3 - Oh my gosh!

1.4K 198 2
                                    

"Appa.."

Masih terkejut dengan seseorang dihadapannya. Jennie berucap sangat lirih memanggil nama ayahnya.

Bisa dilihat, orang yang mengulurkan tangan berniat membantu Jennie mengerutkan kening. Mendengar sebutan itu, lantas membuatnya sedikit tersenyum.

"Saya gurumu, bukan ayahmu. Kau ini ada-ada saja. Sini kubantu bangun." ucapnya dengan sangat kalem.

Jennie mengerjapkan mata, menerima uluran tangan itu. Membersihkan debu di roknya dan segera menunduk meminta maaf.

"Seharusnya kau berterima kasih, bukan meminta maaf." lagi-lagi ucapanya begitu tenang dan kalem. Sosok seorang guru idaman. Dan lagi, senyumannya astaga! Mengingatkan Jennie pada mendiang ayahnya. Didalam batinnya Jennie bertanya, kenapa bisa mirip sekali?

"Eh! Terimakasih saem." Jennie mengeluarkan suara akhirnya.

Orang itu mengangguk, dan setelahnya menanyakan sesuatu kepada Jennie. Ada perihal apa Jennie sampai dikantor guru? Bukannya seharusnya Jennie mengikuti kegiatan seorang siswa baru? Memang itu seharusnya. Tapi, karena sebuah hal Jennie harus sampai kenisi. Itupun harus ekstra energi. Mengingat Jennie adalah orang yang pemalas.

Sudah sekitar setengah menit kedua orang itu mengobrol entah apa itu, di depan pintu. Saat itu pula Jennie mengetahui satu fakta bahwa orang yang didepannya ini adalah seorang guru. Park Seojoon, begitu katanya. 

Setelah mengatakan urusan Jennie kesini, Seojoon menggiring Jennie masuk kedalam ruangan yang menjadi tempat para guru. Jennie menatap Seojoon bingung, saat dirinya hanya dihadapkan pada sebuah satu meja lengkap dengan buku tebal diatasnya tanpa ada seseorang yang menduduki kursi yang kosong itu.

Jennie menelengkan kepalanya. Memberi isyarat apa maksudnya. Lagi-lagi, guru itu tersenyum. Tidak-tidak, bahkan tertawa.

"Ternyata kau, tipe orang yang sulit bicara, ya."

Sebenarnya dari tadi, Jennie ingin mendengus. Bertanya diam-diam pada hatinya. Sebenarnya, dia ini kenapa? Daritadi terus tertawa dan tersenyum. Ingin mengakrabkan diri?

Sebut saja Jennie tidak sopan. Toh, dia berbicara didalam hati. Mana mungkin Seojoon yang lebih tua darinya akan mendengar? Tidak Seojoon saja, semua orang pasti tidak akan bisa mendengar. Kecuali Tuhan.

Dengan terpaksa, Jennie menarik kedua sudut bibirnya guna menjawab perkataan Seojoon.

"Tapi, saem. Bisakah anda tunjukkan dimana Park seonsaengnim? Saya sudah begitu terlambat." ucap Jennie dengan tidak sabaran.

Astaga! Tidak bisa dibiarkan lagi. Jennie sudah memasuki mode perang. Ingin sekali mencakar wajah guru didepannya sekarang juga. Persetan dengan wajah guru itu, yang mirip dengan ayahnya.

"Saem?" panggil Jennie. Lantaran guru didepannya itu. Tidak memberi respon lebih, hanya sebuah senyuman.

Masih dengan senyuman kalem itu. Guru Seojoon berjalan kearah meja itu, menarik kursi hitam empuk dan duduk dengan santainya seolah itu adalah kursi yang disediakan untuknya.

Jennie belum mengerti maksud dari tindakan Seojoon. Tapi, bisa Jennie lihat guru itu tengah mengejeknya dengan senyuman yang kini berubah miring.

"Jadi, sudah kau temukan. Park seonsaengnim?"

Deg!

Jantung Jennie berdetak tak karuan. Menelan ludahnya sendiri dengan susah payah. Jennie menyadari, bahwa sedari tadi guru murah senyum ini, adalah guru kedisiplinan yang dia cari!

"A-ah.. Anda? Park seonsaengnim? Guru kedisiplinan?" tanya Jennie gelagapan.

"Tidak, aku ayahmu." jawab Seojoon cepat, membuat Jennie ingin mati sekarang juga rasanya.

Benar-benar memalukan.

Dengan wajah tertekuk dan memerah menahan malu. Jennie menunduk dan mengucapkan maaf beberapa kali. Seperti waktu yang sudah lalu, Seojoon dengan senyumannya tidak memerludulikan apapun perlakuan Jennie. Malah mempersilahkan, siswa angkatan baru itu duduk.

Merasa sudah puas, mengerjai muridnya. Seojoon berubah menjadi serius detik ini. Dia segera men-tandatangani satu lembar kertas yang disodorkan Jennie kepadanya. Setelah selesai menorehkan tinta hitam. Jennie kembali menerima kertas itu. Dan segera pergi pamit, setelah mengucapkan terima kasih.

"Haahh!!" desah Jennie, saat sudah berada di luar kantor guru.

Hanya dua buah tanda tangan, Jennie harus membuang beberapa energi. Astaga!!

Ingat, Jennie itu pemalas.

***

"Aahh.., jadi begitu? Kau terlambat masuk kelas dihari pertama masuk SMA hari ini? Daebak, kau hebat sekali!"

Jennie berdecak, dengan tingkah teman barunya ini. Hanya karena terlambat, dia sudah diacungi kedua jempol milik Lisa-teman sebangkunya. Jika tidak karena guru menyebalkan yang berwajah mirip dengan ayahnya itu. Jennie tidak akan terlambat, dan mengikuti acara pengenalan dengan semua temannya. Padahal ini hari dimana dia masuk SMA, tapi dia sudah memberi kesan buruk kepada wali kelasnya. Semua teman sekelasnya, juga sudah memberi julukan kepdanya.

'lamban'. 

Heol! Julukan macam apa itu? Saat itu Jennie ingin sekali memprotes anak lelaki berambut hitam yang duduk dipojok paling belakang. Entah siapa namanya.

"Memangnya kenapa, hari ini pasti tidak ada kegiatan mengajar 'kan?" tanya Jennie.

Sontak Lisa memangguk dengan semangat, dibarengi poninya yang bergerak naik turun.

"Emm, ku lihat tadi kau berangkat dengan si gila, Taehyung." Jennie menyerngit, "kau ada hubungan apa dengannya?" lanjut Lisa menatap serius manik mata Jennie.

Jennie menyerngit, "Gila?" tanyanya.

"Iya, si Taehyung. Si anak direktur utama dengan wajah tampan, tapi berjiwa alien."

Mendengar itu, Jennie tertawa. Mendadak mengingat kejadian di halte bus tadi pagi.

"Dia, teman masa kecilku." jawabnya asal.

Ingin tahu reaksi Lisa? Mendadak menjadi patung dengan bibir terbuka dan mata nyaris keluar.

***



YELLOW CARD | ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang