"Kita nggak bunuh orang! Lo nggak ngerti rasanya hidup jadi kita! Jadi lo jangan ngejudge sembarangan!" Orang asing itu berteriak pada Can sambil menendang perutnya. "lo cuma orang asing yang ikut campur! Jangan ikut campur urusan daerah gue!"
Kemudian orang asing itu pergi menaiki motor dan kabur dari hadapan Can. Can merasa badannya sakit semua, baru kali ini dia dipukuli orang, seumur hidup nggak pernah dia kena gebuk.
"Mas Can," Can mengenali suara Yacht yang berlari mendekat. "Lo kenapa, mas? Siapa yang bikin gini?"
Can hanya mampu melenguh, membiarkan Yacht memeriksa lukanya. "Iya, mas. Udah ketemu, di parkiran." Can nggak tau Yacht berbicara dengan siapa karna matanya terpejam, tapi sepertinya dengan seseorang di telpon. Mata Can berdenyut nyeri, susah untuk dibuka. "Nggak tau kenapa, mas, Mas Cannya cuma sendiri. Langsung gue bawa ke klinik deket kantor ini. Oke, mas gue tungguin."
Yacht mengumpulkan barang-barang Can yang berserakan kemudian membopong Can, "kunci mobil mana, mas?" tanyanya.
Can menunjuk tasnya yang dipegang oleh Yacht. Yacht mengeluarkan kunci mobil dan membawa Can ke mobil. Setelah masuk, Yacht langsung tancap gas.
"Kenapa sih mas sebenarnya? Kok bisa dipukuli orang gini? Siapa yang mukul?" tanya Yacht beruntun.
Can bersandar di jok, memegang perutnya yang sakit, "anggota seperatis kemarin yang dibahas di Legal kayanya. Nggak terima dia dibilang ngorbanin rakyat sipil."
"Harus dilaporin, mas. Gue telpon Pak Robert ya?"
"Jangan," larang Can cepat. "jangan sampe orang kantor tau."
"Gila lo, mas," balas Yacht. "Orang kantor yang harusnya tau."
"Nggak, Yacht, gue nggak mau urusannya jadi panjang. Kalo kantor tau, ini pasti dijadiin berita, nanti urusannya jadi besar dan mereka tambah marah. Bakal tambah banyak korban yang jatuh kalo mereka marah Yacht. Janji sama gue Yacht, jangan cerita ini sama siapapun."
"Yakin, mas?"
"Yakin. Percaya sama gue, gue yakin dia nggak bakal datang lagi kalo kita kalem sama masalah ini." Yacht mengangguk paham. " Siapa aja yang udah tau?" tanya Can.
"Mas Tin doang, mas Tin yang nelpon gue nyuruh cek lo dimana. Ini mas Tin nyusul ke klinik."
Can mengangguk, "oke. Biar nanti gue yang jelasin ke Tin."
Mereka tiba di klinik. Can kembali di bopong oleh Yacht. Can dibawa keruang UGD, langsung mendapat perawatan dari dokter. Yacht menunggu di sebelah Can dengan cemas.
"Yacht, pas ngurus adm, ambil uang di dompet gue, jangan klaim asuransi dari kantor," ujar Can lemah. Yacht hanya mengangguk.
Dokter memeriksa luka di wajah dan perutnya, menekan beberapa tempat dan menanyakan seberapa sakit cideranya. Perawat mengobati luka di wajah Can. Kelihatannya bibir dan tulang pipinya berdarah. Can mengernyit memahan perih.
Tak lama kemudian Tin menerobos masuk. "Can," panggilnya pelan. Cemas melihat kondisi Can. "Gimana kondisi kamu? Apanya yang sakit?"
"Semuanya," jawab Can, tapi sambil tertawa kecil, mencairkan suasana tegang.
"Kelihatannya cuma cedera ringan, tidak ada yang patah, dan tidak ada cedera kepala," ujar dokter kalem. "Tapi untuk memastikan, kita foto rontgen ya."
"Dia pernah cedera kepala berat dulu waktu SMA, dok," ujar Tin. "Apa bakal bermasalah?"
Dokter mengangguk, "kita pastikan melalui rontgen, tapi kalau punya riwayat cedera kepala biasanya nanti bakal sakit kepala beberapa hari, wajar saja. Nanti istirahat yang banyak, jangan beraktifitas dulu, nanti saya resepkan obat sakit kepala dan saya buatkan surat keterangan dokter untuk izin kerja."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Legal Angle
RomanceCan, seorang produser acara TV yang tengah kesulitan menaikkan rating acaranya, bertemu kembali dengan cinta pertama yang dibencinya. Can tidak mau dekat-dekat lagi dengan si brengsek itu, tapi mungkin hanya Tin yang mampu membantunya menaikkan rati...