“Sayang, kita kan harusnya honeymoon. Atau minimal jalan kemana gitu kek. Masa di rumah aja sih seharian. Bosen tahu,” rengek Taka sambil bergelayut manja di lengan kiri sang istri. Sementara di sebelah kanan Akira, duduk Hiroki yang juga menyender padanya. Jadi posisinya, Akira diapit oleh Taka dan Hiroki sekarang.
“Hujan, Papaaa. Bunda mager kemana-mana.” Hiroki yang menjawab. Sepasang netra milik pemuda itu masih berfokus pada layar televisi. Sedang serius sekali menonton kartun kuning menggemaskan yang menurut Taka begitu membosankan. Yah, menonton minion lagi. Dan ngomong-ngomong, hari ini memang sedang turun hujan. Cukup deras hingga membuat mereka bertiga tidak bisa pergi kemana-mana.
“Sayang, pergi yuk. Aku bosen di rumah,” ulang Taka masih memaksa.
Akira menghela napas lelah. Suaminya itu benar-benar berlebihan. Sudah tahu hujan, masih saja memaksa untuk keluar rumah. “Hujan, Mas, hujan. Mending di rumah aja aman,” jawabnya menolak.
Huft. Taka kesal. “Ya udah iyaaa. Tapi kita ngapain gitu yuk yang lebih seru.”
“Misalnya?”
“Ya misalnya kita bikinin adek gitu buat Hiro.”
JDERRR!!
Petir tak kasat mata menyambar Akira sehingga membuat wajah perempuan itu memanas. Astagaaa!! Kenapa sih harus dibahas lagi??? Di depan Hiroki pula. Akira kan malu. Maka dengan segera, Akira menyikut Taka yang masih bergelayut di lengannya.
“Papa sama Bunda mau bikinin adek buat Hiro?” Hiroki bertanya polos sambil menoleh ke arah Papa dan Bundanya.
“IYAA!”
“NGGAK!!”
“Kok enggak?”
Akira menggigit bibir bawahnya. Astaga, Hirokiiii. Bisa tidak sih, Nak, kamu pura-pura tuli saja?
“E-eng-enggak sekarang maksudnya,” jawab Akira gelagapan.
“Trus kapan maunya?”
Tidaaaak. Cukup, Hiroki, cukuuuup.
“Papa sih maunya sekarang, tapi Bunda kamu tuh susah banget diajakin. Ck, padahal kan Papa pengen cepet-cepet kasih kamu adek, Ki.”
Toloooong. Akira ingin menenggelamkan dirinya ke dalam bak mandi sekarang juga. Kenapa rahang Taka ringan sekali mengatakan hal ini di depannya?? Dia kan malu. Setengah mati menahan malu.
“Oh, gitu,” Hiroki manggut-manggut. “Ya udah bikin sekarang aja.”
JDERRR!!
Untuk kedua kalinya petir tak kasat mata menyambar Akira.
“Hiro mau ke kamar aja kalau gitu.” Pemuda itu lantas berdiri dari sofa panjang yang semula dia duduki bersama dengan Akira dan Taka.
“Hiroki, nggak boleh!” tahan Akira sambil menyambar pergelangan tangan Akira. “Film-nya belum selesai. Jadi kamu duduk lagi disini, kamu temenin Bunda nonton,” lanjut Akira beralasan dengan wajah memohon.
Hiroki lantas melirik ke arah sang Papa yang mendadak sudah memanyunkan bibirnya entah karena apa. “Nggak jadi bikinin Hiro adek nih?”
“YA JADI LAH!” jawab Taka cepat. Kalau soal begini, koneksi otaknya cepat sekali.
Akira ingin menangis sekarang juga.
🍃
“Bunda, nanti kalau Hiro udah dewasa, udah mapan juga, Hiro bakal nikahin Aime.”
“Se―” Akira membuka mulutnya hendak mengeluarkan jawaban, namun sudah diserobot duluan oleh Taka.
“Halah-halah, Ki. Kamu tiap hari aja tidur masih suka nyusulin Papa sama Bunda, sok-sokan mau ngawinin anak orang.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Growing Up (Vol. 02)
FanfictionSeiring berjalannya waktu, kita akan terus tumbuh dengan berbagai macam perasaan yang menyertai. Sesekali membenci, sesekali menginginkan pergi, kemudian mencintai setengah mati. Begitulah hidup. Ini kisah mereka, keluarga mereka. Tentang bagaimana...