The Indecision

1.9K 227 35
                                    

13 tahun yang lalu.

"Can, Lo beneran naksir sama dia? Nggak salah?"

Can menatap Gun dengan kesal, memangnya kenapa sih kalau dia naksir Tin? Ada yang salah?

"Dia sombong Can, lagian dia anak orang kaya gitu, lo nggak takut?"

"Ngapain takut? Emangnya anak orang kaya makan orang? Lagian dia nggak sombong kok Gun, kata sepupu gua dia nggak sombong."

"ya tapi kan sepupu lo.." Gun membalas ragu.

"Udahlah, gue udah kepalang naksir ini, mau gimana lagi?"

"Lagian kenapa lo bisa naksir dia sih?"

Can nggak bisa menjawab, dia juga nggak tau kenapa dia bisa naksir Tin. Yang jelas sejak pertama ketemu Tin di upacara penerimaan murid baru, Can sudah suka. Can suka lihat ketawa Tin yang lepas yang bikin matanya sampai hilang. Tin itu seperti bunga yang baru mekar, membuat orang senang melihatnya. Free spirit, itu juga kata yang terlintas di otak Can ketika melihat Tin. Pokoknya, Tin itu manusia paling sempurna, menurut Can paling tidak.

Hari-hari Can di sekolah penuh debaran, karna walaupun Tin nggak kenal dia secara personal, kelas mereka berdekatan. Jadi Can hampir tiap hari melihat Tin lewat sambil tertawa riang bersama teman-temannya.

Saat itu, semuanya indah, sampai Can masuk klub debat.

....

"Can.."

Can berhenti berjalan dan menghadap ke Pete yang memanggilnya. Can tahu betul apa yang akan dikatakan Pete. "Lo tau kan untuk nerima lo jadi presenter acara gue aja gue mikirnya sampai 2 minggu, Pete, dan sekarang lo mau gue nerima dia jadi narsum kita, gue nggak bisa, Pete."

Pete menghela napas, "Apa nggak bisa lo lupain masa lalu lo sama dia, demi Legal, Can."

"Masih banyak lawyer yang lain, Pete. Biar gue yang cari." Can berjalan menjauh.

"Lo harus profesional, Can," ucap Pete menghentikan langkah Can, "Gue yakin lo sadar sepenuhnya kalau Tin bisa mengdongkrak rating kita, lo yang paling tau seberapa besar pesona dia."

Can memejamkan mata dan mengatupkan bibirnya rapat, kesal dengan pernyataan Pete yang ada benarnya. Tapi pendirian Can sudah teguh, dia akan cari narasumber yang lain.

...

"Pilih lawyernya bener-bener, Can. Pilih yang lagi terkenal, atau punya peluang buat terkenal. Either kau memanfaatkan basis penggemar yang bersedia nonton idolanya atau kau bikin seseorang viral."

Perkataan Pak Robert tadi pagi saat meeting 4 mata mereka berputar-putar di benak Can. Apa tidak ada cara lain untuk mendongkrak rating?

"Nggak ada," jawab Jane pasti atas pertanyaan Can. Mereka sedang makan siang berdua di ruangan Jane, agenda sebenarnya adalah Can mau curhat soal ratingnya yang selalu dikritik. "Acara lo flawless, Can, nggak ada ruang buat dikritik, kecuali soal sepi peminat. Terus terang, orang non-hukum nggak akan betah nonton acara lo, karna mereka asing sama istilah hukum yang dipakai."

"Ya Legal itu acara hukum, Jane. Orang ngarepin apa sih dari acara hukum? Gosip artis?"

"Ya nggak gitu juga. Tapi Pak Robert bener, lo harus pilih orang-orang yang populer buat dongkrak acara lo. Emang lo nggak punya calon panelis yang punya banyak lini massa?"

Can tiba-tiba teringat pada Tin. Tin mungkin bukan selebgram atau influencer terkenal, tapi siapapun yang melihat dia pasti akan jatuh hati karena pesonanya. Can yakin kalau dia bisa mempromosikan kehadiran Tin dengan baik, Legal episode depan pasti akan booming. Setidaknya untuk satu episode. Tapi permasalahannya, Can adalah seorang profesional, dia tidak mencampuradukkan masalah pekerjaan dan pribadi. Dengan adanya Tin diacaranya, Can pasti kalau akan ada urusan yang tercampur.

The Legal AngleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang