The First Meeting

1.6K 220 26
                                    

13 tahun yang lalu

Dear, Tin.

Hai Tin, aku bingung gimana mau mulai surat ini. Aku bingung gimana caranya ngungkapin perasaan aku. Ngomong-ngomong, namaku Can, kamu mungkin nggak ingat aku, tapi kita pernah ketemu di ulang tahun sepupuku, kak Neena. Waktu itu aku kaget karna aku lihat kamu datang, aku pikir kamu nggak kenal kakakku.

Tin, sebenarnya aku malu ngungkapin ini, tapi kata mamaku, kalau kita tidak ngungkapin apa yang kita rasakan, kita hanya akan terombang-ambing dalam ketidakpastian, karna itu aku beranikan diri buat ngungkapin ke kamu, walaupun hanya lewat surat. Aku suka kamu, Tin. Udah sejak tahun lalu, sejak upacara penerimaan murid baru. Menurutku, kamu adalah bintang yang paling benderang di sekolah ini, eh nggak, kamu bintang terterang di dunia.

Maaf kalau suratku membuat kamu nggak nyaman, tapi aku cuma mau nyatain apa yang aku rasakan. Aku harap kamu nggak keberatan.

Salam sayang,

Can

Note: Ngomong-ngomong, kelas kita sebelahan lho ^^

Can sedang mengantri membeli makanan di kantin ketika ada yangmenarik tangannya pelan. "Lo yang namanya Can?"

Can kaget setengah mati, karena Tin yang bertanya kepadanya. Apa Tin sudah membaca suratnya? Apa Tin marah? Can tidak bisa memprediksi pikiran Tin karena ekspresi Tin datar saja, tidak menunjukkan isi hatinya.

Can mengangguk menjawab pertanyaan Tin. "Lo sepupunya kak Neena?" tanya Tin lagi.

Can mengangguk lagi.

"Jadi elo yang ngirim surat cinta ke gue?" Can kaget karna Tin tiba-tiba meninggikan suaranya. Sekarang suasana kantin mendadak sepi, semua anak berbisik-bisik sambil melihat ke arah mereka. "Dih, gue kira sepupunya kak Neena cakep, taunya cupu begini. Nih ya, sebagai jawaban dari pertanyaan lo. Gue ke-be-ra-tan!" Kemudian Tin berlalu begitu saja, meninggalkan Can yang menjadi bahan cibiran satu kantin.

Pete, teman dekat Tin, menepuk pundak Can pelan sambil lirih mengucapkan maaf.

Dunia Can mendadak runtuh.

...

"Lo yakin?"

Can menghela napas, "Gue yakin, gue nggak ada pilihan lain lagi, Pete. Tapi gue minta tolong, lo yang ngomong ke dia ya. Gue mau sebisa mungkin nggak berinteraksi sama dia."

Pete mengamini permintaan Can, "Oke."

"Satu lagi Pete, tolong jangan bahas masalah itu sama Tin, kalau perlu jangan bilang kalau gue produsernya, gue harap dia udah lupa sama kejadian itu, dan gue nggak mau suasana jadi awkward kalo ketemu dia."

Pete kembali mengiyakan.

"Thank you, Pete," Can sudah akan berlalu, tapi ditahan oleh Pete.

"Can, percaya sama gue, Tin udah berubah, dia jauh lebih dewasa sekarang."

"Iya, gue tau. Nggak selamanya orang kekanak-kanakan kayak anak SMA kan, gue yakin dia udah berubah. Tapi itu semua nggak ada hubungannya sama gue, Pete."

"Can, andai lo tau betapa merasa bersalahnya gue karna kejadian itu," Pete meremas bahu Can kuat.

Can melepaskan pegangan Pete pada bahunya, meremas tangan Pete, "bukan salah lo, Pete. Bukan salah lo sama sekali, jadi jangan merasa berdosa gitu, gue nggak pernah nyalahin lo." Dia melepaskan tangan Pete.

"Tapi Can, karna mereka elo.."

"Udah, Pete, nggak usah dibahas. Gue nggak mau ingat-ingat itu lagi. Lagian salah gue juga, Gun udah ingatin gue buat nggak usah jadi masuk klub debat hari itu, tapi gue ngeyel. Kalau gue lebih kalem dan dengerin kata-kata Gun, mungkin kejadian itu nggak bakal terjadi."

The Legal AngleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang