Nay menunggu Rey di bangku panjang yang berada di sisi lorong apartemen mereka. Sudah lebih dari 30 menit, tetapi belum juga terlihat batang hidungnya.
"Nungguin pacar nih ye," ujar Rossi yang tiba-tiba muncul bersama dua temannya Sri dan Prita.
"Kalian lagi. Trio centil. Sudah selesai ngecengin cowok-cowok basket di bawah?"
"Mereka gak main malam ini, Nay. Kita pindah ke sini saja, ngecengin Mas Polisi." Prita terkikik lalu duduk di sebelah Nay.
"Sri gak cemburu, nih?" tanya Nay menggoda Sri yang diam bersedekap.
"Sorry gak level!" jawab Sri sekenanya.
Nay tertawa. "Ntar jangan nyesel ya kalau Rey diambil orang."
"Ya iyalah diambil orang, masa diambil hantu." Sri melayang mendekati Nay. "Paling juga yang ambil kamu, Nay. Taruhan deh! Pasti kalian nanti jadian." Sri mendekatkan wajah pucatnya pada muka Nay.
"Coba sekali-kali kau facial Sri. Supaya tak kusam mukamu ini." Nay mengarahkan telunjuknya pada hidung Sri.
"Iya, Sri, di salon Rona di bawah tuh. Ntar Nay yang bayarin." Rossi ikut menggoda Sri yang dibalas dengan bibir manyun ala-ala artis telenovela.
"Udah, nanti Sri nangis kita godain terus. Oh, iya kalian bertiga jangan kemana-mana, ya. Aku dan Rey akan membicarakan hal serius di dalam. Kalian temani aku."
"Tuh, kan beneran kalian pacaran."
"Kalau pacaran ngapain minta ditemenin, Sri."
"Eh, iya juga ya." Sri menoleh."Itu Rey pulang, Nay!" Sri menunjuk laki-laki bertubuh kekar yang hari ini menggunakan kemeja putih dengan menyandang ransel di punggungnya.
Nay menoleh. Tampak Rey tersenyum dari kejauhan. Nay melambaikan tangan membalasnya.
"Tumben duduk di sini sendiri malam-malam begini. Menunggu diriku kah?" tanya Rey saat tiba di depan Nay.
"Iya. Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan. Penting!"
Nay berdiri lalu menarik tangan Rey masuk ke dalam apartemennya. Sri, Rossi dan Prita mengikuti Rey dari belakang.
"Eits, beneran ini boleh masuk?" tanya Rey ketika Nay menutup pintu. "Biasanya dilarang keras!"
"Kali ini berbeda. Duduklah. Aku bikinkan kopi, biar kita enak ngobrolnya."
Rey meletakkan ranselnya di lantai lalu memilih duduk di sofa dekat jendela.
"Jangan pahit ya, Nay. Hidupku sudah sangat pahit. Butuh yang manis-manis."
"Iya-iya," jawab Nay dari pantri yang berjarak hanya beberapa meter dari ruang tamu.
Nay mengeluarkan sepasang cangkir keramik berwarna putih tanpa ornamen dari dalam lemari. Menuangkan capuccino instan ke dalamnya lalu menambahkan air panas dari dispenser yang selalu menyala setiap harinya.
"Ini, kopinya. Mudah-mudahan rasanya pas." Nay meletakkan cangkir beserta piring alasnya di atas meja.
"Sudah cocok jadi istri kalau begini."
"Mulai deh, gombalnya." Nay duduk di sofa samping Rey yang dipisahkan oleh meja kayu kecil. "Ini buku catatan ibuku." Nay menggeser buku yang memang sudah tergeletak di meja ke depan Rey. "Di sini ibuku menyebut Bramantyo Ekawira. Sebagai polisi tentu kau punya banyak akses untuk mencari tahu siapa dan di mana dia."
"Wait! Jadi kau sudah tahu asal-usulmu, Nay?"
"Belum jelas, Rey. Makanya aku perlu tahu siapa laki-laki yang ditulis ibuku itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
NAYARA (Underworld Adventure)
Mystery / ThrillerNay menyadari ada sesuatu yang berbeda pada dirinya saat usianya menginjak sepuluh tahun. Dia bisa melihat dan berinteraksi dengan makhluk tak kasat mata. Kemampuan alaminya semakin terasah ketika dia menginjak remaja. Seorang guru tak kasat mata...