The Expected Closeness

1.7K 199 36
                                    

Karna udah beberapa hari nggak update, kali ini chap nya agak panjang (bilang makasih sama tante, kamu semuah!!!)

13 Tahun yang lalu

"Tin, kakek sudah daftarkan kamu untuk ikut summer programs di Harvard ya, mulainya minggu depan, secepatnya kamu berangkat ya. Programnya selama dua minggu, sekolah kamu baru mulai kan? Jadi nggak bakal ganggu jadwal ujian kamu."

Tin berusaha memproses perkataan kakeknya. Kenapa buru-buru sekali? Kenapa kakeknya tidak memberitahu?

"Tapi, kek.."

"Nggak ada tapi-tapi, Tin. Kakek sudah urus semuanya, kamu tau kan susahnya untuk bisa ikut pre-college program disana? Jangan buang-buang kesempatan emas ini. Kamu harus mulai biasakan diri kamu sama atmosfer perkuliahan di luar negri."

"Tapi Tin masih kelas dua, kek. Kenapa nggak tahun depan aja?"

"Tahun depan itu kamu harus fokus menyiapkan resume kamu untuk dapat beasiswa di Ivy League, beasiswa hukum itu sangat susah dapatnya. Saingan kamu dari seluruh dunia."

Tin gusar, "Tin belum mutusin Tin beneran mau ambil hukum apa nggak, kek."

Kakek Tin menatapnya tak sabaran, "Kalau kamu mau berubah pikiran besok ya nggak masalah. Tapi bukan berarti kamu bisa lengah dalam mempersiapkan masa depan kamu. Ingat, kalau kamu benar mau jadi pengacara, kakek mau kamu jadi pengacara terbaik biar bisa mengelola firma kita."

Tin menghela napas, apa nggak ada hal lain dipikiran kakek selain Law Firm-nya? "Mama lagi sakit, kek," ucap Tin lemah. "Tin nggak mau ninggalin mama."

"Kamu pergi nggak lama, Tin," Kakek menaikkan suaranya, "lagian mama kamu itu butuhnya dokter. Udah ada dokter terbaik yang merawat mama kamu. Sudah, jangan bantah kakek terus, toh ini untuk kebaikan kamu juga."

Inilah yang dilakukan Tin dua hari kemudian, bersiap berangkat ke Amerika. Dia duduk di boarding room sendirian, menunggu dengan perasaan berkecamuk. Kesal, marah, cemas semua bercampur jadi satu. Handphone nya berdering, Tin melihat nama Pete terpampang di layar. Sial, dia lupa bilang sama sahabatnya itu kalau dia tidak akan masuk selama dua minggu.

"Dimana, Tin?" suara Pete agak sedikit gugup, mungkin Pete berpikir Tin akan terlambat dan dimarahi guru. Tin jadi senyum sendiri.

"Di soeta," jawab Tin kesal.

"Hah? Ngapain?"

"Ikut summer programs Harvard."

"Kok nggak bilang-bilang?"

Tin menghela napas, kekesalan kembali memuncak. "Karna kakek juga ngasih taunya tiba-tiba, dan gue udah usaha buat nggak jadi pergi, lo tau mama lagi sakit."

Tin kembali teringat kondisi mamanya yang semakan parah. Tidak ikhlas rasanya dia pergi jauh dari sang ibu.

"Berapa lama lo disana?"

"2 mingguan lah. Jangan kangen ya." Tin ketawa.

Biasanya kalau Tin bercanda begitu, Pete akan misuh-misuh dan berpura-pura muntah, tapi kali ini Pete malah menghela napas.

"Tin," panggil Pete ragu, "ada kejadian heboh kemarin di sekolah setelah kita pulang. Can, sepupunya ka.."

"Penumpang dengan nomor penerbangan.."

Tin melirik papan pemberitahuan dan memotong Pete. "Eh Pete, gua boarding dulu ya, ntar aja ceritanya, kalo udah sampe gue ym."

...

The Legal AngleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang