Setelah serangkaian acara pernikahannya selesai, Taka langsung memboyong Akira untuk tinggal bersama di rumahnya. Rumah besar yang awalnya mirip kos-kosan laki-laki itu sekarang sudah bertambah penghuni. Mulai sekarang dan seterusnya, Tomoya tidak perlu khawatir lagi seandainya dia tidak bisa datang ke rumah Taka cepat-cepat. Dia tidak perlu khawatir lagi siapa yang akan memasakkan makan malam Hiroki seandainya dia sedang tidak bisa pulang ke rumah Taka. Dia juga tidak perlu khawatir lagi soal isi kulkas di rumah Taka. Sebab sekarang Taka sudah memiliki ibu negara yang pasti akan mengatur segala kebutuhan logistik rumahnya dan juga kebutuhan lainnya.
Taka yang awalnya terduduk di ranjang sambil bermain ponsel tiba-tiba mengingat pembicaraannya dengan Papa Akira tadi. Ehm, Papa mertua maksudnya.
“Mulai sekarang Akira adalah tanggung jawab kamu, bukan Papa. Kalau dia butuh apa-apa, dia mintanya ke kamu, bukan ke Papa lagi. Kamu siap, ‘kan?”
Taka mengangguk paham. “Siap, Pa.”
“Taka... bagi seorang laki-laki, berumah tangga itu sama seperti memikul semua beban dan tanggung jawab. Itu benar. Tapi kalau Papa boleh ngasih tahu, kamu jangan jadi orang egois. Kamu memang kepala keluarga. Kamu punya tanggung jawab yang besar untuk keluarga kamu. Tapi jangan semua kamu pikul sendirian. Kamu nggak akan kuat.”
Taka masih mendengarkan nasihat Papa mertuanya dengan serius.
“Kamu boleh merasa bahwa ini semua adalah tanggung jawab kamu. Tapi alangkah baiknya kalau kamu membagi semuanya dengan istri kamu. Saling berbagi dan komunikasi yang baik adalah hal yang penting. Papa yakin kamu ngerti dengan apa yang Papa omongin.”
“Iya, Pa. Taka mengerti.”
“Taka, Papa nggak akan bilang bahwa rumah tangga kalian harus selalu bahagia dan bla bla bla. Enggak. Karena nggak ada kehidupan rumah tangga yang nggak pernah kena ujian. Nggak ada kehidupan rumah tangga yang selalu bahagia tanpa sedikit pun cobaan. Sekecil apapun itu, akan selalu ada cobaan dalam kehidupan berumah tangga,” ujar Papa Zaki lagi menasihati. “Tapi Papa percaya kalian pasti akan sanggup untuk melewatinya. Papa percaya kalian berdua adalah orang-orang yang kuat. Jadi, Taka, tolong jaga kepercayaan yang Papa kasih ke kamu. Jadilah imam keluarga yang bijak untuk istri dan anakmu.”
Taka menundukkan kepala. Sambil meremas tangannya sendiri, Taka sudah memantapkan niat dari dalam hati. “Taka akan jaga kepercayaan Papa. Taka akan belajar untuk jadi kepala keluarga yang baik, Pa. Taka akan menjaga keluarga Taka sebaik yang Taka bisa.”
Papa Zaki menganggukkan kepala. “Papa nggak akan ikut campur dalam urusan rumah tangga kalian. Tapi kalau kalian butuh saran dan nasihat Papa, kalian bisa datang ke Papa kapanpun.”
“Terimakasih banyak, Pa, terimakasih.”
Dua laki-laki berbeda generasi itu saling memeluk singkat satu sama lain. “Nah, sekarang kamu boleh bawa Akira pulang ke rumah kalian. Papa titip Akira sama kamu, Ka. Jaga dia baik-baik. Ajari dia jadi istri yang benar untuk kamu. Ajari dia jadi ibu yang benar juga untuk Hiroki. Doa Papa dan doa kami semua selalu menyertai kalian.”
Ah, Taka tidak bisa menahan diri untuk tidak menangis jika sudah begini.
“Kamu laki-laki, kamu seorang Papa. Jadilah panutan yang baik untuk Hiroki, Nak,” bisik Papa Zaki lagi sebelum melepas pelukannya pada Taka.
Taka tersenyum di tengah tangis harunya. Ternyata jika semesta merestui, akan sebahagia ini rasanya. “Sekali lagi terimakasih banyak, Pa. Terimakasih karena mau nerima Taka yang udah kayak begini. Terimakasih karena Papa juga peduli sama Hiroki.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Growing Up (Vol. 02)
FanfictionSeiring berjalannya waktu, kita akan terus tumbuh dengan berbagai macam perasaan yang menyertai. Sesekali membenci, sesekali menginginkan pergi, kemudian mencintai setengah mati. Begitulah hidup. Ini kisah mereka, keluarga mereka. Tentang bagaimana...