Nay baru saja menemui seorang klien. Dia manager di perusahaan milik pemerintah yang tinggal di kompleks perumahan karyawan. Suasananya sangat sepi apalagi menjelang senja seperti ini. Pohon-pohon besar berjajar rapi di kanan-kiri jalan membuat udara di sekitarnya terasa sangat sejuk. Sayangnya banyak rumah-rumah tidak berpenghuni. Mungkin para karyawan enggan untuk tinggal di sana karena keangkeran yang banyak dibicarakan orang.
Hujan deras yang turun tiba-tiba membuat Nay menepikan motornya di depan rumah tua dengan cat biru muda yang sudah memudar. Dia tidak membawa mantel hujannya. Nay lupa memasukkan ke bagasi motornya setelah kemarin dia mencucinya.
Rambutnya yang tergerai jadi sedikit basah. Atap rumah itu sudah bocor di hampir semua bagian. Nay berdiri di teras depan.
Dari balik jendela sepasang mata memandanginya. Si empunya tentu makhluk tak kasat mata penghuni rumah tua itu. Dia tidak sendiri, beberapa pasang mata lainnya ikut mengintip dari celah-celah jendela lainnya. Nay berusaha untuk tidak memperdulikan kehadiran mereka. Toh, dia hanya mampir sebentar, begitu hujan reda dia akan pulang.
Sepuluh menit berlalu, hujan belum menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Tidak mungkin menerobos hujan. Dia akan basah kuyup, sedangkan di dalam tasnya terdapat kertas-kertas berkas penting untuk diserahkan pada Pak Oey besok.
Nay menimbang-nimbang untuk membuka pintu rumah itu. Melihat ke dalam sekedar untuk membuang rasa bosan. Iya, tidak, iya, tidak Nay menghitung jarinya. Hasil akhir pada kata tidak. Tapi hatinya mengatakan iya. Nay merasakan ada energi yang tidak biasa di dalamnya.
Sebuah gembok besar terkait di depan pintunya. Bukan perkara sulit untuk membukanya. Dengan energi yang dimasukkan ke dalam lubang, gembok itu bisa terbuka. Perlahan Nay mendorong pintunya. Pengap dan gelap. Mata-mata yang tadi mengintip, hanya melihat Nay saja. Belum ada yang menyapa sampai pada akhirnya Nay mengucapkan salam terlebih dulu pada mereka.
"Maaf bila mengganggu kalian. Aku hanya mampir sebentar. Di luar hujan." Tidak ada jawaban. Semua hening. Sepertinya mereka tidak berani mendekat.
"Nayara." Akhirnya satu dari mereka bersuara.
"Iya, aku. Kalian mengenalku?"
"Tentu. Makhluk seperti kami banyak yang pernah bersinggungan denganmu, dan itu menyebar dari mulut ke mulut." Perempuan berambut panjang tergerai melayang mendekati Nay. "Semoga kedatanganmu ke sini bukan untuk mengusir kami." Sambungnya lagi.
"Sudah kukatakan tadi, aku hanya mampir." Nay melangkah ke ruang tengah. "Lumayan besar juga tempat ini. Aku mau lihat-lihat saja. Sepertinya ada sesuatu di sini dan aku ingin tahu. Oh iya nama kamu siapa?" tanya Nay pada perempuan yang membuntutinya.
"Aku Sarah. Sudah lama di sini, bahkan sebelum rumah ini ada."
"Oh, begitu." Nay membalas singkat.
Kakinya terus melangkah sampai pada ruang paling belakang rumah itu. Nay merasakan ada energi yang berbeda di sudut dapur.
"Jangan ke sana!" Sarah setengah berteriak mencegah Nay.
"Kenapa?"
"Kau akan terhisap ke dalamnya dan tidak akan bisa keluar lagi."
"Bagaimana dengan orang yang tinggal di sini dulu? Tentu mereka tiap hari berlalu-lalang di sini bukan? Dan mereka baik-baik saja."
"Mereka berbeda denganmu, Nay."
Dahi Nay berkerut. "Iya, kah?"
Rasa penasaran Nay tidak terbendung. Dia menyibak karpet di atas lantai itu. Sebuah lubang portal ke dimensi lain terlihat jelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
NAYARA (Underworld Adventure)
Mistério / SuspenseNay menyadari ada sesuatu yang berbeda pada dirinya saat usianya menginjak sepuluh tahun. Dia bisa melihat dan berinteraksi dengan makhluk tak kasat mata. Kemampuan alaminya semakin terasah ketika dia menginjak remaja. Seorang guru tak kasat mata...