WELCOME SPEKTA

4.5K 388 13
                                    

Suasana pagi hari di Radio Spekta sudah cukup ramai, khususnya cafe yang ada di sebelah kanan. Sebagian besar anak muda sedang sarapan sebelum melanjutkan aktivitasnya, termasuk karyawan radio Spekta. Di sebelah kiri terdapat kolam ikan yang airnya mengalir bagai air terjun. Beberapa dinding tempat para penyiar melakukan aktivitasnya terbuat dari kaca yang langsung menghadap taman.

Persis seperti kegemaran pemilik radio terhadap tanaman, begitu pun suasana radio spekta, banyak ditumbuhi pepohonan dan bunga beraneka warna, membuat siapa pun yang datang ke sana tidak bosan untuk memandangnya.

Ayudya memantapkan hati dengan menarik dan menghela napas beberapa kali. Sambil mengeratkan topi agar tetap menutup wajahnya, Ayu melangkah masuk melewati pos penjagaan sembari melayangkan senyum manisnya menuju kantor spekta.

Perempuan cantik, mancung, dengan rambut cokelat sebahu sedikit berlari, hampir menabrak Ayu yang berjalan sambil menunduk.

Dengan ramah dan senyum sumringah, ia mengulurkan tangan dan menawarkan bantuan yang langsung disambut Ayu dengan senang hati. Dari name tag berbentuk headphone yang dikalungkan di lehernya, Ayu tau perempuan itu bernama Magenta. Nama yang cantik, pikirnya.

Bersama Magenta, Ayu menemui bagian produksi untuk menyerahkan berkas lamaran. Sambil sesekali melihat sekeliling kantor, Ayu melepas topi dan kacamata sesuai permintaan Mag.

"Nah, di sini ada Mbak Olive. Lo langsung kasih aja berkasnya." ujar Mag di depan ruangan berdinding kaca dan bertuliskan SPEKTA FM besar, di bagian tengah. "Semoga sukses, ya." Perempuan itu menepuk bahu Ayu untuk memberi semangat.

"Oh, ya. Gue Dean Annora. Dan ini nama udara gue. Lo akan sangat membutuhkan nama udara ketika lo diterima di sini," tutupnya sebelum berbalik meninggalkan Ayu.

"Selamat siang, saya Ayudya Maheswari, dan berniat untuk melamar pekerjaan sebagai penyiar. Beberapa berkas yang dibutuhkan, sesuai ketentuan, sudah saya lengkapi di dalam map ini ...." Ayu nyerocos hampir tanpa jeda. Badannya mulai gemetar. Ia tidak terbiasa bertemu orang asing, apalagi berhadap-hadapan secara formal, karena seketika otaknya akan terpecah menjadi kepingan-kepingan tak beraturan.

"Silakan ditunggu," sela Olive tanpa melihat Ayu yang berdiri di depan mejanya. Berbadan sedikit gempal, dengan kacamata bulat ala harry potter yang bertengger di hidung, membuat Olive terlihat seperti ....

Ayu menutup mulut, jangan sampai Olive mendengar ia terkikik, mengingat boneka pororo kesayangannya.

"Lamarannya kami terima, tetapi bulan ini kami sedang tidak menerima penyiar. Ada lowongan OB. Mau?" Tatapan Olive tajam, sambil menyeringai beberapa saat. Kemudian ia mengajak Ayu untuk masuk ke ruang rekaman.

Ruangan berukuran 3×3, dipenuhi bermacam-macam alat siar. Belum juga mulai mata Ayu menelanjangi setiap benda di dalam ruangan, suara berat pria asing mengejutkannya.

"Kamu mau jadi penyiar?" tanyanya. Pria itu berbadan tegap. Senyumnya yang manis membawa ingatan Ayu. Entah kapan dan di mana ia pernah bertemu.

"Eh, iya. Tapi ...,"

"Oh, nggak usah kaget. Saya tahu dari Magenta."

Ayu menarik napas lega. Hampir saja ia mengira Om Hendra lah yang membuat laki-laki itu mengenalnya. Tanpa basa-basi lebih lama, pria itu mengenalkan diri.

"Tristan Putra, manager direksi."

Ayu menyambut uluran tangannya.

"Mulai besok pagi kamu bisa langsung masuk."

"Serius?"

"Ya, sementara ini, kamu mendampingi Mag. Besok kita bicarakan lebih lanjut."

Ayu senang, tapi ada rasa curiga mendesak pikiran dan hatinya. Pria yang sepertinya pernah dia temui, entah di mana, saat ini adalah atasannya yang langsung menerimanya menjadi penyiar tanpa mempertimbangkan berkas dan rekaman suara seperti prosedur biasanya. Belum selesai pertanyaan bermunculan di pikirannya, ucapan Tristan kembali bisa menghalau ragu.

"kamu diterima dengan masa percobaan enam bulan dulu. Kalau cocok, barulah kamu menjadi penyiar tetap."

"Terima kasih banyak, Pak." Ayu mendesah lega.

"Ha? Tapi, Mas, eh, Pak. Dia bahkan belum dites suara, lho." Olive terlihat keberatan. Kacamatanya melorot.
Tristan berlalu tanpa memedulikannya.
Olive semakin kesal. Mukanya ditekuk. Melirik tajam, ia mendengus kesal.

Lalu pergi meninggalkan Ayu sendiri.

========

Akhirnyaaa...
Sejak semalam migrain kumat, dipaksa bisa juga, ternyata.

Baiklah, Manteman, prosedur menjadi penyiar sebenarnya sangat panjang.
Setelah rekaman di studio, kita harus menunggu sampai dipanggil. Kalau nggak dipanggil ya apes.
hahaha..

Setelah itu, akan dicoba membawakan beberapa program seperti sedang benar-benar mengudara.

Lalu kita akan menunggu lagi
Hahhaa..

Etapi tergantung radionya juga, sih. Beda-beda.

Intinya terima kasih sudah membaca dan mau kasih vote.

Minta saran dan komennya, yah.

Semoga aku lancar menuliskannya.

Terima kasih.

AM to FMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang