Semesta seolah berkonspirasi untuk membuat Akira dimakan rasa jengkel. Bagaimana tidak, laki-laki yang akhir-akhir ini meriweuhkan dirinya itu kini sedang mencekal erat pergelangan tangannya.
"Lepasin, nggak?! Saya bakal teriak ya kalau kamu nggak lepasin tangan saya!" ancam Akira karena kelewat kesal.
"Bu, ini saya cuma ngajakin Ibu pulang bareng loh, bukannya mau nyulik trus mutilasi Ibu," balas Taka santai dan masih memegang erat pergelangan tangan Akira. Menuntun perempuan itu ke arah mobilnya.
Akira masih berusaha untuk meloloskan pergelangan tangannya dari Taka, namun sial karena tenaganya tidak cukup kuat. "Kamu maksa saya buat pulang bareng padahal saya nggak mau. Ini penculikan namanya. Kalau kamu masih nggak mau lepasin tangan saya, saya bak―"
Taka berhenti tiba-tiba sehingga Akira tanpa sengaja menabrak bahunya. Perempuan itu sedikit meringis karena terkejut. "Bu cantik mau diem atau mau saya cium?" Taka meloloskan sebuah ancaman mesum sebelum Akira sempat menyelesaikan kalimatnya.
Akira mengerjapkan matanya beberapa kali. Dan sebagai bentuk respon yang alamiah, pipi perempuan itu memerah. Perpaduan antara rasa malu dan kesal. Dia geram dengan Taka. Apa sih dosanya sampai harus dipertemukan dengan si menyebalkan nan mesum seperti Taka?
Melihat Akira yang seketika terdiam, seringaian Taka terbit begitu saja. "Kalau ternyata itu yang bisa ngebikin Ibu diem, lain kali saya mau ngancem Ibu pake kalimat itu lagi ah," ujarnya terang-terangan.
Lain kali, ya? Tapi tidak akan ada lain kali. Karena setelah ini Akira tidak akan pernah melibatkan dirinya dengan laki-laki sinting itu lagi. Tidak. Tidak akan pernah!
"Nah, sekarang Ibu masuk mobil ya. Aman kok kalau sama saya," ucap Taka lagi kemudian membukakan pintu mobilnya. Mempersilahkan sang tuan puteri untuk segera masuk ke dalam. Akira bersikukuh tidak mau. Perempuan itu bahkan tidak mau menggerakkan kakinya selangkah pun. Namun melihat Taka yang terus menyeringai seperti itu membuat Akira mau tidak mau melangkahkan kakinya. Dia masuk ke dalam mobil Taka dengan terpaksa. Amat terpaksa.
Setelah memastikan Akira masuk mobilnya, Taka pun ikut masuk melewati pintu sebelah. Akira sempat melirik Taka lewat ekor matanya, namun pada detik selanjutnya dia membuang muka. Kesal jika harus bertemu tatap dengan duda satu anak yang tukang paksa itu. Ck, tahu begini, dia tadi tidak akan menolak tumpangan Masato tadi. Jika saja tadi dirinya mengiyakan ajakan pulang bersama Masato, pasti dia tidak akan dihadang oleh Taka di jalan. Kkkh, penyesalan memang selalu tertinggal di belakang.
"Eh, eh, eh, mau ngapain kamu?!" Akira panik. "Jangan deket-deket sama saya ya!" Mata perempuan itu melotot horor ketika Taka mempersempit jarak dengannya secara tiba-tiba. Sumpah ya, dia paling benci dengan adegan seperti ini. Ini benar-benar drama. Dan sialnya, kenapa dia harus mengalami adegan drama termemuakkan seperti ini?
Lagi-lagi Taka tersenyum menyeringai, "Menurut Ibu saya mau ngapain?" tanyanya sambil memiringkan kepala.
Mata Akira berkedip beberapa kali. Dengan jarak yang kira-kira hanya 25 sentimeter, apa yang akan Taka lakukan padanya? Kenapa posisinya jadi tidak enak begini? Kenapa tiba-tiba wajah Taka ada di hadapannya dengan jarak sedekat ini? Aduh. Mendadak pikiran Akira jadi horor sendiri. Tidak, tidaaak. Tanpa sadar dia menggelengkan kepalanya sendiri beberapa kali. Dan ketika Taka semakin mempersempit jarak, Akira buru-buru menundukkan kepala sambil melindungi bagian depan tubuhnya dengan tas kerja. Tidak lupa memejamkan matanya erat-erat.
Melihat hal itu, Taka hanya bisa menahan tawa geli. Aduh. Akira begitu menggemaskan di matanya. Cara bicaranya yang cenderung ketus. Lirikan matanya yang tajam. Ekspresi terkejutnya yang lucu. Dan semuanya. Entah mendapat bisikan dari mana ketika tiba-tiba dirinya menginginkan Akira lebih dari itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Growing Up (Vol. 02)
FanfictionSeiring berjalannya waktu, kita akan terus tumbuh dengan berbagai macam perasaan yang menyertai. Sesekali membenci, sesekali menginginkan pergi, kemudian mencintai setengah mati. Begitulah hidup. Ini kisah mereka, keluarga mereka. Tentang bagaimana...