P R O L O G

329 36 44
                                    

.......
“MasyaAllah. Aime, calon mantunya Om yang menawan kaya Princess Elsa, bisa nggak ngomongnya nggak usah berbelit-belit gitu?” Taka kelewat gemas dengan Aime yang sepertinya memang mengulur waktu. “Om kayaknya berubah pikiran deh buat restuin kamu sama Hiro. Kamu aja nggak pro gini sama calon mertua. Dah ah mending putus aja kalau gitu,” lanjutnya pura-pura kesal.

“Plis deh, Om. Nggak usah sok-sokan ngancem segala. Disini pihak yang paling butuh siapa emang? Om Taka, ‘kan? Jadi Om Taka nurut aja apa kata Aime.” Bukan Aime namanya kalau tidak lihai dalam berbicara.

Taka pusing. Kapan negosiasi ini berakhir, Ya Allah? Mau dapetin id line orang aja susahnya kaya mau tes cpns. Kurang lebih begitu batin Taka.

“Oke, oke. Yaudah kalau gitu buruan bilang Om Taka harus ngapain. Nggak usah berbelit-belit, ya!”

Aime menahan kekehan di bawah napasnya. Setelah berdeham singkat, gadis itu berkata. “Syaratnya nggak macem-macem kok, Om.”

“Iya. Apaan?”

“Om Taka harus janji sama Aime kalau...”

“Apaan, sih?” Taka sudah penasaran.

“Om Taka nggak boleh maen tangan lagi sama Hiro.”

Taka terdiam sejenak. Kalimat Aime begitu menohoknya jika boleh jujur.

“Om Taka nggak boleh kasarin Hiro dalam bentuk apapun. Dia itu anaknya Om sendiri, jadi nggak seharusnya Om Ta―”

“Oke, oke. Om Taka udah paham. Nggak usah dilanjutin,” potong Taka sebelum Aime sempat menyelesaikan kalimatnya. Bukannya apa-apa. Dia tidak ingin mendengar kelanjutan kalimat Aime karena itu akan menyakiti hatinya sendiri. Dia benar-benar menyesal jika ingat pernah kelepasan emosi sampai harus memukul anak semata wayangnya itu.

Aime menganggukkan kepalanya dua kali. “Oke. Aime yakin Om Taka paham. Dan syarat kedua adalah... Om Taka harus janji kalau Om Taka nggak bakal ngerusuhin kita pacaran lagi.” Aime mendadak cemberut. “Om Taka berlebihan tahu nggak, sih? Segitu nggak percayanya sama anak sendiri sampai-sampai suka buntutin kita pas lagi jalan berdua.”

Ya, bagaimana, ya? Sejujurnya sih Taka punya alasan kenapa dia begitu. Bukannya tidak percaya. Dia hanya... ya begitulah. Hanya takut jika anaknya macam-macam di luar sana.

“Plis ya, Om. Buang jauh-jauh deh pikiran negatif Om Taka. Kita pacarannya nggak aneh-aneh kok, jadi Om Taka nggak usah khawatir,” papar Aime, “trus juga ya... nggak usah nyuruh-nyuruh orang lain buat buntutin kita. Jangan dipikir Aime nggak tahu ya.”

Taka hampir tersedak ludahnya sendiri. Yang dikatakan Aime memang tidak salah, sih. Sekali lagi, alasannya ya karena dia tidak ingin Hiroki macam-macam di luar pengawasan dirinya. Lagipula, kalau boleh jujur sih sebenarnya Taka belum ridho kalau Hiroki punya pacar. Belum ikhlas saja rasanya.

“Oke. Om Taka bakal penuhi syaratnya,” jawab Taka pada akhirnya.

“Siiippp. Sekarang tinggal bilang sumpahnya ya.”

Apa lagi ini, Ya Allah? Taka hanya bisa mengelus dada. “Kenapa seribet ini sih, Naaaak?”

“Sssstt. Nggak usah bawel. Pokoknya Om Taka harus bilang gini... Saya Takahiro Moriuchi berjanji sepenuhnya buat nggak akan pernah mukul anak saya lagi yang bernama Hiroki Moriuchi. Nggak akan macem-macem lagi. Nggak akan gangguin dia pacaran lagi. Termasuk dengan nggak akan nyuruh-nyuruh orang lain buat ngikutin dia lagi. Kalo nggak bilang gitu, nggak akan Aime kasih id line-nya.”

Demi id line seorang ibu guru cantik yang akhir-akhir ini dia taksir, Taka harus berjanji seperti itu. Oke, karena memang dia serius dengan niatnya, jadi dia tidak mau berlama-lama lagi. Dengan dua jari telunjuk dan jari tengah yang membentuk huruf V, dia berujar dengan lancar. “Saya Takahiro Moriuchi berjanji sepenuhnya buat nggak akan pernah mukul anak saya lagi yang bernama Hiroki Moriuchi. Nggak akan macem-macem lagi. Nggak akan gangguin dia pacaran lagi. Termasuk dengan nggak akan nyuruh-nyuruh orang lain buat ngikutin dia lagi.”

Aime tersenyum puas. Tak berselang lama gadis itu mengeluarkan ponsel dari balik saku blazernya. Oke, barter dimulai.

🍃

Akira mendadak kehilangan selera makan ketika melihat siapa yang mengiriminya pesan. Masato yang duduk di kursi seberangnya sedikit mengernyitkan kening ketika menyadari perubahan raut wajah Akira. Sejak perempuan itu terlihat mengotak-atik ponselnya, dia jadi sedikit penasaran kiranya siapa yang mengirim pesan.

“Siapa, Ra?”

Akira sedikit mendongak sehingga tatapan mereka bertemu. Tersenyum tipis, perempuan itu menjawab. “Orang iseng suruh ngirimin pulsa, Mas. Katanya lagi di kantor polisi,” dustanya.

Masato terkekeh mendengarnya. “Nggak usah ditanggepin udah,” sarannya.

“Ini juga gitu kok, Mas,” balas Akira sambil tersenyum hambar. Di waktu yang bersamaan, tiba-tiba ponselnya berkedip lagi. Satu pesan baru muncul di notification bar. Kemudian sepersekian detik setelahnya muncul pesan-pesan baru lagi yang beruntun.

Taka
Ibu guru cantik kok line saya gak dibales sih?
Lagi sibuk ya?
Ngomong-ngomong udah makan malem belum sekarang?
Buruan makan gih
Jangan sampe telat makannya yaa
Nanti kalo sakit kan saya yg repot
Hehehe

Akira mual sendiri membaca rentetan pesan itu. Dalam hati dia sibuk mendumal. Apaan, sih? Alay banget jadi orang!

Akhir-akhir ini Taka benar-benar mengacaukan hari-harinya. Tidak di media sosial, tidak di kehidupan nyata, duda satu anak itu benar-benar membuat dirinya harus banyak-banyak merapal istighfar. Astagfirullah. Bahkan Akira lebih memilih untuk tetap single daripada harus menanggapi bualan Taka yang tidak penting itu. Aduh!

Sementara di waktu yang bersamaan namun di tempat yang berbeda, Taka sedang senyum-senyum sendiri di depan ponselnya. Akira memang tidak membalas satupun pesannya, tapi entah kenapa rasanya dia ingin tersenyum saja.

“Papa ngapain senyum-senyum sendiri? Lagi janjian sama jamet yang mana lagi?” curiga Hiroki sambil memasang wajah tak suka.

Taka pura-pura tidak mendengar pertanyaan Hiroki dan tetap sibuk dengan aksi senyum-senyum tidak jelasnya. Sadar dengan apa yang dipikirkannya, Taka lantas membatin dalam hati.

Apa iya gue serius naksir dia? Trus kalo iya, gimana dong?

🍃

Sabaarrr. Ini masih prolog. Jangan bully aku dulu :)))))))

Growing Up (Vol. 02)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang