Rahasia Tarangga

800 67 9
                                    

Tiga hari setelah kepergian Bu Mien, suasana panti masih diliputi rasa kehilangan yang sangat. Rey hanya sempat menemani Nay di hari pertama hingga usai pemakaman. Tugas mengharuskannya berangkat ke luar kota setelah hari itu.

Ini malam ketiga Nay menginap di panti. Tidur di kamar Bu Mien bersama adik-adiknya. Kamar yang berukuran kecil, bercat kuning gading dengan sebuah ranjang besi kuno yang dihiasi kelambu berenda putih. Hampir tidak ada yang berubah sejak puluhan tahun lalu. Cermin oval berbingkai kayu jati masih menempel di sudut dinding yang sama.

Nay berdiri di depan pintu kamar mandi yang masih satu ruangan dengan kamar Bu Mien. Di sinilah beliau jatuh yang menyebabkan banyak pembuluh darah pecah di kepalanya.

Ragu-ragu Nay berjongkok di depan pintu itu. Meraba lantai keramik berwarna biru yang kasar. Rasanya tidak mungkin bila karena lantai ini Bu Mien terpeleset. Ubinnya sama sekali tidak licin. Nay mengumpulkan keyakinannya untuk melihat kejadian malam tiga hari lalu. Apa yang sebenarnya terjadi pada Bu Mien?

Nay mengumpulkan energinya. Meletakkan tangan kirinya pada salah satu petak ubin di depannya. Sejurus kemudian penglihatan Nay berada pada malam kejadian.

Terlihat Bu Mien gelisah. Ia merasakan hawa panas yang tak biasa. Sebagai seseorang yang memiliki sensitivitas tinggi tentu Bu Mien bisa merasakan bila ada sesuatu yang tidak beres.

Pukul dua belas malam lebih tiga menit Bu Mien turun dari tempat tidurnya. Berjalan menuju jendela kayu dan membukanya. Melongok ke luar menoleh ke arah kanannya agak lama. Sepertinya ia melihat sesuatu.

Nay mengarahkan mata batinnya ke arah yang sama seperti yang dilihat Bu Mien. Selubung energi di panti dihantam energi besar dari luar. Berlubang pada sisi sebelah depan bagian kanan bawah. Menimbulkan keruntuhan energi pada semua lingkupnya.

Bu Mien buru-buru menutup jendela. Ada seseorang dengan energi kuat menuju ke panti. Beliau merapal mantra untuk energi selubung diri. Siluet hitam tampak masuk menembus dinding kamar. Energinya sangat panas. Sayang, Nay tidak bisa melihat rupa mahluk itu.

Tanpa bicara dia langsung menghantam Bu Mien dengan energinya. Tubuh Bu Mien terpental hingga mengenai pintu kamar mandi yang sedikit terbuka. Kepalanya membentur bak batu segi empat penampung air di dalamnya. Kepala Bu Mien berdarah. Tubuhnya mengejang.

Makhluk itu mendekati Bu Mien. Terdengar tawa keras seakan puas telah membuat Bu Mien tewas.

Nay tidak sanggup melanjutkan. Ia menarik tangannya dari ubin. Peristiwa yang baru saja disaksikan Nay begitu pilu mengiris hatinya.

Bu Mien seorang 'penyembuh' bukan 'petarung' seperti dirinya. Tentu membunuhnya tidak perlu bersusah payah. Buktinya satu serangan saja sudah membuat ia kehilangan nyawa. Ini ulah makhluk dunia bawah. Energinya sama dengan api Astramaya. Sepertinya ini genderang perang yang sengaja 'ditabuh" saat Nay dalam masa pemulihan.

Nay mengatur napasnya. Meredam emosi yang bergejolak di batinnya. Menguatkan diri agar tetap bisa berpikir baik dan tidak gegabah. Dia harus mempersiapkan semuanya secara matang.

Penguasa Astramaya bukan makhluk sembarangan. Belum ada yang pernah mengalahkannya. Dia tidak perlu mengerahkan sekutu, pasukan batunya sangat berbahaya. Nay pernah merasakannya. Lawan tangguh yang tak boleh dipandang sebelah mata.

Malam ke-empat ini Nay memutuskan untuk pulang ke apartemennya. Dia mengumpulkan adik-adiknya di ruang tengah. Menyampaikan beberapa hal kepada mereka. Menyerahkan tanggung jawab panti untuk sementara kepada Bari, mengingat usianya paling dewasa di antara yang lain.

"Kakak, menitipkan adik-adik padamu. Masih ada urusan yang harus kakak selesaikan. Hubungi kakak kalau perlu apa-apa. Bekerjasamalah dengan adik-adikmu. Tetap kompak dan semangat. Kakak percaya pada kalian semua. Kamu pasti bisa, Bari." Nay menepuk pundak pemuda dua puluh tahunan itu.

NAYARA (Underworld Adventure)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang