The Unexpected Fate

1.6K 210 64
                                    

13 belas tahun yang lalu

"Berani banget lo naksir Tin?"

Can awalnya pengen ngakak karna sumpah demi apa, kok prediksi Gun bener semua sih? Sial bener nasib Can. Tapi 3 cewek di depannya ini serem, Can jadi agak takut dia bakal diapa-apain. Apalagi yang leadernya yang di tengah nih, tanduknya kaya udah mau keluar. Mana tangga gedung lama ini sepi lagi, Can melirik kebawah ke lantai satu, nggak ada yang lewat. Duh.

"Kenapa kamu marah sih? Aku kan nggak bisa ngontrol juga aku bisa naksir sama siapa," jawab Can kalem, walaupun agak kebat-kebit.

"Ya tapi lo nggak tau diri," balas si cewek sengit.

Anjir, salah aja gue, pikir Can.

"Ya udah sih, masa aku ditolak dan dipermalukan Tin masih kurang sih buat kamu? Kamu nggak usah takutlah, aku nggak bakal ada kesempatan sama Tin kok, Tin aja benci banget liat aku. Kalau emang kamu punya kesempatan sama Tin, ya kamu jadian aja sama dia, aku nggak pernah mau ganggu pacar orang kok."

Can nggak tahu kata-katanya yang mana yang membuat si cewek marah, tapi remaja di depannya ini mendadak merah padam mukanya. Si cewek berteriak, "bacot lo ya," katanya sambil memukul bahu Can. Can mundur menghindari pukulannya, tapi si cewek malah mendorongnya.

Can gamang, tubuhnya terdorong ke belakang, Can merasa kakinya ada di ujung tangga. Can kehilangan keseimbangan, dia berusaha menggapai mencari pegangan, tapi tak ada. Sang cewek terkesiap, mencoba menarik Can, tapi terlambat.

Can melihat wajah horor ketiganya ketika dia merasa tubuhnya melayang. Kejadiannya begitu cepat, tahu-tahu Can merasa sakit yang luar biasa di kepala bagian belakangnya. Bunyi krak yang memekakkan telinga bergema di kepala Can. Kemudian gelap.

....

Penampilan Tin luar biasa, pikir Can. Dia memang lawyer cerdas, nggak salah Pete merekomendasikan dia, dia tau betul apa yang sedang dibicarakannya. Tin juga pendebat yang baik, dia pendengar yang atentif, membiarkan lawan bicaranya menyampaikan argumen mereka sebelum dia counter dengan argumennya sendiri.

Seorang pengacara memang beda.

Mas Alan disebelah Can terus menginstruksikan petugas control room tentang gambar mana yang harus ditampilkan. Sesekali berbicara melalui mic untuk meminta kamera mengubah sudut pengambilan gambar.

"Mas udah berapa kali bilang sama kamu Can, kamu nggak perlu ada disini, aku bisa control sendiri disini kok. Kamu lebih dibutuhkan di studio." Kata mas Alan begitu iklan ditayangkan.

"Gue terlalu nervous buat stay disana, mas."

"Karna Tin?" selidik mas Alan.

Can mendelik, "Bukan. Karna rating, berdiri diantara kru rasanya pusing."

Mas Alan mengehela napas. "Nggak perlu dipikirin, Can."

Gimana nggak dipikirin, sahut Can dalan hati, kalau Pak Robert terus-terusan ngingetin dia.

Acara kembali dilanjutkan dan Can fokus kepada Tin yang sedang menjelaskan hukuman penyelewengan pajak. Can merasa handphone nya bergetar, cepat-cepat dia membuka pesan, berpikir kalau salah satu dari kru yang mengiriminya Line. Ternyata Jane.

Keren gilak malam ini Can. Apa gue bilang, percaya sama cowok yang pake Navy and maroon.

Sontak Can melihat kearah monitor. Dia tertawa melihat sambil menggelengkan kepala melihat setelan yang dipakai Tin. Sialan, pikirnya.

Mas Alan menatapnya heran. "Kambuh gilamu?" tanyanya.

Can senyum. "Nggak. Jane lucu."

....

The Legal AngleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang