Hadirmu bagai candu,
Sejak awal aku mengenalmu
jujur aku tidak bisa lepas dari pengaruhmuCinta Aureliesya
Gadis itu mulai mendekati sumber suara. Kedengarannya seperti suara barang pecah. Sampai di ruang tamu, ia memasang wajah marahnya. Bagaimana tidak? Disana sudah berceceran serpihan guci kesayangan ibunya yang baru saja sengaja dipecahkan oleh ibu tirinya. Dan tanpa menunjukkan rasa bersalah sedikitpun, ibu tirinya itu justru tersenyum bangga. Menghampiri Cinta yang mulai meneteskan air matanya. "Darimana aja kamu jam segini baru pulang? Kirain udah gak inget rumah! Gimana asik pulang dianter cowok? Habis ngapain aja? Ke hotel? Kenapa gak sekalian nginep?""Tutup mulut tante! Tante gak berhak ngomong kaya gitu sama aku! Aku masih puya harga diri! Bukan seperti tante yang rela akting pura pura baik padahal cuma mau nguasain harta ayah!" ucap Cinta dengan amarah yang sudah tidak bisa dibendung lagi.
"Berani beraninya kamu ngomong gitu sama saya hah? Kamu nantang saya?" jawab Vega tak mau kalah.
"Aku gini karena tante yang mulai!Aku paling gak suka ada orang lain yang ngusik kehidupan aku! Apalagi tante sampai berani hancurin barang kesayangan bunda! Aku gak terima, tan! Gak terima! Tante boleh hina aku sepuasnya aku gak perduli! Tapi kalo udah menyangkut bunda, aku gak bisa biarin, tan! Aku gak bisa tinggal diem! Tante gak tau rasanya jadi aku, tante gak tau rasanya ditinggal ibu di usia 10 tahun kaya aku, tante juga gak bakalan tau gimana selama ini aku jagain barang kesayangan bunda di rumah ini, supaya setidaknya aku bisa selalu ngerasain kehadiran bunda disini! Tante gak bakalan ngerti! Mungkin buat tante guci itu gak ada apa apanya, tapi buat aku, buat bunda, guci itu berharga, tan!Susah payah dulu bunda dapetin guci itu dan dengan seenaknya tante hancurin! Tante bener bener udah gak punya hati!" kata Cinta dengan derai air mata deras membasahi pipinya.
Vega tersenyum sinis menanggapi perkataan Cinta.
"Saya gak perduli sama bunda kamu itu! Dia udah mati! Ngapain kamu masih ngomongin dia hah?"Tanpa perasaan, wanita paruh baya itu menginjak pecahan guci menjadi serpihan yang lebih kecil. "Barang jelek gak berguna ini harusnya udah dibuang ke tempat sampah! Gak ada gunanya lagi disini! Ngerusak pemandangan!"
Cinta sudah tidak bisa berkata lagi. Gadis itu hanya bisa menangis, menangis, dan terus menangis. Hatinya perih, jiwanya hancur, sama seperti guci yang ada di depannya kini.
Vega yang melihat Cinta hanya diam lalu mendekatinya. "Lain kali gak usah pulang! Kalo perlu pergi aja sekalian dari rumah ini! Urusin aja cowok tadi yang nganterin kamu, saya yakin kamu udah kasih segalanya buat dia kan?"
Cinta tidak percaya apa yang barusan ia dengar dari mulut ibu tirinya. Dia menuduhnya melakukan hal menjijikan seperti itu? Cinta sangat terkejut, tidak menyangka ada seorang ibu, yang juga memiliki anak perempuan, mengatakan hal itu kepadanya. Dimana hatinya? Kejam sekali jika seorang ibu mengatakan hal itu kepada anaknya.
Dengan air mata yang turun semakin deras, Cinta berlari menuju kamarnya. Ia tidak tau lagi harus berkata apa. Hatinya benar benar seperti ditusuk ribuan tombak, sakit, perih, bahkan mungkin sudah hancur tak berwujud.
Sesampainya di dalam kamar ia duduk bersimpuh dilantai, menangis sejadi jadinya. Dia merasa sendiri, dia merasa hampa, tidak ada satupun orang yang membelanya disini. Bahkan ayahnya, keluarga satu satunya yang dia miliki pun tidak ada disaat ia sedang butuh pelukannya."Bunda, Cinta mau ikut bunda. Disini Cinta gak punya siapa siapa, bun. Cinta capek!Cinta pengen ikut bunda aja!" ucap Cinta disela tangisannya.
0o0
Cinta bangun dari tidurnya sambil memijat kepalanya pelan, berjalan ke arah meja riasnya untuk mengambil handphonenya.
Betapa terkejutnya ia saat melihat sudah ada 30 pesan dan 100 panggilan tak terjawab dari Beni. Selain itu ada juga sebuah chat dari nomor baru yang entah milik siapa. Dengan penasaran Cinta membuka pesan tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
BARRACINTA
Teen FictionBarra Adijaya, sosok lelaki tampan yang menutup dirinya soal cinta ataupun hubungan sejenisnya. Suatu kejadian telah membuatnya menutup hatinya bagi gadis manapun. Bukan hanya karena pernah terluka begitu dalam, tapi juga sebuah kata "janji" yang ma...