17. Mendapatkannya

12 4 0
                                    


Mircle mengusap peluh keringan yang membasahi wajahnya, terik matahari yang panas terasa begitu menyengat dikulitnya. Ia kini tengah berjalan menyusuri jalan mencari tempat yang tengah membutuhkan tenaga kerja baru. Sialnya semua tempat yang Miracle datangi tidak ada yang membutuhkan tenaga kerja baru.

“Maaf ya saya sedang tidak membutuhkan pegawai baru. Ini saja saya lagi bingung, mana tempat semakin hari semakin sepi.” Keluh wanita yang menjadi pemilik kedai kopi yang menolak Miracle untuk menjadi pegawainya.

“Oh gitu ya Bu? Ya sudah kalau gitu saya permisi, terima kasih.” Miracle melangkah keluar kedai tersebut. Sedih, kecewa, dan ingin menangis adalah perasaan yang ia rasa saat ini. Bagaimana ia akan membayar biaya rumah sakit ibunya? Jika ia saja tidak kunjung mendapatkan pekerjaan.

Miralcle melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Jam menunjukan pukul satu siang. Itu artinya ia harus segera kembali ke kampus untuk mengikuti pelajaran. Ia mengusap keringat yang masih menetes di keningnya. Ia harus tetap semangat, hari ini memang ia belum mendapatkan pekerjaan. Tapi besok ia akan berusaha lagi, ia tidak boleh menyerah. Akan ada jalan untuk orang yang mau berusaha.

Miracle menarik sudut bibirnya memberikan senyum manisnya untuk dirinya sendiri sebagai bentuk ucapan semangat untuk diri sendiri.

Setelah kelas siang selesai, kini Miracle tengah berjalan menuju perpustakaan~tempat favorit Miracle~untuk mencari buku-buku yang dapat ia jadikan referensi untuk mengerjakan tugas dari dosennya.
Setelah masuk ke dalam perpustakaan, rasanya begitu nyaman meski di sini ada banyak mahasiswa. Namun, mereka semua tampak fokus dengan buku yang ada di depan mereka. Sungguh ia sangat suka dengan pemandangan ini, bahkan ia bisa merasakan aroma buku yang begitu damai, aneh kenapa banyak orang tidak suka dengan aroma buku.

“Hai Miracle, lama kau tidak datang ke sini.” Sapa Bu Maya yang bertugas sebagai penjaga perpustakaan. Miracle memang cukup dekat dengan dengan Bu Maya lantaran wajah Miracle yang selalu wira wiri ke perpustakaan. Hingga akhirnya mereka saling mengenal cukup  baik. Umurnya yang tidak jauh dari Miracle membuat mereka terlihat seperti teman.

“Hai Bu. Iya akhir-akhir ini aku ada banyak urusan, jadi jarang kesini.” Kini Miracle mendekat ke Meja Bu Maya.

“Urusan apa itu Ra ?” Bu Maya menunjukan raut wajah yang penasaran.

“Ih Ibu kepo deh. Hahaha.” Miracle malah menggodanya membuat petugas perpustakaan itu cemberut.

“Dasar anak ini. Kau mau mencari buku apa?”

“Entahlah, aku bingung Bu.” Miracle kini hanya memandang kosong kearah rak rak beiri buku  yang tersusun rapi.

“Aku sedang cari pekerjaan  Bu agar aku dapat uang untuk membay….Ya!” Teriak Miracle ketika tiba-tiba memiliki ide. Teriakan itu membuat semua orang yang sedang fokus belajar melirik dengan tatapan tajam ke arah Miracle. Miracle hanya bisa tersenyum dan meminta maaf.

“Kau lihat Miracle, gara-gara kamu tanda tanganku jadi meleset. Dasar anak ini.”

“Maafin aku ya Bu. Bu aku baru dapat ide Bu.”

“Ide apa?”

“Bu, boleh kan bu kalau aku kerja di sini? aku akan merapihkan semua buku di sini dengan sepenuh hati, aku tidak akan membiarkan debu menempel disetiap buku, aku akan mengurutkan buku dari yang tinggi ke yang rendah, kalo perlu akan aku buatkan teh buat Ibu setiap pagi deh.”

“Udah ?”

“Apanya Bu ?”

“Ngomongnya?”

“Belum Bu, mau aku lanjut ?”

“Enggak! Enggak perlu. Kamu kenapa tiba-tiba mau kerja di sini ?”

you are miracleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang