24- Para Murid Terluknut (2)

109 6 5
                                    

Hobi memancing kemarahan yang Andre sering lakukan kepada bapak atau ibu guru, rupanya juga terjadi pada Ridho Rhoma. Eh, ralat. Ridho bin Nuridin, maksudnya.

Ridho si anak mamih ini, rupanya tidak segan-segan menjawab beberapa pernyataan yang dilontarkan oleh beberapa guru. Salah satunya ketika Bapak Kepala Sekolah kami berkesempatan untuk mengisi jam kosong di kelas kami. Sehingga membuat jam kosong kami dipenuhi oleh beberapa nasihat dari beliau yang mudah-mudahan bisa masuk lewat telinga kanan, dan susah buat keluar lewat telinga kiri kami semua.

Ketika itu, entah dari mana asalnya, Bapak Kepala Sekolah sedang menjelaskan tentang suatu ibadah yang wajib dikerjakan oleh semua umat muslim, yaitu ibadah sholat.

Kalau tidak salah, beliau berujar seperti ini kepada kami semua...

"Kalian ini harus rajin-rajin sholat. Karena ibadah sholat ini banyak faedahnya. Kalau kalian merasa rezeki kalian seret, ya lakukan sholat. Insya Allah rezekinya akan lancar."

Lalu, si Ridho yang tengah duduk di bangku paling depan sambil melongo memperhatikan Bapak Kepala Sekolah, malah bilang begini secara diam-diam...

"Kalau seret ya harusnya minum dulu. Kan seret tuh, kerongkongannya kebanyakan menampung suapan nasi. Masa sholat dulu? Kalau gitu mah nanti yang ada sholatnya gak konsen gara-gara kerongkongannya seret. Ah, Bapak ini kurang cerdas deh kayaknya," tanggapnya panjang lebar.

Meskipun rentetan kata tersebut dilontarkan secara diam-diam tapi gak pake sembunyi-sembunyi, namun saya dan Arym masih bisa mendengarnya. Hal ini dikarenakan kami memiliki pendengaran yang tajam, setajam lidah manusia yang tak pandai menjaga lisannya.

"Lo denger gak, Ridho bilang apa?" tanya saya ke Aryn pelan.

"Denger, minum dulu katanya," jawab Aryn setengah terkekeh.

"Ada-ada aja ya, tuh bocah."

"Namanya juga bocah kurang satu ons," canda Aryn.

"Soalnya satu ons nya udah lo curi, kan?"

"Udah gue jual satu ons nya ke tukang minyak," jawab Aryn ngasal.

Kemudian saya dan Aryn tertawa kecil, mencoba untuk biasa saja, karena takut dikira orang kurang waras. Meskipun pada kenyataannya kami memang kurang waras.

Mau gak mau saya harus ngaku^^

Untung saja Bapak Kepala Sekolah tak mendengar perkataan Ridho. Ia tetap melanjutkan ceramahnya yang cetar dengan penuh gairah. Mungkin, faktor U tua nya sedang mode on, jadi pendengaraannya pun menjadi kurang stabil.

~*~

Hal serupa, juga terjadi pada saat jam pelajaran Pak Banu akan berlangsung. Pada saat itu, materi yang akan dibahas adalah mengenai BAB Perang Dunia II. Di tengah-tengah gemuruhnya suara riuh kami yang sepertinya belum siap untuk memulai pelajaran karena masih ingin beribut-ribut ria, Ridho dengan lantangnya melontarkan sebuah pertanyaan kepada Pak Banu.

"Halaman berapa, Pak?" tanya Ridho.

"Halaman 25," jawab Pak Banu.

Ridho pun segera membuka halaman yang disebutkan oleh Pak Banu tadi. Tak ketinggalan juga dengan kami yang juga sibuk mecari halaman 25 tersebut.

"Perang Dunia II, ya Pak?" tanya Susi.

"Ya, kali ini kita akan membahas mengenai Perang Dunia II," jawab Pak Banu.

Anti Mainstream School [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang