24 | Insiden Merah Berry

190 33 64
                                    

“Assalamu alaikum!” seru Taka dengan riang ketika memasuki rumahnya.

“Waalaikum salam,” jawab Hiroki dan Toru hampir bersamaan. Meski begitu, mereka enggan menolehkan kepalanya untuk melihat siapa yang datang. Toh mereka sudah hapal dengan suara itu.

“PS terus, PS terusss!!” sindir Taka seraya mendudukkan dirinya di atas sofa dengan segera.

“Daddy ngalah kek sama Hiro! Masa dari tadi Hiro kalah mulu. Ck, Daddy ah nggak sayang sama Hiro. Nggak mau ngalah.” Bukannya menggubris kedatangan Papanya, Hiroki malah sibuk memprotes Toru karena laki-laki bertubuh atletis itu selalu mengalahkan dirinya sejak tadi.

“Ya nggak seru lah kalau Daddy ngalah terus sama kamu. Ayok makanya yang serius mainnya biar bisa ngalahin Daddy. Katanya kamu pinter kaya Daddy,” balas Toru menyemangati.

“Oke, siapa takut!” Hiroki menerima tantangan Toru.

Mendengar hal itu, Taka hanya bisa menggelengkan kepalanya beberapa kali. Laki-laki dengan anting di kedua telinganya itu lantas mengangkat kakinya ke atas sofa. Merebahkan dirinya disana, ia lantas mengambil ponsel yang dia sakukan di kantong celananya. “Apa menu makan malam kita hari ini?” tanyanya entah pada siapa.

Dari arah dapur tercium aroma lezat yang menggiurkan. Entah apa yang Tomoya masak, itu selalu jadi menu favorit mereka. Meski rumah ini dihuni tanpa seorang perempuan, itu tidak akan membuat mereka mati kelaparan. Sebab Tomoya selalu bisa diandalkan untuk urusan dapur. Ya meskipun laki-laki itu memiliki keluarga sendiri di rumah, dia tidak akan melupakan kewajibannya untuk datang ke rumah ini demi membuatkan hidangan untuk anak kesayangannya, Hiroki.

Tentu masih ingat kan jika para Ayah non biologisnya Hiroki memiliki tugas masing-masing? Ya, benar sekali. Sementara Tomoya yang memiliki tugas untuk urusan dapur, Ryota yang bertugas sebagai jasa transportasi. Laki-laki bertubuh kurus itu lah yang memiliki tugas untuk mengantar-jemput Hiroki ke sekolah. Sementara Toru, si muka Gachapin itu yang bertanggung jawab untuk urusan akademik Hiroki.

Taka?

Yah. Dia yang berjasa untuk membuat Hiroki ada.

Dan tolong jangan bayangkan jika Taka yang akan bertanggung jawab untuk urusan akademik Hiroki. Sudah pasti geger dunia persilatan kalau sampai hal itu terjadi.

“Lo dari mana, Tak?” tanya Toru tanpa menjawab pertanyaan Taka barusan.

Bukannya menjawab, Taka hanya senyum-senyum sendiri di depan ponselnya.

“Biasa kali, Dad. Ngejamet,” jawab Hiroki ringan. “Daddy kayak nggak tahu aja tabiatnya Papa. Emang selain nyanyi, Papa bisa apa lagi selain ngoleksi jamet-jamet dari tanah seberang? Nggak ada.”

Sekali lagi Taka hanya senyum-senyum tidak jelas. Ya, tidak sepenunya salah sih perkataan Hiroki. Tapi bukan berarti Akira adalah bagian dari jametnya. NOOO!! BIG NOOO!! Akira itu berbeda, kasus khusus bagi Taka. Tapi ya memang setelah mengantar Akira pulang tadi, Taka menyempatkan diri untuk bertemu dengan jametnya. Entah Stella atau Sophia, Taka hampir-hampir tidak bisa membedakannya karena mereka cukup mirip. Entahlah.

“Kepo lo, Pin!” balas Taka kemudian terkekeh. Tangannya masih tidak mau lepas dari ponsel berwarna hitam itu. Entah sedang mengetik apa.

“Ya gimana yaa.. silent is golden, but kepo is diamond,” jawab Toru masih dengan tanpa melirik Taka.

Tiba-tiba Hiroki tertawa mendengar Daddy-nya mengumandangkan kalimat itu. “Daddy kenapa bisa tahu kalimatnya Chichi?”

Toru balas tertawa. “Serius itu kalimatnya Chichi? Daddy dapet juga dari instagram kapan hari.”

Growing Up (Vol. 02)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang