Jeda

788 68 13
                                    

Pesan WA sudah dikirimkan ke Rey, memintanya untuk memberikan informasi pada polisi perihal kematian Amir dan adiknya. Nay berharap polisi akan meluncur ke TKP pagi ini juga.

Pintu apartemen Rey masih tertutup. Belum terdengar suara dari dalam. Dia berdiri di depan pintunya sambil menimbang-nimbang. Nanti sajalah pikirnya. Nay mengurungkan niat untuk mampir. Ini hari terakhir keluarga Rey menginap.

Nay mengendarai motornya dengan santai. Menghirup segarnya udara pagi di sepanjang perjalanan. Kegiatan olahraga ramai dilakukan di Minggu pagi seperti ini. Dari sekadar berjalan kaki sampai lari bersama teman atau pasangan mengitari jalan di seputar kota.

Nay memarkirkan motornya di dekat warung nasi uduk. Banyak motor berjejer di tempat tersebut. Pembeli di warungnya juga berjubel. Bisa dimaklumi karena ini hari libur. Nay berniat sarapan di situ, karena letaknya tidak jauh dari TKP.

"Neng, bisa geser sedikit?" Pria bertubuh kekar meminta Nay menggeser duduknya.

"Oh, iya." Nay menggeser sedikit duduknya yang memang sudah pas-pasan di ujung bangku.

"Terima kasih, Neng," ucap pria tersebut, lalu duduk di sebelah Nay.

Nay mengingat-ingat, sepertinya dia pernah melihat wajahnya. Tapi di mana?

Pesanan nasi uduk Nay sudah datang. Berbasa-basi dia bicara lagi pada pria di sebelahnya. Nay hanya ingin melihat wajahnya sekali lagi.

"Saya makan duluan, Pak." Nay menoleh. Menggambar muka pria itu di otaknya.

"Silahkan, Neng. Pesanan saya mungkin sebentar lagi," jawabnya sopan.

Nay menyantap nasi uduk sambil berpikir. Wajahnya, suaranya, perawakannya .... Ya! Ini paman Amir. Tidak salah lagi.

Orang-orang yang baru masuk ke warung nasi sibuk saling bercerita bahwa ada polisi mendatangi kebun pisang.

"Ada dua mayat bocah di kebun pisang, Gon." Seorang pemuda berbicara pada temannya yang sudah lebih dulu menunggu pesanan.

"Ada pembunuhan sepertinya, Pak." Nay berbicara pada pria itu lagi.

"Sepertinya iya. Itu orang-orang sedang membicarakannya." Pria itu menjawab dengan mulut terisi nasi.

"Saya jadi kepo pengin lihat."

"Ngapain, Neng, paling sudah jadi bangkai. Bau. Nanti Neng jadi tidak selera makan berhari-hari."

"Bapak tau banget ya kalau jasadnya sudah bau. Padahal lihat saja belum."

Pria itu terdiam. Nay masih memberinya kesempatan untuk menghabiskan sarapan. Lihat saja nanti, Nay yakin pria itu akan ke TKP juga. Besok bisa dipastikan dia tidak bisa sarapan seenak ini lagi.

Nay keluar dari warung itu. Kemudian ka memilih untuk duduk di luar. Ada kursi kosong yang baru saja ditinggalkan pelanggan. Nay sengaja duduk di sana, menunggu pria itu keluar.

Benar saja, tak lama paman Amir keluar dan berjalan ke arah kebun pisang yang sudah ramai orang. Nay mengikutinya.

Garis polisi sudah terpasang. Orang-orang hanya bisa melihat dari luar batas garis itu. Banyak orang berbisik-bisik menerka siapa dua bocah yang sedang diangkat jasadnya oleh polisi itu.

Paman Amir meringsek ke depan. Dia pura-pura bertanya pada polisi yang berdiri di dekat police line. Sedang bersandiwara dia rupanya.

Nay melihat Dion. Dia harus menemuinya. Ini penting sebelum paman Amir kabur. Nay meminta Wira mengawasi pria itu. Melaporkan padanya kalau-kalau dia meninggalkan TKP.

NAYARA (Underworld Adventure)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang