The Newfound Friendship

1.5K 206 25
                                    

13 tahun yang lalu

"Dih, masa pr sejarah banyak banget deh, perasaan dulu buk Sarah nggak pernah ngasih pr kek gini banget. Mendadak rese ya tuh orang," omel Gun ketika datang menjenguk Can ke rumah sakit. Gun ini setiap hari ke rumah sakit, kaya kak Neena, ngalah-ngalahin mama deh mereka berdua. Mantengin Can mulu udah kaya satpam.

"Mungkin lagi hamil kali, bawaan orok, kan dia baru nikah," canda Can sambil ngakak nista.

Gun cengo bentar abis itu senyum lebar. "Iya kali ya," katanya.

Ia dan kak Neena liat-liatan, kemudian tersenyum simpul. Baru beberapa hari yang lalu Can tidak ingat siapa bu Sarah, guru kesayangannya, tapi sekarang dia tanpa sadar ingat bahwa bu Sarah baru menikah.

Ada progress.

Can juga sudah ingat nama adik-adiknya, kejadiannya juga spontan saja, Can ingat karna adik perempuannya, Ley, makan roti coklat yang tinggal satu-satunya, padahal Can ngidam roti itu, jadilah dia ngomel-ngomel dan nggak sadar nyebut nama panjang adeknya, bahkan mengabsen kebiasaan buruknya. Hal yang sering kali Can lakukan kalau dia kesal sama Ley.

Ley menangis ketika akhirnya Can ingat dia. Can sendiri cuma diam bego, nggak sadar sama sekali kalau beberapa ingatannya yang hilang sudah kembali. Dia dapat ingat kembali seolah-olah ingatannya tidak pernah hilang sebelumnya.

Memasuki minggu kedua dirumah sakit, Can sudah tidak betah. Dia sekarang sudah bisa jalan, walaupun nggak bisa jauh. Jadi dia sering jalan-jalan keliling taman rumah sakit buat ngilangin gabut, walaupun selalu dilarang sama perawat. Tapi Can bodo aja, abis dia bosan!

"Ma, kapan Can boleh pulang? Bosen ma," rengek Can.

"Iya, besok kita tanya dokter, besok kan kamu regular check up sama dokternya," jawab mama dengan sabar. "Makanya kamu juga makannya banyak, terus terapi fisio nya juga yang rajin, biar cepet sembuh, cepet sekolah."

Can cemberut, "Can nggak mau sekolah ah, males."

"Lha kok males?"

"Iya, nanti ketemu sama orang itu. Males."

"Orang apa?" selidik mama.

"Itu lho, orang yang dorong Can di tangga."

Mama pucat. "Apa?" teriaknya, mukanya shock, mamanya menangis gemetaran. "Apa maksud kamu di dorong? Siapa yang dorong?"

Can bingung, kenapa mama marah. Can juga nggak tau kenapa dia nggak bilang, kemarin dia nggak ingat. "Kenapa mama marah sama Can?" tanya Can takut.

"Bilang sama mama, siapa yang dorong kamu?" mama setengah berteriak, sambil menangis histeris juga.

Can tambah takut, mama terus berteriak, 'siapa?! Siapa?!' Can jadi ikut menangis, dia bingung, panik.

Tak lama, papa masuk ruangan, kaget melihat anak dan istrinya menangis. Mama histeris, bertanya kenapa Can di dorong, dia menangis sambil memeluk papa, "Kenapa? Kenapa anakku digituin? Apa salahnya?"

Can tidak mengerti, yang jelas dia bingung, kemudian dia merasakan kepalanya sakit sekali dan dia tidak ingat apa-apa lagi.

2 hari kemudian Can diperbolehkan pulang. Mama memeluk Can dan mencium pipinya, "Can pindah sekolah yang lebih bagus ya? Mama udah urus semuanya. Sekolah yang baru ini bagus lho, ekskulnya banyak, temen-temennya juga baik."

Can nurut saja, nggak protes, baginya pindah sekolah malah lebih baik, karna itu artinya dia nggak perlu lagi ketemu Tin. Can masih malu kalau ingat surat cinta itu.

The Legal AngleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang