Ini bukan meeting pertama bagi Can, tapi tetap saja perutnya mulas dan pelipisnya berkeringat. Ia benci rapat dengan Pemimpin Redaksi. Jane, koleganya sesama produser, tersenyum ketika menerima tepuk tangan yang untuk keseratus kalinya.
Can juga benci itu.
"Sekarang, The Legal Angle," sang Pimred mengumumkan. Seluruh peserta rapat beralih pada Can. Ugh, Can makin mulas.
Can berdehem sebelum memaparkan laporannya, tapi Pak Robert, sang pemimpin redaksi langsung menyela. "Ada yang nggak nonton Legal semalam?"
Can memandang berkeliling pada koleganya yang semuanya menggeleng. "Nonton semua?" ulang Pak Robert.
"Saya rasa semua nonton," Jane menekankan. "Siapa yang nggak suka Legal. Semalam seru."
Can melemparkan senyum penuh syukur pada Jane, yang walaupun kastanya terletak di surga diantara para bidadari, tetap saja humble dan baik hati.
"Tentu menurutmu seru, Jane," sahut Pak Robert, "karna kau itu newscaster, coba kalau kau bukan newscaster, masih mau kau nonton legal?"
Jane tampak ingin mendebat, tapi Pak Robert melambai malas tanda ia tak ingin masalah diperpanjang. "Aku nggak bilang Legal nggak bagus ya, sebaliknya malah, Legal itu acara terbaik di tivi kita. Kalian semua tiru itu Legal, tajam, berimbang, cerdas. Sebagai Jurnalis, aku bilang episode semalam itu adalah acara hukum terbaik yang pernah dibuat, bagus itu si presentermu, Can. Pintar dia." Can mengangguk pelan mendengar pujian Pak Robert. Dia senang, tapi bukan Pak Robert namanya kalau tak punya kritikan. "Tapi, kenapa ratingnya masih rendah? Kutanya dulu sama kalian."
Here we go...
"Tivi kita ini memang bukan tivi favorit, kita tivi berita, nggak mungkin kita dapat rating 15% diantara banyak acara-acara entertainment di tivi lain. Tapi paling tidak rating 2 atau 3 persen pasti ditangan. Berapa ratingmu semalam, Can?"
Can menelan ludah dengan gugup, "0,98, pak."
"Ha? Segitu cuman, nggak sampai satu. Coba bayangkan, acara sebagus Legal, apa yang kurang? Kalo kutanya sama orang-orang kek kalian, nggak akan nemu kurangnya, karna kalian jurnalis, tapi coba ubah mindset kalian jadi mindset penonton, apa yang kalian inginkan dari legal?"
Can memijit pelipisnya, kepalanya mendadak sakit. Ia sendiri bingung, apa yang kurang dari acaranya. Sudah 3 bulan tayang masih saja tidak mendapatkan pengakuan dari penonton. Padahal Can sudah bekerja mati-matian untuk membuat acara itu sempurna. Can bahkan turun langsung ke lapangan untuk ikut meliput peristiwa yang sedang hangat.
Ia juga menyeleksi dengan ketat narasumber yang akan tampil di acaranya agar kualitas diskusi tetap terjaga. Dia juga terus menerus mem-briefing Pete, si presenter, agar topik yang dibahas berlangsung seru.
Can sudah melakukan segala hal untuk acara pertama yang diproduserinya sendiri ini. Tapi tetap saja dia kalah dari acara paling membosankan sejagat raya, Today's Finance.
Mark, seorang produser acara politik yang menarik, mencondongkan badan ke depan untuk berbicara. "Saya rasa masyarakat kita belum siap menerima sebuah acara dengan kualitas semacam legal. Banyak yang tidak paham ketika sebuah peristiwa di hadapkan pada perspektif hukum, penonton akan lebih memilih menonton hal yang dekat dengan mereka ketimbang menonton legal. Saya rasa, kalau legal bisa sedikit menurunkan.."
"Jadi maksudmu kita biarkan terus menerus masyarakat kita tidak teredukasi?" sanggah Pak Robert. "Nggak, nggak bisa, nggak jawaban itu. Kita harus kreatif menelusur keinginan penonton, tapi jangan sampai melakukan pembodohan publik atau menampilkan acara setengah-setengah, kita ini media terpercaya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Legal Angle
RomanceCan, seorang produser acara TV yang tengah kesulitan menaikkan rating acaranya, bertemu kembali dengan cinta pertama yang dibencinya. Can tidak mau dekat-dekat lagi dengan si brengsek itu, tapi mungkin hanya Tin yang mampu membantunya menaikkan rati...