Mereka duduk bersisian di sofa ruang tengah Can, menonton. Bukan, bukan menonton film romantis layaknya orang pacaran, tapi menonton rekaman acara keuangan akhir tahun A News TV selama lima tahun terakhir. Ini semua riset untuk acara baru Can, Tin tidak perlu ikut, tapi dia toh tetap memaksa mau ikutan.
Untungnya setiap akhir tahun A News membuat semacam acara kaleidoskop akhir tahun merangkap peristiwa politik, sosial, hingga keuangan. Sehingga Can tidak perlu menonton rekaman acara sepanjang tahun, karna bisa mati bosan dia.
Baru rekaman pertama, Tin sudah gelisah duduk di sebelahnya. Can mengabaikannya dan lanjut membuat catatan kecil pada hal-hal yang menurutnya penting.
"Dulu warna lisptik kaya gini in banget ya," komentar Tin soal warna lipstik sang presenter acara.
"Hmm."
"Model rambutnya juga. Aku baru sadar kalo nggak ada lagi cewek yang motong rambut model gini."
"Kamu kalo bosen pulang, jangan gangguin aku, aku mau dengerin ini," sahut Can pelan. Sadar dia kalau Tin sudah mulai malas menemaninya.
Tin cengengesan, "Mana mungkin bosen kalo nemenin kamu."
Can memukul kening Tin dengan pena pelan. "Baru yang pertama ini Tin, masih ada empat lagi. Masih lama. Kamu pulang gih."
"Nggak mau," Tin keras kepala.
Can mendelik, "Ya udah, jangan merengek kalo kamu bosen ya."
"Iya, enggak. Nggak bakal."
10 menit kemudian Tin kembali gelisah, Can jadi tidak tega, dia sendiri bosan menonton acara ini, apalagi Tin yang tidak punya kepentingan.
"Di lemari es ada cemilan, kamu ambil gih," saran Can.
"Maunya kamu, nggak mau cemilan."
Tin kena lempar bantal. Tin kayaknya nggak mempan di lempar bantal, buktinya dia tanpa aba-aba langsung tiduran di paha Can.
"Tin, aku mau nulis ini, mau mukamu aku jadiin alas nulis?!" protes Can.
"Ya udah, jadiin aja," Tin malah nantang.
Can cuma bisa memutar mata kalo Tin sudah batu gini. Akhirnya Can jadiin dada Tin buat alas nulisnya. Tin hanya fokus menatap Can tanpa mengatakan apa-apa.
"Kalo tau kamu bakal ganggu gini, nggak aku bukain pintu tadi," omel Can kesal.
"Mana mungkin tega."
"Jangan tantang aku ya! beneran nggak aku bukain besok-besok baru kapok kamu."
"Emang masih ada besok-besok ya?"
Can terdiam. Tin benar, memangnya besok-besok mereka bakal tetap bertemu seperti ini?
"Besok sudah seminggu, Can."
Deg.
Can bahkan tidak sadar kalau perjanjiannya dengan Tin memiliki limit, dan besok adalah hari terakhir. Besok adalah hari terakhir Can akan memiliki Tin disisinya, karna Can berniat menolak Tin.
"Kalo dilliat dari ekspresi kamu, kayaknya aku bakal ditolak lagi, ya?" tanya Tin sedih.
Can tidak menjawab, dia hanya menatap Tin sedih. Dia akan menolak Tin, tapi kenapa Tin yang tersenyum sementara dia yang rasanya ingin menangis.
"Tapi kamu nggak boleh nolak aku besok, lho. Aku masih punya satu hari lagi, kamu masih punya aku besok ya. aku larang kamu buat sedih-sedih, besok kamu masih harus kaya hari ini, nggak boleh natap aku kek kasian gitu, besok kita puas-puasin pacaran ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Legal Angle
RomansCan, seorang produser acara TV yang tengah kesulitan menaikkan rating acaranya, bertemu kembali dengan cinta pertama yang dibencinya. Can tidak mau dekat-dekat lagi dengan si brengsek itu, tapi mungkin hanya Tin yang mampu membantunya menaikkan rati...