Satu kata berjuta makna yang aku rasakan saat kamu pergi adalah 'hampa'
Tidak semua orang mampu, dan aku termasuk dalam golongan itu.Cinta Aureliesnya
Sudah sekitar satu jam lebih gadis itu berjalan mondar mandir sambil melirik benda bulat berwarna biru muda di pergelangan tangannnya. Sekolah telah usai sejak pukul 12:00 WIB, dan sekarang gadis itu benar benar sendirian. Dia merasa sedikit menyesal telah bersikap cuek pada Beni tadi. Entah mengapa, mood nya sangat buruk dan enggan untuk basa basi. Pikiranya masih terpenuhi dengan sosok Barra, Barra, selalu Barra. Dia juga sebenarnya tidak sengaja mendiami Beni seperti tadi.
Kalau saja tadi ia tidak cuek, Beni pasti akan mengantarnya pulang. Dia tidak perlu repot repot menunggu hal yang tidak pasti seperti sekarang.
Saat ini Cinta benar benar seperti orang hilang yang bingung mau kemana, sendirian di sekolah sebesar ini, ditambah lagi handphone nya yang mendadak lowbat membuatnya tidak dapat menghubungi siapapun. Nasib yang sungguh malang bukan?
Tapi, Cinta yakin Barra akan datang untuk menjemputnya. Mungkin saja cowok itu sedikit telat, atau macet, atau ada masalah di jalan. Cinta tetap yakin Barra akan datang. Apalagi, Cinta masih harus mengisi acara kampusnya sampai tiga hari ke depan, jadi tidak mungkin cowok itu lupa menjemputnya.
Jam menunjukkan pukul 13:40 WIB saat gadis itu kembali mengecek. Dan lagi, belum ada tanda tanda Barra datang. Kemana cowok itu sebenarnya? Dia tidak lupa untuk menjemput Cinta kan?
Gadis itu hanya bisa mendesah pelan sambil menundukkan wajahnya. Tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini ia juga takut, keadaan sekolah benar benar sepi, penjaga sekolah pun tidak tahu kemana. Cuaca juga sudah mendung, mungkin sebentar lagi akan turun hujan.
"Kalau tahu gini mending tadi pulang aja, gak usah pake acara nunggu nunggu gini! Ngeselin!" ketus Cinta disela kegelisahanya.
Saat Cinta sedang mendumel tidak jelas, sebuah mobil berwarna silver memasuki gerbang sekolah. Hal itu berhasil membuat Cinta mengembangkan senyumnya. Ia sangat hapal mobil berwarna silver itu milik Barra, tidak salah lagi, pasti itu Barra.
Namun, kenyataannya ternyata berlainan dengan apa yang gadis itu pikirkan. Seseorang keluar dari dalam mobil, dan itu bukan sosok yang ditunggunya.
Seseorang itu adalah Alan, sahabat Barra. Mau tidak mau, Cinta mencoba untuk tersenyum ramah, walaupun sebenarnya dalam hatinya ia merasakan kekecewaan yang amat sangat.
Gadis itu harus menerima kenyataan pahit bahwa Barra memang tidak datang. Memangnya siapa Cinta?
Teman? Belum jelas.
Sahabat? Bukan.
Pacar apalagi.
Lalu buat apa ia kecewa? Toh dia bukan siapa siapa Barra. Dia hanya anak kecil yang diam diam mengagumi sosok Barra. Tidak lebih.
Tidak seharusnya Cinta kecewa. Karena ia tidak berhak untuk itu. Sama sekali tidak berhak.
Alan yang melihat Cinta tidak bersemangat pun segera menghampiri gadis didepannya itu. "Adek cantik kenapa? Kusut banget mukanya kaya baju belum disetrika."
"Emmm...aku gak papa kok kak, itu kok...."
"Kenapa gue yang jemput lo? Lo mau nanya gitu kan?" ucap Alan memotong kalimat Cinta.
Cinta mengangguk sambil tersenyum sungkan.
Alan membalas senyum Cinta. "Maya yang nyuruh gue jemput lo, kalo lo nanya Barra kemana, jawabanya gue gak tahu."
KAMU SEDANG MEMBACA
BARRACINTA
Teen FictionBarra Adijaya, sosok lelaki tampan yang menutup dirinya soal cinta ataupun hubungan sejenisnya. Suatu kejadian telah membuatnya menutup hatinya bagi gadis manapun. Bukan hanya karena pernah terluka begitu dalam, tapi juga sebuah kata "janji" yang ma...