4. Perpustakaan

28 25 3
                                    

Kini Miracle dan Reynald sedang duduk bersama di bawah sofa. Setelah paksaan dahsyat Miracle, dan akhirnya Reynald mengikuti perintahnya untuk segera belajar.

Untuk membuat laki-laki itu duduk diam sungguh sangat sulit. Setiap kali Miracle menjelaskan materi, Reynald selalu menyanggah perkataan Miracle. Atau mengoceh menilai penampilan Miracle yang ketinggalan jaman.

Namun dengan sabar dan lapang dada Miracle tetap menjelaskan materi. Tak peduli dengan ocehan majikannya itu.

Setelah menerangkan panjang lebar. Miracle langsung memberi latihan soal pada Renald, dan tentunya ia akan segera pulang. Meski baru beberapa jam ia di sana namun rasanya ia ingin melambaikan tangan pada kamera atau mengibarkan bendera putih..

" Nih cepat kerjakan. Semua jawabannya udah aku jelasin semua, kalau kamu tadi dengerin aku, kamu pasti bisa ngerjain semua soal itu."

Dengan wajah tanpa beban Reynald menerima soal yang diberikan oleh Miracle.

Sambil menunggu Reynald menyeesaikan soal. Miracle melanjutkan membaca novel yang belum sempat ia habiskan tadi malam.

" Nih udah jadi." Reynald memberikan hasilnya pada Miracle.

Miracle terlonjak kaget, karena ia sedang fokus membaca novel dari penulis Orizuka. Miracle menatap tajam pada Reynald. Bagaimana bisa ia menyelkanaesaikan soal yang diberikannya dengan waktu kurang dari dua puluh menit.

Padahal ia memberikan soal yang lumayan banyak. Apalagi selama Miracle menjelaskan, laki-laki itu sama sekali tidak memperhatikannya.

Entah mengapa Miracle berharap Reynald memiliki ingatan topografis, seperti tokoh Dewa dalam novel Invalidite. Novel yang sangat Miracle sukai.

Mata Miracle terbelalak ketika melihat kertas tersebut. Bukannya jawaban yang ia lihat. Namun, sebuah gambar absurd seorang perempuan dengan rambut yang dikepang dua dan sebuah kaca mata yang bertengger di wajahnya.

Jika dilihat-lihat gambar tersebut seperti... ya seperti dirinya.

" Maksud kamu apa gambar kayak gini? Aku nggak suruh kamu gambar ya. Aku nyuruh kamu jawab soal yang aku kasih." Miracle memprotes hasil kerja Reynald.

" seterah gue dong. Gue majikan di sini, gue nggak suka diatur. Apalagi diatur sama babu sendiri." Reynald kembali duduk diatas sofa, tidak perduli dengan Miracle yang sedari memprotes karena perbuatannya.
Miracle mengambil napas dalam-dalam untuk kesekian kalinya. Berusaha untuk memahami Reynald, toh ini masih hari pertama ia membimbing. Jadi, anggap saja ini awal dari perkenalan. Perkenalan yang suram.

" oke kalau gitu bimbingan kali ini sampai sini dulu. Kita lanjut besok setelah kuliah selesai." Miracle lebih memilih merapihkan buku-buku yang berserakan di atas meja.

" gue nggak butuh pembimbing, tapi kalo babu? Mungkin bisa gue pertimbangin untuk itu."

Miracle berusaha tidak memperdulikan omongan tak bermutu laki-laki itu. Ia tetap fokus memasukan semua bukunya ke dalam tas.

" aku pulang dulu."

Miracle segera beranjak dari duduknya dan bergegas meninggalkan ruang tamu. Sedangkan Reynald masih dalam posisinya tak perduli bahkan bersyukur perempuan itu pergi. Ia merasa puas kali ini, sepertinya ia berhasil membuat Miracle kesal.

***

Pagi hari adalah waktu dimana Miracle harus berangkat kuliah. Dari semalam ia sudah berada di rumah sakit, tentunya ia menunggu ibunya di sana.

Setelah berpamitan dengan ibunya, ia bergegas untuk berangkat kuliah. Ia pergi menggunakan angkutan umum dan beruntung kuliahnya itu tidak jauh dari rumah sakit.

you are miracleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang