis.

"Masih lebay aja ih," Alisa dan Dila tertawa.

Sesampainya di Mall, mereka berkeliling mencari tempat enak untuk hangout.

"Disana aja gimana?" tunjuk Dila pada salah satu restaurant cepat saji yang biasanya bergambar kakek-kakek ketawa.

"Bosen, makan itu mulu," keluh Dela, Alisa bingung sekarang, seleranya di tempat ini hilang. Dulu ia sangat senang jika bisa main ditempat seperti ini. Tapi sekarang, rasanya makanan pinggir jalan jauh lebih enak daripada makanan restaurant.

"Alisa mau makan dimana?" Alisa yang melamun sekejap langsung tergagap,

"Em.. Gimana ya, aku pengennya bukan disini. Tapi aku gaenak ngomongnya nih," si Kembar menatap Alisa heran,

"Punya tempat bagus buat nongkrong? Ayo kesana aja," Dela selalu antusias dengan tempat baru, apalagi tempat hits.

Alisa menggeleng, "Ngga punya sih,"

Bahu Dela dan Dila merosot.
Akhirnya mereka berkeliling lagi, mencari tempat yang pas. Tapi tak kunjung mereka dapatkan.

Alisa memberanikan diri, daripada keliling tidak jelas seperti ini. Hanya menghabiskan waktu, bukan?

"Makan diluar ajadeh, makanan pinggiran jalan gitu, kayanya enak."

Tanpa Alisa duga, dua temannya itu sangat antusias. Alisa mengira, mereka tidak akan mau. Karena kehidupan sosial mereka yang jauh diatas Alisa. Setahu Alisa, mereka sangat sulit jika makan makanan pinggiran jalan atau sekedar berjalan-jalan tanpa kendaraan.

Masa Lalu dan Takdirku!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang