11.) Satu Pelajaran

391 33 7
                                    

Tanpa edit, mohon cek typo.
---------------------

Hari ini adalah hari minggu, tepat ditanggal ini Alisa sudah dua bulan berada di lingkungan Pesantren.
Tak terasa, memang. Semua berjalan dengan semestinya. Mengalir dengan seharusnya.
Siapa bilang perjalanan ini mulus? Tentu tidak, sudah dijelaskan bukan? Setiap perjalanan manusia, pasti akan menemukan bebatuan yang berbeda-beda.
Mulai bebatuan kerikil sampai bebatuan sungai sekalipun pasti akan dialami oleh setiap umat manusia.

Pagi dihari Minggu, Alisa mendapat perintah pergi ke pasar. Sebenarnya ini bukan pertama kalinya Alisa pergi ke pasar, waktu di rumah juga Bundanya sering mengajak ke pasar. Hanya saja, kali ini pasarnya berbeda, letaknya dimana pun Alisa tidak mengetahuinya. Dan cerobohnya kambuh, tidak minta ditemani, atau sekedar bertanya alamatnya pun tidak. Ah, Alisa merutuki kebodohannya sendiri.

Ditengah jalan Alisa celingak-celinguk, gerbang Pesantren sudah jauh ia lewati. Balik lagi tidak mungkin. Berjalan menyusuri jalan raya yang sepi, dipagi hari yang sejuk. Kanan kiri terhampar sawah hijau yang membentang luas, sesekali Alisa menghirup udara segar yang belum tercampur asap kendaraan atau debu jalanan. Bersyukur atas nikmat Tuhan yang diberikan untuk pagi ini, nafas yang masih teratur, pemandangan yang disuguhkan. Nikmat tuhan manakah yang kau dustakan? Alisa terus-menerus merapal Hamdalah disepanjang perjalanannya.

Saat diujung jalan, ekor mata Alisa mendapati anak yang berumur sekitar 7 tahun tengah kesulitan membawa dua kantong plastik besar. Alisa berjalan cepat, sedikit berlari untuk mendekati anak kecil itu.

"Dik, berhenti."
Anak kecil itu langsung berhenti dan berbalik menatap Alisa.

"Iya teh, ada apa?" Alisnya mengkerut, tanda ia penasaran. Menunggu Alisa yang tak kunjung menjawab dan sibuk mengatur nafas.

"Tunggu dulu, teteh cape," anak itu mengangguk lalu tersenyum, melirik ke belakang Alisa sedikit, kemudian mengulum bibir menahan tawa.

"Kok kamu ketawa?" Alisa menyadari gelagat anak itu,

"Teteh lari sedikit saja sudah lelah seperti itu, padahal masih pagi," sontak membuat Alisa malu, ia memang jarang sekali berlari, setiap pelajaran olahraga di sekolah pun Alisa tidak menyukai jenis olahraga itu.

Alisa terkekeh sebentar, "Iya dik, teteh jarang sekali berlari."

"Wah sayang bangeeettt, padahal lari itu olahraga paling mudah lho, teh. Aku suka banget sama berlari, kalo bawaanku tidak berat seperti ini, mungkin aku sudah berlari kencang," anak kecil itu tertawa diakhir ceritanya,

Alisa sempat termangu, "Cape dik, nafas kakak jadi ngga teratur kalau sehabis lari."

"Iya tidak apa, lari kan salah satu olahraga yang baik buat jantung, selain mudah lari juga banyak manfaatnya kok,"

Alisa manggut-manggut,

"Eh Astagfirullah, maafin saya ya teh. Jadi nasihatin teteh gitukan," anak kecil itu mengusap tengkuknya, malu sekaligus tak enak.

"Ngga kok dik, tidak apa. Teteh jadi sadar berkat kamu," Alisa langsung membenarkan saat sadar adik kecil itu merasa tak enak padanya.

Adik kecil itu manggut-manggut, "Oh iya teh, ada apa ya teteh manggil saya?"

"Kamu mau kemana? Bawa jinjingan banyak dan berat sekali," ujarnya menunjuk dua plastik besar,

Masa Lalu dan Takdirku!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang