5. Berlari dalam luka

19 17 1
                                    

" Kamu kok males banget sih buat belajar? Jadi susah aku buat mbimbingnya tau." Miracle menatap tajam Reynald yang kini sedang berdiri di sampingnya.

Kini mereka sedang berjalan menuju coffe shop terdekat. Reynald tiba-tiba saja mengajaknya pergi ke sana dengan alasan ingin menghilangkan kantuknya, mengingat Reynald yang tertidur di perpustakaan membuat Miracle menuruti permintaannya itu.

" Makannya nggak usah ada acara bimbingan segala kalo susah." Reynald hanya menjawab acuh dengan tetap menatap lurus jalanan.

" Kalo nggak niat belajar, ngapain kuliah? Kenapa nggak langsung kerja aja ?"

" gue udah kerja kok ?" Reynald sesekali melirik Miracle.

" hah! Kamu udah kerja?Kerja apa?"Miracle bertanya dengan antusias.

Ternyata laki-laki ini telah bekerja. Ia kira kerjaannya hanya keluyuran malam hari tidak jelas.

" entar lo juga tau"

Miracle paling tidak suka jika pertanyaannya tidak di jawab dengan jelas. Dan malah membuatnya penasaran saja. Ketika Miracle ingin bertanya lagi, ternyata mereka sudah sampai.

Akhirya ia mengurungkan niatnya dan segera masuk kedalam kafe tersebut.

Setelah mencari tempat duduk. Akhirnya mereka duduk di bangku pojok dekat jendela, tempat yang pas untuk memandang langit yang biru dan angin yang menelusup melalui jendela. Mereka sama-sama memesan cappuccino.

" dibayar berapa lo sama Leroy buat bimbing gue ?" Reynald mulai membuka suara untuk mencairkan suasana.

" Kamu ini nggak ada sopan santunnya sama orang tua! Jangan cuma panggil nama kalo sama orang tua, dosa tahu!" Miracle langsung memarahi Reynlad yang tidak sopan pada orang tua, dengan hanya mengucap nama ayahnya tanpa embel-embel ayah, papah atau apapun itu.

Bahkan Miracle tanpa segan memukul kepala Reynald menggunakan sendok yang terdapat dalam cappuccinonya.

"Lo itu suka banget ya mukul kepala gue ?"

" Aku nggak akan mukul tanpa sebab." Miracle membeladiri.

Reynald terlihat sedang menikmati cappuccinonya dengan begitu nikmat. Dan tanpa dipungkiri Reynald terlihatbegitutampan, wajahnya terlihat menyerupai pahatan yang amat sempurna. Hidunnya yang mancung seperti paruh burung, rahangnya yang begitu tegas, kulitnya yang begitu bersih.

"Biasa aja liatinnya sampe merosot gitu kacamata lo, gue tau gue ganteng." Reynald menyadari dirinya tengah dipandangi Miracle yang duduk di depannya.
Miracle langsung salah tingkah ketika Reynald memergoki dirinya yang tengah menatapnya.

" Ng.. aku nggak liatin kamu kok. Aku cuman anu di dahi kamu ada jerawat. Iya ada jerawat."Miracle langsung mencari alasan untuk mengelak fakta bahwa dirinya menatap cowok tengil itu.

" emang kenapa kalo gue punya jerawat. Itu wajarkan ?"Reynald hanya mengangkat bahunya tidak peduli pada jerawat yang dikatakan oleh Miracle.

Miracle hanya mengangguk mendegar jawaban dari Reynald setidaknya ia bisa mengalihkan pikiran laki-laki itu.

" Ng... kalo aku liat-liat kayanya kamu itu benci banget sama papah kamu. Kenapa ?"

" gue nggak suka ada orang yang ngulik keluarga gue." Wajah Reynald berubah kala Miracle mulai bertanya pasal keluarganya.

" Maaf kalo gitu." Miracle merasa tidak enak telah bertanya seperti itu pada Reynald.

" gue minta sama lo. Bisa nggak lo bilang sama dia kalo lo nggak mau bimbing gue. Karena gue nggak butuh pembimbing dan sebesar apapun usaha lo buat bimbing gue itu nggak akan ngerubah apapun dari hidup gue, bisa dikatakan usaha lo bakal sia-sia."

you are miracleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang