Kuncup Temaram

442 70 0
                                    

Kedua orang itu masih duduk berdua di bawah rindangnya pohon di taman itu. Masih saling terdiam dengan keheningan pagi hari.

"Rose?" Tanya Jimin.

"Hm?"

"Tadi kau bilang jika kau lebih muda dariku. Bagaimana bisa? Aku masih ingat saat dulu kau menyelamatkanku, kau sudah dewasa saat itu." Jimin menatap Rose dengan intens.

"Waktu itu aku baru lahir." Jawab Rose dengan datarnya.

"Mwo?! Bagaimana bisa? Perut orang tuamu itu sebesar apa? Hahaha,,, kau ini ternyata lucu, Rose." Jimin tertawa hingga matanya yang sipit semakin tak terlihat.

Rose hanya tersenyum melihatnya. Pemuda itu bukanlah anak kecil yang dulu dia selamatkan. Kini dia sudah remaja. Menjadi pemuda yang jauh lebih lucu dari sebelumnya.

"Oh ya, Jimin. Kenapa kau bisa tersesat dahulu? Dan tangisanmu masih terdengar sampai sekarang. Hahaha.." Rose tertawa sambil menutup mulutnya.

"Ish,, kau ini. Dulu, aku sedang bermain, lalu aku melihat cahaya terang dari dalam hutan. Aku penasaran, lalu aku masuk, dan lupa jalan pulang." Jimin tertawa malu disana. Rose pun sama.

Namun dalam hatinya, Rose berkata. "Mungkin yang kau lihat saat itu adalah api kelahiranku. Tapi tak apa, karenanya aku dapat menemukanmu."

Jimin melihat ke arah buku di pangkuan Rose. "Itu buku apa?" Jimin menunjuk benda itu.

"Aku hanya suka menulis. Mencurahkan apa saja yang melintas dalam fikiranku." Rose menghela nafas sambil menatap deretan bunga di hadapannya.

"Kau sama sepertiku. Tapi aku lebih suka menggambar." Jimin tersenyum di sana. Kembali menatap beberapa anak kecil yang dengan riangnya berlarian mengitari taman. Sekedar mengingat, siapa tahu masa kecilnya terulang.

"Astaga, Rose. Aku harus pulang. Aku takut eomma marah karena aku pulang terlambat. Dah, Rose!!" Jimin segera beranjak dan meninggalkan gadis itu sendiri.

Rose hanya tersenyum. "Sepertinya ibumu menjadi lebih protektif sejak kau hilang. Kau lucu, Jimin. Aku suka."
.
.
.

Biasanya gadis itu akan menghabiskan harinya di taman ini. Sekedar menulis, bernyanyi, dan menikmati indahnya tanaman disini. Namun kali ini, Rose memutuskan untuk pulang ke gubuk kecilnya di pinggir sungai. Gubuk sederhana, dari kayu dan batu.

Gadis itu mendudukkan dirinya di atas karpet ruangan kecilnya. Ruangan yang dibuat senyaman mungkin, dan hangat. Menelungkupkan tubuhnya, dan menulis sesuatu di bukunya. Sesekali senyumnya terulas saat membayangkan siapa yang sedang dia tulis sekarang.

Jimin. Laki-laki itu kembali ke dalam hidupku sekarang. Setelah delapan tahun berpisah, dan dia sudah besar. Sungguh berbeda dari yang dahulu. Dan dia sangatlah unik. Jika saja bisa, aku ingin mencubit pipinya sekali saja. Pasti menyenangkan, bukan? Ah, aku harap aku bisa menyentuhnya suatu hari nanti.

Rose kemudian menutup penanya, dan kembali tersenyum saat membayangkan sosok Jimin. Entah kenapa, bayangan laki-laki itu selalu melintas di fikirannya. Jika dahulu, bayangan pemuda itu merupakan bayangan anak kecil, namun sekarang beda. Berubah menjadi wajah remaja yang tampan dan lucu secara bersamaan.

Entahlah, namun dirinya senang saat mengetahui Jimin kembali. Hanya itu. Dan terus.
.
.
.

Rintik Di Bulan Mei ||Jirose|| [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang