The Closure

1.4K 181 67
                                    

"Maaf udah bikin kamu nangis semalam."

Can menghela napas kesal, "kamu mau ngomong apa lagi sih? Kan kemarin kita udah sepakat buat putus. Aku nggak mood bahas masalah ini lagi."

Jo nyamperin Can ke kantor saat jam makan siang. Memaksa Can ikut dengannya dan membahas masalah mereka dengan 'kepala dingin'

Padahal Can sama sekali tidak berniat memperpanjang diskusi mereka, baginya penjelasan Jo kemarin sudah cukup menegaskan perasaan Jo padanya.

Jo mengangguk, kemudian tersenyum datar ke arah Can. "Tapi aku nggak mau kita putus dalam keadaan kaya gini, Can. Aku mau kita pisah baik-baik. Aku mau semuanya clear, aku ngerasa kamu belum dengerin semua penjalasan aku. Percaya sama aku, Can, aku ngelakuin ini bukan karna aku mau, tapi karna harus."

Can mendelik sebal, "harus? Udahlah, Jo nggak usah banyak bacot. Kamu nggak bisa nerima aku yang sekarang, ya udah, apalagi yang harus dijelasin?!"

"Can, bisa nggak kamu tarik napas dulu, tenangin diri kamu dulu, supaya kamu bisa ngerti maksud aku."

"Maksud kamu aku bego gitu?!"

Jo menutup mata menahan emosi, "Can, you know for sure kalo aku nggak pernah nganggep kamu bego. Kamu jauh dari kata bego, Can. Tapi kamu lagi emosi, Can, dan aku nggak mau kamu dengerin aku pake urat, aku pengen kamu bener-bener ngerti posisi aku."

Can diam tidak membalas, tapi menghembuskan napas keras kemudian menyesap minumannya.

"Ya udah, kalo mau ngomong ngomong aja, nggak usah bertele-tele. Aku capek dengerin kamu!"

"Tapi kamu masih marah, Can."

Can emosi digituin Jo. Jelaslah dia emosi, ini Jo apa nggak punya otak buat mikirin perasaan Can? "Ya iyalah aku marah Jo. Kamu kemarin nggak ada angin nggak ada hujan, mutusin aku dengan penjelasan yang nggak masuk akal, terus kamu sekarang ngarep aku nggak marah? Enak banget!"

Can capek dengerin bacot Jo. Kalo mau putus ya putus aja sih, ngapain pake penjelasan segala, Can terima kok diputusin, toh banyak hal yang harus diurusnya selain hubungannya dengan Jo. Kisah cintanya nggak ada apa-apanya dibanding kerjaan yang menumpuk di atas mejanya.

Lagian bukan cuma Jo aja yang mau ketemu Can, banyak yang minta waktu dia. Ada Sammy, mas Alan untuk ngebahas Legal, terus kru acara barunya juga. Belum lagi Tin. Walaupun Can nggak ada niat buat nemuin Tin sebenarnya.

"Can," panggil Jo lembut. "Sekarang aku ngajak kamu ngomong pake kepala, kita lupain masalah hati."

Can hanya menatap Jo tanpa membalas perkataannya.

"Menurut kamu, do we have a chance together?"

Can terkejut mendengar perkataan Jo. Tentu dia merasa punya masa depan dengan Jo, mereka punya pendirian yang sama. Secara intelektual dan humor pun mereka cocok. Walaupun secara emosi mereka jauh dibanding dengan pasangan yang dimabuk asmara, tapi menurut Can itu tidak penting. Cinta nggak akan cukup untuk mempertahannya perkawinan, kesesuaian visi yang mampu membuat sebuah hubungan awet.

Tapi walau bagaimanapun, keraguan tentu ada. Tapi bukannya kita semua selalu merasa sedikit ragu dalam memutuskan apapun?

"Kamu nggak ragu sama hubungan kita?" tanya Jo.

Can bergerak maju dari duduknya yang bersandar ke kursi, lengannya diletakkan diatas meja. "Kenapa kamu ragu?"

"Kita udah hampir sebulan, Can. Kamu nggak ngerasa hubungan kita mandek?"

Can mengerutkan keningnya, "kita belum sebulan, Jo. Kamu nggak ngerasa kalau kamu terlalu cepat menghakimi?"

"Apa yang kamu rasain selama kita deket lagi, Can?"

The Legal AngleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang