40 | Tentang Perasaan Mereka

221 26 133
                                    

Taka itu sebenarnya laki-laki yang baik, hanya saja kebanyakan gaya. Suka menggoda dan modus tidak jelas. Tapi anehnya, Akira suka jika Taka mengeluarkan candaan garingnya yang jelas-jelas tidak bermutu. Sejujurnya Akira mulai sedikit bisa menerima Taka, toh jika di dekat laki-laki itu dia deg-degan juga. Tapi jika ingat foto di instagramnya waktu itu dan juga penjelasan Rose, Akira merasa kesal.

Cemburukah? Entahlah. Mungkin hanya karena dia tidak terima.

"Heh, kamu!"

"TA-KA. T-A-KA. MAS TAKA. MAS-TA-KA," eja Taka soal namanya, "Coba panggil begitu. Saya bukan tayo kali, Bu. Jadi jangan hah-heh-hah-heh gitu. Emang sesulit itu ya buat manggil nama saya?"

Ini mungkin perkara sederhana, hanya soal memanggil nama. Tapi kalau boleh jujur, ini memang sedikit sulit untuk Akira. Dia sulit memanggil laki-laki di sebelahnya itu dengan sebutan nama.

"Ck, udah cepetan nyetirnya. Saya males barengan terus sama kamu. Pengen cepet-cepet nyampek rumah."

Padahal biasanya orang yang berbicara seperti itu justru merasakan hal yang sebaliknya.

"Emang kenapa sih Bu Akira nggak pernah mau manggil nama saya? Apa saya perlu ganti nama jadi Theo James dulu biar Bu Akira mau panggil nama saya?" Taka masih memprotes sambil mengemudi.

Kening Akira mengernyit. "Siapa Theo James?"

"Ah, Bu Akira mainnya kurang jauh," gurau Taka, "itu lho yang main di film Divergent. Yang gantengnya sebelas duabelas sama saya itu," lanjutnya sombong.

Akira jelas melengos.

"Bu Akira katanya mau kan temenan sama saya. Masa orang temenan nggak pernah manggil namanya, cuma hah-heh-hah-heh gitu. Kan nggak sopan." Taka masih saja mempermasalahkan soal Akira yang enggan memanggil namanya. "Ayo dong, Bu. Masa Bu Akira setega itu sama saya?" lanjutnya lagi.

Aduuuuh. Kenapa sih Taka harus sealay itu??? Akira heran luar biasa.

Taka lantas menoleh ke samping. Memperhatikan Akira yang hanya memainkan kuku-kuku jarinya sambil menunduk. Laki-laki itu menahan kekehan di bawah napasnya. Kenapa sih Akira harus selucu dan semenggemaskan ini? Pikirnya dalam hati.

Mobil yang mereka tumpangi masih melaju di jalanan luas. Melewati gedung-gedung pencakar langit, Taka memacu mobilnya dengan kecepatan sedang. Ya biar tidak cepat sampai rumah. Ah, dan ngomong-ngomong, Taka barusan menjemput Akira pulang dari sekolah. Atas usaha Hiroki―dengan sedikit minta bantuan Chichi, dia bisa membuat Akira pulang bersama Taka. Singkatnya, Hiroki bersekongkol dengan Chichi tadi pagi. Dia meminta Chichi untuk menyuruh Akira berangkat ke sekolah naik bus saja bersama dirinya―dengan begitu dia jadi tidak membawa mobil. Biar nanti pulangnya bisa dijemput Taka. Dan yah, rencana mereka berhasil.

"Bu Akira?" Taka memanggil Akira ketika menyadari perempuan itu jadi melamun sejak sepersekian detik yang lalu.

"Cantika?" Taka memanggil lagi dengan sebutan lain, namun Akira masih belum kembali dari lamunannya.

"Cantikaaaaa???!"

"Iya, Mas?" Latah karena panggilan Taka barusan, Akira menoleh ke arah Taka dengan pandangan blank.

Satu detik.

Dua detik.

Tiga detik.

Akira sadar baru saja mengatakan apa saat melihat ekspresi wajah Taka yang sumringah. Laki-laki itu sedang cengar-cengir sendiri. Astagaaaaa. Akira hanya membuka mulutnya, namun tidak ada suara yang keluar dari sana. Megap-megap sendiri menahan malu.

"M-m-ma...mas..sya Allah! Saya nggak tahu lagi harus gimana ngadepin kamu!" tukas perempuan bermanik sehitam jelaga itu kemudian membuang muka. Telinganya tiba-tiba memanas, pipinya juga. Aaaaaaarghh!!!

Growing Up (Vol. 02)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang