7

31 4 0
                                    

Mungkin benar jika janji adalah hutang,
Tapi jika satu hati telah mengingkarinya,
Apakah janji itu masih berlaku?

Barra Adijaya

"Jangan tinggalin gue, Barr! Gue takut!"

Barra meremas kepalanya kuat. Entah kenapa kata kata itu selalu tergiang ngiang di pikirannya sejak ia mengantarkan Cinta ke rumahnya tadi. Jam sudah menunjukkan pukul 2 pagi, dan Barra sama sekali tidak bisa tidur.

Dia merasa ada yang aneh dengan gadis itu. Dia merasa ada sesuatu yang Cinta sembunyikan. Tapi apa? Kalau dilihat hidup Cinta berkecukupan, rumah mewah, barang barang mahal, semua Cinta punya.

Tapi entah kenapa dari sorot mata gadis itu Barra melihat ada kesedihan yang dipendam sendiri. Apa mungkin sikap ceria dan murah senyumnya itu hanya topeng untuk menutupi kesedihannya?
Ah, Barra sama sekali tidak paham. Dia baru saja mengenal gadis itu dan menurutnya dia gadis yang luarbiasa. Dibalik kehidupan mewah yang dimilikinya, dia sama sekali tidak memanfaatkannya untuk berfoya foya seperti kebanyakan orang, justru dia sangat perduli dengan anak anak jalanan yang sama sekali tidak dikenalnya. Cowok itu bisa melihat ketulusan dari perlakuan Cinta kepada anak anak tadi.

Cinta menggandeng tangan Barra untuk duduk di sebuah kursi lusuh yang ada di bawah jembatan itu.

"Adek adek, lihat dong kakak bawa temen baru nih! Kenalan dulu yuk, namanya Kak Barra. Kak Barra juga baik loh, tadi Kak Barra yang beliin kalian semua makanan ini. Bilang apa sama kakaknya?"

"Terima kasih, Kak Barra!" sorak anak anak itu kompak.

Barra tersenyum lalu mengangguk. "Sama sama, kakak seneng bisa ketemu kalian."

"Kita lebih seneng kak, soalnya Kak Barra ganteng mirip artis." ucap salah seorang anak berambut keriting dengan polosnya.

Cinta melirik ke arah Barra yang sedang tertawa kecil. "Kak Barranya jangan dipuji, nanti terbang lho!"

"Wah, Kak Barra bisa terbang kaya superman? Kak Barra keren! Aku juga mau terbang kaya kakak, tapi jalan aja aku gak bisa." ujar seorang anak lelaki dengan tongkat dikedua lengannya.

Barra melihat kondisi kaki anak itu, dan memang benar, anak itu hanya memiliki satu kaki. Barra menatap Cinta seolah meminta penjelasan.

"Namanya Riko, dia harus kehilangan kakinya akibat kecelakaan, kakinya harus diamputasi, Barr! Dia harus hidup dengan satu kakinya sejak umurnya 5 tahun, sampai sekarang umurnya udah 11 tahun. Tapi dia hebat, dia sama sekali gak pernah ngeluh. Dia juga gak merasa rendah diri, dia semangat banget buat sekolah. Dia bilang dia pengen jadi sopir pesawat, biar bisa keliling dunia, katanya. " jelas Cinta dengan mata berkaca kaca.

Barra yang mendengar penjelasan Cinta seketika merasa iba. Bagaimana bisa anak sekecil itu memiliki pemikiran yang sekeren itu , apalagi bila melihat kondisinya. Sangat luarbiasa. Dia anak hebat.

Barra tersenyum ke arah Riko kemudian menghampiri dan duduk di depan anak itu. Mengusap kepala anak itu dengan sayang. "Riko anak hebat, tetap semangat ya, Kak Barra yakin nanti Riko bisa jadi pilot seperti cita cita Riko. Yang penting Riko harus semangat belajarnya, jangan nyerah, ok?"

Anak itu menunduk lesu. "Tapi temen temen Riko bilang, Riko gak bisa. Riko kan cacat. Mereka bilang kalo orang cacat gak bisa jadi sopir pesawat kak! Kata mereka Riko menghayal aja."

"Mereka gak tau apa apa. Mereka ngomong gitu karena mereka iri sama Riko, karena Riko anak hebat. Riko harus buktiin sama mereka kalo Riko bisa, janji?" ucap Barra sambil mengulurkan kelingkingnya.

BARRACINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang