10

20 4 4
                                    

Semua makhluk hidup yang ada di bumi butuh cinta,
Tapi jika cinta berujung menyakitkan,
kepada siapa ia akan pulang?



Matahari perlahan mulai terik saat seorang gadis duduk melamun di pinggir lapangan. Sedari tadi yang dilakukanya hanya diam sambil sesekali matanya menyapu ke seluruh lapangan.

Di depan sana terlihat beberapa siswa sedang berebut bola untuk dimasukkan ke dalam ring, berlomba lomba memperoleh skor terbanyak.

Di sebelah kanannya, sahabatnya, Beni, juga sedang asyik bertanding badminton dengan salah seorang teman sekelasnya.

Dan, gadis itu sama sekali tidak tertarik untuk bergabung.
Entah kenapa, pelajaran olahraga kali ini terasa sangat membosankan baginya.
Eh ralat, sebenarnya bukan hari ini saja.

Sedari kecil, Cinta memang kurang menyukai olahraga, ia ingat dulu saat ayahnya belum sesibuk sekarang, ia sering sekali diajak naik sepeda keliling komplek, atau biasanya pagi pagi sekali ayahnya akan membangunkannya untuk diajak lari pagi, tapi gadis itu selalu malas malasan, bahkan, ada kalanya ia menolak ajakan itu dengan alasan masih mengantuk.

Dan sekarang, Cinta merasa sedikit menyesal pernah menolak ajakan ayahnya, karena semenjak kematian ibunya, dan kedatangan dua orang baru dirumahnya itu, ayahnya menjadi orang yang super sibuk. Jangankan mengajak lari pagi, sarapan bersama saja tidak pernah.

Dia jadi teringat kata kata ayahnya dulu, ayahnya pernah bilang, sesibuk apapun, ayahnya akan meluangkan waktu untuk mengajak Cinta berolahraga, katanya biar sehat, gak gampang sakit. Tapi sepertinya hal itu sudah tidak mungkin lagi dilakukan. Mungkin bisa dibilang mustahil untuk dilakukan, mengingat ayahnya yang tidak pernah ada di rumah.

Dan itu salah satu alasan utama mengapa gadis itu tidak menyukai olahraga. Jangankan suka, mengerti saja tidak. Cinta akui, ia lemah jika menyangkut olahraga. Materinya saja ia tak paham, apalagi jika disuruh praktek. Dia pasti akan memperoleh nilai paling kecil diantara teman sekelasnya.

Tapi walaupun begitu, biasanya gadis itu akan tetap bergabung.
Namun kali ini dia sama sekali tidak ada niat untuk bergabung.

Pikirannya masih dipenuhi dengan  sosok yang sama seperti semalam.

Ya, Barra.

Entah kenapa gadis itu belum bisa tenang jika belum mendapat kabar dari cowok itu. Dia juga bingung, kenapa dia harus sekhawatir itu pada orang yang baru saja dikenalnya?

Apa dia jatuh cinta pada Barra?

Ah, tidak. Itu tidak mungkin. Cinta segera menampik hal itu dari pikirannya. Ia sama sekali tidak percaya tentang cinta pada pandangan pertama. Menurutnya, itu mustahil. Baginya hanya orang orang bodoh yang bisa melakukan itu.

Bayangkan saja, baru pertama kali bertemu, berkenalan, dan bertatap muka, lalu jatuh cinta?

Bagi Cinta itu sangatlah bodoh.

Bagaimana tidak? Kita belum tau bagaimana sifatnya, perilakunya, kebiasaanya, keluarganya, teman temanya, atau mungkin juga kebaikan dan keburukannya.

Beruntung jika jatuh cinta dengan orang yang baik, tapi bagaimana kalau ternyata dia preman? Atau narapidana? Atau mantan pembunuh? Apakah cinta sebodoh itu?

Jawabanya, tidak. Cinta tidak sebodoh itu untuk jatuh cinta. Ia sangat pemilih dalam menentukan sesuatu.

Jangankan pasangan, dalam hal makanan saja gadis itu sangat pemilih. Tak jarang, ia menunjukkan aksi memalukan setiap kali membeli makanan di supermarket. Jika kebanyakan orang asal comot makanan yang tersedia, Cinta justru sibuk membandingkan merk satu dengan yang lain. Mana yang isinya lebih banyak, enak, dan yang pasti, murah.
Gadis itu bisa memakan waktu berjam jam hanya untuk membeli makanannya. Bukan tanpa alasan Cinta melakukan itu, gadis itu hanya tidak mau terlalu boros, apalagi menghamburkan uang untuk sesuatu yang tidak berguna. Dia akan lebih memilih untuk menyumbangkannya untuk anak jalanan yang selama ini ia bantu.

BARRACINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang