15

20 2 0
                                    

Sejak kejadian itu, kini aku sadar,
bahwa untu saat ini yang kubutuhkan bukanlah cinta,
Tapi seseorang yang selalu ada baik suka, maupun duka.
Dan jawabannya, sahabat.
Seseorang bisa saja memiliki ribuan cinta,
Tapi belum tentu dia bisa memiliki seorang sahabat yang setia.














Cinta melirik jam dinding yang berada di belakangnya kemudian bergumam, "Barr, udah jam sepuluh malem, lo nggak ada niat mau pulang gitu?"

"Lo ngusir gue?"

Gadis itu menguap beberapa kali sebelum menjawab, "Gue bukannya ngusir, tapi gue ngantuk banget, udah nggak kuat lagi nih pengen nyamperin kasur,"

Barra melirik Cinta sekilas lalu kembali fokus pada televisi di depannya. "Gue nggak nyuruh lo nemenin gue disini, kalo mau tidur, ke kamar aja, gue masih mau disini."

"Hah? Ini udah malem, lo mau sampai kapan sih di rumah gue?"

"Kalo orangtua lo nyariin gimana?" tandas Cinta dengan nada sedikit meninggi.

Barra menyugar rambutnya ke belakang seraya menghela napas pelan. "Mereka nggak bakalan nyariin gue karena mereka tau gue gimana, justru sekarang gue khawatir kalo harus ninggalin lo sendirian."

Rona bahagia tiba tiba saja terpancar dari wajah Cinta. Tak bisa dipungkiri, saat ini gadis itu sedikit kegeeran mendengar ucapan Barra barusan. Hatinya seperti dihinggapi ribuan kupu kupu , senang, bahagia dan ia merasa diperdulikan. Tapi tetap saja masih ada sedikit kekhawatiran dalam dirinya, takut jika ternyata kenyataannya tak sesuai yang ia harapkan.

"Kenapa lo baik sama gue, Barr? Kan kita baru kenal?"

"Terus gue juga bukan siapa siapa lo kan?" tanya Cinta merasa rendah diri.

Barra mematikan televisi yang semula ditontonnya kemudian menatap Cinta intens.
"Emang lo mau gue anggep sebagai apa?"

"Ya...itu...emm...terserah,"

Barra terkikik geli. "Lucu banget sih lo, anak kecil!"

"Enak aja kalo ngomong, gue udah gede kok,"

"Masa sih?" tanya Barra sambil meneliti tubuh Cinta dari atas ke bawah.

Merasa diperhatikan, akhirnya gadis itu menyentil jidat Barra kesal. "Nggak usah mesum lo!"

Barra mengusap jidatnya yang terasa sakit seraya tertawa. "Siapa yang mesum sih, kan gue cuma mau memastikan,"

"Memastikan apa, hah? Harus banget ngeliatin gue sampai segitunya? Awas ya lo kalo sampai berani macem macem,"

Barra mencubit pipi gadis itu gemas. "Gue masih waras kok tenang aja, gue nggak bakalan macem macem sama lo, niat gue di sini mau ngelindungin lo!"

"Barr, gue nggak mau ngerepotin lo, kalo lo mau pulang gak papa kok, gue udah biasa sendiri," tukas Cinta mencoba membujuk Barra.

"Lo nggak suka gue di sini?"

Cinta menggeleng.

"Terus kenapa?"

Cinta menundukkan kepalanya sambil sesekali memilin ujung kaosnya.
"Ya kan gue nggak mau ngerepotin lo,"

"Gue nggak merasa direpotin tuh," ujar Barra tetap pada pendiriannya.

"Yaudah terserah lo aja, tapi jangan salahin gue ya kalo nanti lo digebukin sama satpam komplek,"

Barra menyunggingkan senyum lebar, membuat parasnya semakin terlihat menawan di mata Cinta.

"Gue nggak takut, gue lebih takut kalo lo kenapa kenapa,"

BARRACINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang