29- Chairmate UAS

20 2 0
                                    

Ujian akhir semester merupakan salah satu hal yang menjadi momok bagi para siswa, termasuk bagi kami para murid di sekolah anti mainstream. Setiap siswa dituntut untuk memahami berbagai macam materi pelajaran selama satu semester yang telah disampaikan oleh guru. Belum lagi dengan ruangan dan bangku untuk ujian di sekolah kami yang menganut sistem acak-mengacak dalam setiap kelasnya.

Contoh: absen 25 dari kelas 8A dipasangkan dengan absen 25 dari kelas 7A di dalam kelas 9A.

Sistem acak-mengacak seperti itu rupanya selalu sukses memicu adrenalin kami. Adrenalin ketika kami diuji dalam sebuah ruang kelas baru, apa lagi dengan pengawas yang hobi membawa nuansa horor. Adrenalin saat kami harus mengerjakan berpuluh-puluh soal bersama dengan manusia-manusia baru, termasuk manusia yang duduk berdampingan dengan kami, alias chairmate kami.

Bicara mengenai chairmate, saya memiliki sepenggal cerita seru tentang manusia yang pernah duduk sebangku dengan saya ini ketika ujian akhir semester. Sebut saja dia Uki, manuisa bergender cowo yang tingkat kesengklekannya hampir menyerupai The Campret. Ketika itu, saya masih duduk di bangku kelas delapan, dan Uki duduk di bangku kelas tujuh.

~*~

Pagi itu saya masuk ke ruangan kelas 9A, karena saya mendapatkan jatah untuk mengerjakan soal ujian di ruangan tersebut. Setelah masuk, saya langsung mencari meja yang sesuai dengan nomor absen saya. Bangku tersebut terletak di baris nomor dua yang tepat berada di sisi tembok. Saya langsung menempati kursi tersebut dengan segera.

"Eh, Nindy! Lo di belakang gue ternyata!" seru saya melihat Nindy yang ternyata menempati meja di baris ketiga, tepat di belakang saya.

"Woah, iya dong. Lo duduk sama siapa, Zel?" balasnya antusias.

"Gak tau nih, katanya sih sama yang namanya Uki gitu tapi gue gak kenal dia siapa," jawab saya seadanya.

Sebelumnya, saya memang sudah tahu akan duduk dengan siapa untuk masa-masa ujian ini, karena sehari sebelum masa ujian dimulai, seperti biasa saya dan teman-teman kelas saya selalu memeriksa kelas yang nantinya akan kami tempati untuk ujian. Sekaligus memeriksa siapa yang akan menjadi partner semeja kami yang nama dan nomor absennya sudah tertempel di meja setiap ruang kelas. Mungkin karena kami adalah para manusia yang punya hobi kepoan, jadi kami melakukan ini semua.

"Kalo lo sama siapa, Nin?" saya balik tanya.

"Gue sama Angger, gak tau juga siapa nih," jawab Nindy dengan ekspresi yang sama dengan saya ketika saya menjawab pertanyaan serupa.

Beberapa detik kemudian, seorang cowo berkulit sawo matang dengan penampilan yang agak acak-acakan tiba-tiba datang menuju meja saya. Rupanya itu, si cowo yang bernama Uki. Saya membuka jalan untuk dia masuk ke kursi disamping saya, yang paling bersisian dengan dinding.

Selanjutnya seorang cowo bertopi dengan tubuh pendek, agak kurus namun berpenampilan rapi kemudian masuk dari pintu ruangan ini. Ia kemudian menuju meja Nindy. Rupanya itu, si cowo yang bernama Angger. Angger duduk tepat berada di belakang barisan saya, ia duduk dengan Nindy.

Saya dan Nindy hanya bersikap biasa, Uki dan Angger pun hanya terdiam. Selanjutnya guru yang bertugas mengawasi ruanagan kami datang. Itu Bu Liza dengan ekspresi andalannya yang dingin.

"Ah, sial. Si kuntilanak itu lagi!" crocos Uki membuat saya keheranan.

"Kuntilanak?" tanya saya penasaran.

Anti Mainstream School [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang