“NGGAK MAU TAU YA, POKOKNYA HIRO NGGAK SUKA!” Pulang-pulang bukannya mengucapkan salam, Hiroki malah mendumal tak karuan. “HIRO NGGAK PERNAH SETUJU PAPA DEKETIN CEWEK MANAPUN. NGGAK TERKECUALI BU AKIRA!”
“Emangnya kapan sih kamu pernah suka kalau Papa deketin cewek?” balas Taka menyindir.
“Ya pokoknya yang ini Hiro lebih nggak suka. Titik!”
“Kan emang yang suka Papa, bukan kamu. Gimana sih kamu, Ki?” Taka masih ngotot.
Toru yang awalnya tengah serius dengan ponselnya, kini mengerutkan kening tidak mengerti. Tiba-tiba saja pasangan anak dan ayah kandungnya itu bertengkar sejak pertama menginjakkan kakinya masuk ke dalam rumah. “Salam, woy, salam! Permisi kek, apa kek. Masuk rumah orang nyelonong gitu aja. Nggak sopan,” kelakar Toru memprotes pasangan bapak dan anak itu.
Hiroki melempar tasnya sembarangan. Tidak lama kemudian, pemuda berumur limabelas tahun itu mendudukkan dirinya di sebelah Toru. Dia butuh yang dingin-dingin, untuk mendinginkan kepalanya, makanya dia mendekat ke samping Toru. Kan orang-orang sering bilang jika Toru itu dingin. Eh? Tidak nyambung, ya? Ya begitulah pokoknya.
Malas berdebat, akhirnya Hiroki bersuara. “Assalamu alaikum, Daddy. Ini anak Daddy udah pulang,” kata Hiroki kemudian tersenyum palsu.
“Waalaikum salam, anak Daddy yang ganteng,” balas Toru.
Taka tidak mau kalah. “Assalamu alaikum, Daddy Apiiiin. Ini Papa Taka udah pulang,” ucap Taka sok manis. Senyumnya dimanis-maniskan pula. Aduh, Toru menatapnya dengan ekspresi wajah kesal, jijik dan gemas ingin memukul kepalanya begitu.
“Eh muka lo, Tak! Biasa aja nggak usah dimanis-manisin gitu ya. Lama-lama gue lempar juga badan lo ke jalanan. Biar digencet sama tayo sekalian,” omel Toru kelewat gemas, “eh waalaikum salam,” lanjutnya mengingat bahwa salam Taka tadi belum dia jawab.
Taka tertawa saja mendengarnya, berbanding terbalik dengan Hiroki yang masih memanyunkan bibirnya ke depan sejak tadi.
“Si tayo mah bis kecil ramah. Nggak berani dia macem-macem sama gue,” jawab Taka kemudian terkekeh.
Aduh, Hiroki makin pusing mendengar pembicaraan yang tidak bermutu ini. Berdiri dari sofa, pemuda itu berpamitan pada Toru. “Dad, Hiro ke kamar dulu ya.”
Toru langsung mengangguk dan Hiroki mengambil satu langkah.
“Eh dasar marmut albino ya. Disini ada Papanya, yang dipamitin cuma Daddy-nya doang,” protes Taka.
“Bodo!” jawab Hiroki ketus kemudian melangkahkan kakinya lagi. “Denger ya, Pa. Pokoknya Hiro nggak suka sama Bu Akira. Titik!” lanjut Hiroki tanpa menoleh ke belakang.
Sepeninggal Hiroki, Toru kembali mengernyit bingung. “Akira siapa, sih? Kalian ngomongin siapa?”
“Itu loh, guru BK-nya Hiro. Yang cantik-cantik galak itu.”
Toru terlihat mengingat-ingat sosok yang menjadi inti pembicaraan mereka. Karena pernah beberapa kali datang ke sekolah Hiroki untuk mengurus sesuatu, Toru pikir mungkin dia pernah bertemu perempuan itu. “Ah! Gue inget, gue inget,” seru Toru setelah berhasil mengingat dalam waktu kurang lebih tujuh detik. “Yang kulitnya putih trus rambutnya pendek itu, ‘kan?” lanjutnya.
Taka mengangkat jari telunjuknya, “Bingo!”
“Trus lo suka sama dia gitu?”
Belum sempat Taka menjawab, Tomoya sudah lebih dulu bersuara. “Siapa yang suka siapa?” tanyanya yang baru saja masuk ke dalam rumah. Meletakkan barang belanjaan di atas meja, laki-laki yang paling tua diantara ketiga sohibnya itu segera duduk di sebelah Taka. Tidak lama kemudian Ryota datang dan segera bergabung. Ngomong-ngomong, mereka berdua memang baru saja berbelanja. Persediaan bahan makan di rumah mulai menipis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Growing Up (Vol. 02)
FanfictionSeiring berjalannya waktu, kita akan terus tumbuh dengan berbagai macam perasaan yang menyertai. Sesekali membenci, sesekali menginginkan pergi, kemudian mencintai setengah mati. Begitulah hidup. Ini kisah mereka, keluarga mereka. Tentang bagaimana...