Berita kematian orang kepercayaan pengusaha sukses Dimas Susetyo telah beredar luas. Nay sempat melihat beritanya siang tadi di sebuah stasiun teve nasional. Keadaannya persis seperti yang ia lihat. Tertelungkup tanpa kepala di ruang bawah tanah.
Nay sudah menceritakan semua pada Rey. Dia hanya berpesan pada Nay untuk bersikap tenang. Suka atau tidak suka Dion pasti mencarinya. Apalagi dia adalah ketua tim investigasi untuk kasus pembunuhan Dimas Susetyo. Ditambah Dion sempat bertemu Nay di depan rumah Pak Dimas sore kemarin. Sudah bisa dipastikan kecurigaan terhadap Nay tidak terelakkan.
"Nay, ada tamu di depan. Dari kepolisian katanya." Suara Dian mengejutkan Nay yang sedang tertidur di meja kerjanya.
"Apa?" Nay gelagapan. Pasti Dion tebaknya."Suruh tunggu di ruang tamu saja. Aku cuci muka dulu."
"Oke!" Dian kembali menemui tamu Nay lalu memintanya untuk menunggu.
Nay sangat mengantuk. Dia mengerjakan sesuatu sampai menjelang pagi. Nay membasuh mukanya. Membenarkan ikatan rambutnya yang sudah mengendur. Mengoles lipbalm warna salem di bibirnya agar terlihat lebih segar.
"Siang, Nay." Dion berdiri mengulurkan tangannya menyalami Nay.
"Siang. Silahkan duduk." Nay mempersilahkan tamunya. Dia sendiri duduk mengambil posisi berhadapan dengan Dion.
"Sudah lihat atau mendengar berita hari ini?" Dion mulai bertanya.
"Berita apa?" tanya Nay santai.
"Jangan berlagak tidak tahu, Nay."
"Loh, memangnya salah pertanyaanku. Dari pagi sampai sore ini pasti telah terjadi banyak peristiwa. Nah, berita yang mana?" tanya Nay lagi.
"Kematian Pak Guna. Laki-laki yang kau temui semalam."
"Oh, itu. Aku turut berduka cita. Aku tidak menyangka nasibnya setragis itu. Padahal baru semalam aku bertemu dia."
"Waktu kematiannya diperkirakan sekitar setengah tujuh malam. Tiga puluh menit sebelum aku melihatmu keluar dari rumah itu."
"Jadi?" Nay bersedekap, menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi.
"Aku akan menanyakan beberapa hal padamu. Kau beruntung CCTV di sekitar lokasi sedang dalam perbaikan. Jadi tidak ada bukti kau datang ke rumah itu. Hanya saja kita sempat bertemu bukan?" tanya Dion nyaris tak berkedip.
"Iya. Aku ke rumah itu untuk mengerjakan tugas dari atasan saja. Setelah selesai lalu pulang."
"Aku sempat menelepon Pak Guna malam itu dan dia mengangkatnya. Di awal meneleponku dia bilang ada orang masuk ke rumah itu hendak membunuhnya. Tapi setelah aku sampai di rumahnya, alasan menyuruhku datang jadi berbeda. Sepertinya yang mengangkat telepon kedua adalah orang berbeda. Artinya ada orang lain di rumah itu selain Pak Guna. Aku sedang menyelidikinya. Di mana kau saat telepon di rumah itu berbunyi?" tanya Dion lagi.
"Pak Dion, pekerjaanku adalah mensurvei rumah atau gedung yang akan direnovasi. Aku sudah mengenal Pak Dimas dan pernah berkunjung ke tempat itu sebelumnya. Tentu aku tidak perlu pengawalan dari asistennya untuk berkeliling mengecek satu persatu ruangan. Aku mengerjakannya sendiri. Membuat sketsa dan sebagainya. Karena memang itu pekerjaanku. Ketika aku datang, beliau mempersilahkan aku untuk mengecek mana yang perlu direnovasi. Setelah itu aku mengecek sendiri, karena memang aku lebih nyaman bekerja sendiri ketimbang diawasi. Saat telepon berbunyi aku sedang berada di lantai dua. Hanya mendengar suara telepon tapi tidak mendengar suara Palguna."
"Setelah selesai, pasti kau bertemu Pak Guna lagi, iya kan? Tidak mungkin kau pulang tanpa pamit," cecar Dion kemudian.
"Tidak. Aku tidak bertemu lagi. Saat aku memanggilnya dia menjawab baru selesai mandi katanya. Masak aku harus masuk ke kamar itu? Tidak mungkin kan. Ya sudah aku langsung buru-buru pulang. Mengejar waktu menjenguk Rey di rumah sakit."
KAMU SEDANG MEMBACA
NAYARA (Underworld Adventure)
Mystery / ThrillerNay menyadari ada sesuatu yang berbeda pada dirinya saat usianya menginjak sepuluh tahun. Dia bisa melihat dan berinteraksi dengan makhluk tak kasat mata. Kemampuan alaminya semakin terasah ketika dia menginjak remaja. Seorang guru tak kasat mata...