Alas Wagra

779 61 16
                                    

"Nay, jadi kapan waktu yang tepat menurutmu?" Rey menoleh padanya saat mereka sedang menikmati makan siang di restoran Padang dekat kantor Nay.

"Kau atur saja, Rey," jawab Nay sambil mengunyah potongan daging rendang di mulutnya.

"Kalau bulan depan bagaimana?"

"Boleh juga." Nay menyomot pucuk ubi rebus di piring Rey. "Aku ikut saja, Sayang."

"Ini laper apa doyan? Ngunyah sampai tidak terarah begitu." Gantian Rey mencomot sisa potongan rendang di piring Nay.

"Ini apaan sih? Main comot saja." Mata Nay mendelik. Rey menahan tawanya.

Mereka melanjutkan makan siang dadakan tanpa rencana sambil membahas rencana pernikahan. Diselingi gurauan yang biasa terlontar dari mulut keduanya. Serius dan santai.

Sebelum kembali ke kantor, Rey sudah memberi Nay catatan untuk berkas yang harus disiapkan.

"Aku balik dulu ya. Nanti malam kalau aku pulang cepat, kita ngobrol lagi." Rey mengecup kening Nay. "Maaf ya, Sayang, tidak apa kan balik ke kantormu sendiri. Ini atasanku WA terus."

"Menghajar hantu saja aku berani apalagi cuma jalan ke depan situ, Rey." Nay membetulkan topi Rey yang sedikit miring. "Dah, cakep. Hati-hati ya, Sayang."

"Pasti, Nay." Rey men-start mobilnya dan melaju keluar halaman restoran Padang tempat mereka menghabiskan waktu yang hanya kurang dari satu jam.

Nay tidak kembali ke kantor. Dia memacu si hitam menuju panti. Pak Oey memberinya izin selama tidak mengganggu pekerjaan. Ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Sebuah kotak jati di lemari Bu Mien belum sempat ia periksa. Semalam entah kenapa dia terus teringat benda itu.

"Kak, Nay." Si kecil Riani berlari memeluknya. "Bawa permen gak? Seperti yang waktu itu, yang ada coklatnya. Ani suka." Mata bocah itu melirik plastik putih besar di tangan Nay.

"Cium dulu, baru kak Nay kasih." Nay menyodorkan pipinya di mulut mungil bocah itu.

"Muahhh .... Udah. Mana permennya?"

"Di dalam ini, Sayang. Kita masuk dulu, buka dengan teman-teman lainnya ya." Nay menggandeng Riani menuju ruang tengah panti. Hanya ada beberapa anak saja karena lainnya masih belum pulang sekolah.

"Bagaimana, Mbak Sur? Betah di sini?" Nay bertanya pada wanita paruh baya yang menjabat tangannya begitu ia masuk. Mbak Sur baru bekerja tiga hari ini untuk membantu menjaga anak-anak.

"Iya, Mbak. Betah. Anak-anak sudah pada ngerti dan mandiri. Jadi saya tidak terlalu repot."

"Syukurlah kalau begitu. Ini saya bawakan makanan kecil untuk anak-anak dan Mbak Sur. Dibagikan saja. Sisihkan untuk yang belum pulang. Saya ke kamar Bu Mien dulu." Nay meletakkan plastik yang dibawanya ke atas meja.

"Monggo, Mbak."

Masuk ke kamar Bu Mien setelah seminggu kepergiannya membuat dada Nay terasa penuh. Banyak hal membahagiakan terjadi di sini. Rindu, kata itu cukup mewakili perasaan Nay saat ini.

Nay membuka lemari. Terlihat kotak tersebut di atas rak paling bawah. Nay mengambilnya. Mengusap sedikit debu yang menempel di bagian atasnya. Pasti ada sesuatu di dalamnya. Nay merasakan energi yang tak biasa setelah menyentuhnya.

Kotak itu tertutup rapat. Tidak ada kunci ataupun gembok terkait di sana. Nay yakin seseorang menguncinya dengan mantra.

Mantra pengunci hanya bisa dipatahkan oleh di pengunci. Tidak bisa sama antara satu dan lainnya. Nay bisa saja menggunakan energinya, tapi dia takut kotak itu akan hancur.

NAYARA (Underworld Adventure)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang