Palaka

793 68 8
                                    

Agnimaya terbang semakin rendah. Di bawah terlihat berkumpul makhluk-makhluk dengan rupa yang bermacam-macam. Agni mengatakan bahwa mereka adalah teman-temannya.

"Maaf, kami terlambat." Agni mendarat di depan mereka. "Nay ada sedikit urusan," sambungnya.

"Baiknya sekarang kita cepat ke sana, Agni," usul salah satu dari mereka.

"Baiklah, aku berada di depan bersama, Nay." Agnimaya kembali melesat ke udara diikuti teman-temannya.

Nay takjub dengan bentuk samaran mereka. Sepasang enggang paruh emas dengan mahkota yang menempel berwarna oranye, memimpin di baris depan. Bentangan sayap mereka sangat panjang dengan kepakan yang menimbulkan hempasan udara cukup keras. Konon burung enggang adalah penjelmaan dari Panglima Burung yang hanya hadir pada saat perang saja.

Pada deret berikutnya, dua pasang elang berbadan besar dengan rentang sayap yang panjang terlihat gagah. Kepalanya yang berwarna coklat kemerahan dengan jambul tinggi menonjol, serta tengkuk coklat keemasan menyerupai burung elang endemik pulau Jawa yang perkasa.

Di barisan belakang makhluk-makhluk kecil serupa tawon ndas yang memiliki racun sengat yang mematikan, membuat suara dengungan dari sayap mereka yang bergerak cepat secara bersamaan.

Pemilihan pasukan yang kesemuanya makhluk udara pasti sudah dipertimbangkan dengan baik oleh Agnimaya.

"Nay, penguasa rimba sangat kuat. Berkali lipat kekuatannya dari Rasendriya. Sebelum dia sendiri yang maju, pasti akan dikerahkan makhluk-makhluk rimba terlebih dulu. Aku, kau dan Wira akan berada di bawah. Sedangkan teman-temanku di belakang akan menyerang dari atas."

"Siap, Agni. Aku ikut saja rencanamu."

Padang rumput di tengah rimba masih sepi. Tidak terlihat penguasa rimba dan sekutunya berada di sana. Bukankah di situ mereka seharusnya menunggu? Jangan-jangan mereka akan menyerang dengan tiba-tiba. Pohon-pohon rimba yang menjulang bisa jadi tempat bersembunyi mempersiapkan diri.

"Agni, kok tidak ada siapa-siapa?"

"Jangan terkecoh, Nay. Mereka banyak. Kau lihat saja nanti."

Agnimaya menukik tajam. Nay dibuat kaget. Tidak biasanya Agnimaya mendarat seperti itu. Begitu menyentuh tanah, Agnimaya merubah diri ke bentuk aslinya. Pasukan di belakang mereka juga sudah tidak lagi terlihat. Mereka berpencar.

Bola mata Agnimaya yang besar bergerak pelan menandai energi yang bersembunyi di balik gelapnya rimba. Sebuah pedang bermata satu terselip di pinggang kirinys. Dapat Nay rasakan pedang itu memiliki energi api yang besar.

Nay bersimpuh ke tanah, membuka telapak tangan kirinya lebar lalu menghantamkannya ke tanah. Dia membaca gerak energi yang mulai mendekat. Jumlahnya sangat banyak. Dari energi besar hingga energi yang tak seberapa.

"Mereka tidak main-main, Nay."

"Iya, Wira. Energi yang bermunculan semakin banyak. Mereka datang dari segala penjuru hutan ini." Nay masih menempelkan tangannya di tanah.

"Mereka semakin dekat. Bersiaplah, Nay. Juga kau, Wira. Kita harus bergerak cepat. Jangan sampai mereka terlalu banyak mendekat."

"Aku bisa melakukan serangan langsung dari sini. Menyerang mereka yang berenergi besar terlebih dulu," kata Nay

"Lakukan dengan satu serangan mematikan, Nay."

"Pasti!" Nay menjawab tegas. " Kau, Wira, bisa melihat rambatan energiku bukan? Kau arahkan langsung anak panahmu mengikuti rambatannya. Aku akan menaikkan ke permukaan supaya kau masih tetap bisa mengikutinya walau dengan sedikit cahaya."

NAYARA (Underworld Adventure)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang