Keadaan jalanan malam ini cukup sunyi. Hanya terlihat beberapa kendaraan yang masih melaluinya. Tidak aneh sebenarnya jika melihat waktu yang sudah hampir tengah malam.
Dan sekarang, Cinta sedang menuju jalan pulang bersama Barra berboncengan naik motor.
Bisa dibayangkan bagaimana rasanya naik motor tengah malam seperti ini?
Ya, sangat dingin. Sweater yang dipakainya tidak bisa menghindarkannya dari hawa dingin yang menusuk sampai ke tulang
Ditambah lagi rumahnya masih jauh. Dan Cinta sangat lapar, ditambah kedinginan. Ia butuh sesuatu yang bisa menghangatkan tubuhnya.
Sampai akhirnya dia menemukan sesuatu. Segera ia menepuk pundak Barra untuk menghentikan motornya.
"Barr..berhenti sebentar! Plissss!"
Barra yang sedang fokus mengendarai motornya sedikit terkejut dengan teriakan gadis dibelakangnya itu.
"Apalagi sih? Gak usah mampir mampir. Gue capek. Ngantuk. Pengen cepet pulang."
"Plisss sebentar aja deh! Lo liat deh di seberang jalan itu, gue mau beli! Nanti gue traktir deh!" ucap Cinta tak henti memohon.
Mata Barra melihat ke seberang jalan tepat di sebelah kiri. Kira kira sekitar lima meter dari tempatnya berhenti.
"Lo kalo gak niat traktir mending gak usah deh!"
"Gue niat kok, ayolah sebentar aja!" ucap Cinta semakin memelas.
"Yang bener aja? Lo mau traktir gue mi rebus? Yaelah timbang mi rebus doang bikin sendiri di rumah juga bisa kali!" ucap Barra seraya menghidupkan mesin motornya.
Cinta turun dari motor kemudian mematikan mesin motor. Mengambil alih kunci motor Barra.
"Pliss..lo gak kasihan apa sama penjualnya, liat tuh udah kakek kakek, jam segini masih jualan. Ayo kita beli, kasihan!"Barra menghela nafas kasar.
"Lo serius mau makan disana? Di pinggir jalan gitu lagi, belum tentu bersih!"Cinta menarik tangan Bara, memaksa cowok itu turun dari motor.
"Makanya coba dulu."Barra pasrah mengikuti Cinta menuju kakek penjual mi rebus. Sesampainya disana, Barra hanya bisa diam sambil mengamati gerobak disampingnya itu.
Memang jika dilihat gerobak itu bersih, tapi tetap saja Barra masih was was.
Setelah memesan, Cinta duduk disamping Barra.Tersenyum ke arah cowok tampan bermuka masam itu. Tapi gadis itu tak menghiraukanya. Ia asyik mengamati kakek tua berbaju batik lusuh yang sedang membuatkan mie pesananya.
"Kakek udah lama jualan?"Kakek berambut putih itu menoleh.
"Sudah, neng! Kira kira sudah 15 tahunan."Cinta menganggukkan kepalanya.
"Mulai jualanya jam berapa kek?"Kakek itu tersenyum.
"Biasanya jam 6 sore bisa sampai subuh kalau belum laku."Cinta tersenyum iba. "Hari ini sudah laku berapa kalo boleh tahu, kek?"
Kakek itu tersenyum lagi.
"Belum laku sama sekali. Baru eneng sama masnya yang beli."
Barra yang mendengar percakapan Cinta dengan penjual mie rebus itu seketika tersentil hatinya. Seorang kakek tua yang mungkin usianya sudah diatas enampuluh tahun itu masih sangat semangat mencari nafkah.
Dimana anaknya?Bukankah seharusnya kakek itu sudah beristirahat?
Melihat fisik kakek yang sudah renta itu,mestinya ia tak lagi harus bersusah payah mendorong gerobak sebesar itu. Apalagi masih harus berkeliling, bahkan sampai subuh?
Barra menggelengkan kepalanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
BARRACINTA
Fiksi RemajaBarra Adijaya, sosok lelaki tampan yang menutup dirinya soal cinta ataupun hubungan sejenisnya. Suatu kejadian telah membuatnya menutup hatinya bagi gadis manapun. Bukan hanya karena pernah terluka begitu dalam, tapi juga sebuah kata "janji" yang ma...