Seorang perempuan duduk bersandar di tepi kasur. Hatinya bergemuruh. Masih seperti malam-malam sebelumnya, saat ia menunggu seseorang datang untuk menjemput dan menghabiskan malam bersama tanpa cinta, tanpa rasa. Hanya perlu sedikit desahan dan rayuan yang dibungkus dengan keberanian, akan membuatnya menerima apa yang diinginkan banyak perempuan. Sama seperti seseorang yang tanpa disadari menjadi panutan dalam hidupnya meski berulang kali mengatakan tidak untuk apa yang dia lakukan.Namun, kali ini ia memilih bertahan untuk tidak menginjakkan kaki keluar dan melayani laki-laki pemuja kenikmatan, meski riuh gemerlap kehidupan para kaum hedonis yang setiap malam datang silih berganti terus berputar di kepalanya. Mereka seolah memanggilnya untuk kembali berbaur menikmati hidup.
Perempuan itu mulai merasa bahwa kebebasan yang sudah menjadi kebiasaan, bukanlah kebebasan, dan itu berarti saatnya mencari sesuatu yang baru. Karena sejatinya kebebasan itu tidak mengikat. Sesekali mengangkat kepala dan mengembuskan asap tembakau dari mulut dan hidungnya, ia memantapkan hati untuk tidak kembali bergabung bersama mereka. Perempuan itu tetap diam dalam kamar, menanti sesuatu yang lebih menantang daripada mengikuti jejak untuk menjual diri.
Basi. Itu semakin ia rasakan ketika tetap mengikuti kemauan liarnya untuk bebas dalam meladeni banyak laki-laki asing setelah mengenal seseorang yang memberi arti berbeda dalam hidupnya. Seseorang yang mampu memberinya suasana jauh lebih menyenangkan dan menegangkan. Ya, laki-laki yang membuatnya menjadi diri sendiri dan semakin berani melawan seseorang yang memiliki aturan sangat keras, dan biasa dipanggil ... Mami.
Ya, Mami membesarkannya seorang diri dan berulang kali meyakinkan bahwa ayahnya telah pergi dengan abadi.
Demi memenuhi kebutuhan hidup, Mami tidak ingin memasrahkan hidup sepenuhnya kepada saudara laki-lakinya. Ia menjual beberapa perempuan muda kepada laki-laki necis penikmat selangkangan. Namun, satu hal yang jadi aturan Mami, dia tidak boleh ikut terjerumus dalam hal yang sama. Setiap hari ia selalu ada dalam pengawasan yang ketat, dan tidak berhak mengatur hidup tanpa seizinnya. Seiring berjalannya waktu, perempuan itu memiliki seribu satu cara untuk melarikan diri, meski selalu berakhir dengan kegagalan.
Dering ponsel hanya membuatnya menarik napas tanpa sedikit pun menoleh. Ia tetap menatap langit-langit kamar seraya mengembuskan asap kebahagiaan yang selalu menemaninya dalam kesendirian, diselingi tawa kecil keluar dari mulutnya, berharap menemukan kebebasan yang lebih berarti, malam ini.
Kesekian kalinya ponsel berdering ternyata mampu mengusik khayalan perempuan itu. Pupil matanya perlahan mengembang dibarengi senyum semringah yang menghiasi paras manisnya setelah melihat nama yang terpampang di layar.
"Hai, Farel sayang." Perempuan itu menyapa dengan renyah dan ceria.
"Hai, Sayang. Aku jemput, ya." Laki-laki di seberang telepon membuat hatinya kian berbunga-bunga.
"Sekarang? Nanti ketahuan."
"Nggak. Kayak nggak pernah kabur aja. Kita kan bukan anak kemarin sore."
"Iya, sih." Perempuan itu terkekeh.
Sejak mengenal Farel, ia kerap memacu adrenalin dengan mengendap-endap keluar kamar, demi mengikuti kebiasaan laki-laki itu nongkrong bareng anggota geng motor di seputaran jalan pahlawan. Baginya, ini kebebasan.
"Nah, ayo. Ganti baju."
"Mau ke mana?"
"Lupa? Malam ini jadwal touring. Nggak mungkin kamu mau di rumah aja." Laki-laki itu terbahak-bahak.
Sejak bertemu di kelab, Farel mengenalkannya pada komunitas motor sport dan sering mengajaknya ikut setiap kegiatan yang diadakan.
Perempuan itu terbatuk dan suara tawanya yang menyusul terdengar di telinga Farel.
"Hei, ayo ...," desak laki-laki itu. "Setengah jam lagi aku sampai, kamu tunggu di depan gang, yah."
Bahagia membuncah dan membuatnya ingin melompat setinggi-tingginya. Di kala berkhayal mengharapkan kebebasan baru, Farel datang memberikannya.
Anggota geng motor yang penampilannya bak berandalan, tapi paham bagaimana memperlakukan perempuan. Bukan sekadar laki-laki kebanyakan yang hanya peduli pada penampilan dan kepuasan selangkangan tanpa mau memahami hati perempuan.
"Tapi ...," lirihnya tiba-tiba saat teringat ucapan beberapa teman perempuan di komunitas motor itu yang mengatakan bahwa Farel sudah bertunangan.
" Bullshit, itu. Percaya. Aku cuma punya kamu."
***
"Hello, Nona biru terang." Perempuan berbadan tidak terlalu tinggi dengan kacamata bulat yang bertengger, menjentikkan jari beberapa kali di depan wajah Cyan. "Kamu sudah siapkan materi untuk besok, kan?"
"Hah? Ya ampun, Olive." Cyan mengusap kedua tangannya di pipi. "Materi apa? Bukannya acara itu masih empat bulan lagi?"
=======
KAMU SEDANG MEMBACA
AM to FM
ChickLit[[CERITA INI MASIH PROSES REVISI DI WORD!]] Ayudya Maheswari menjadi penyiar dengan harapan menemukan kembali arti kehidupan. Ia berusaha meninggalkan masa lalu demi mendapat seberkas kebahagiaan. Menjadi seorang yang sangat berbeda dengan dirinya...