Absquatulate

1.8K 183 11
                                    


Magenta mengencangkan rahang dan menghela napas. Sorot matanya mengisyaratkan sesuatu, membuat laki-laki di depannya semakin mengerutkan kening. Sedetik kemudian, perempuan itu mendongak ke arah Tristan dan berujar lirih, "Ada cewek yang sudah menggantungkan sepenuh hidupnya ke dia, tapi tiba-tiba dia pergi gitu aja tanpa rasa bersalah."

Tristan mengetuk-ngetukkan tangan kanannya yang melingkar di lengan kiri, kemudian mengangguk-angguk pelan sambil memperhatikan perempuan di depannya.

"Namanya Valerie. Gue panggil dia Val, sahabat gue yang sampai sekarang ngilang. Nomor telepon dan akun sosial media nggak aktif lagi. Kabar terakhir yang gue denger, dia ditinggalin tunangannya dengan alasan si tunangannya itu masih nyaman dengan kehidupan bejat yang menurut dia bakal membuat Valerie tersiksa."

"Maksud lo?" Tristan mengajak Magenta duduk di kursi yang biasa ia duduki lalu dengan melinting kedua lengan kemeja panjangnya, laki-laki yang rambutnya selalu dicepol mungil di bagian belakang itu berdiri tepat menghadap Magenta dan menyandarkan pantatnya ke meja. "Farel sudah pernah punya tunangan? Valerie?"

Magenta mengangguk. "That's why I said sudah lama kenal Farel bahkan jauh sebelum gue kenal lo."

Magenta menyilangkan tangan, lalu melanjutkan, "Yah. Jadi, mereka itu temenan sejak SMA. Temen baik. Saking baiknya, Farel selalu ada buat Val. Cowok itu selalu berhasil membuat Val merasa dicintai." Magenta menyugar rambut ke kanan, lalu melanjutkan, "Kalo gue jadi Val, pasti bakal ngerasain hal yang sama. Cara dia memperlakukan perempuan ...."

"Caranya kenapa?" Tristan mendekatkan wajahnya. Sudut bibirnya sedikit ditarik ke atas, sambil terus menatap mata Magenta dalam-dalam.

"Gue serius." Magenta menjauhkan wajah dari Tristan. "Itu, si cowok brengsek banget, ninggalin Val, tiba-tiba, tanpa kejelasan. Sampai sekarang Val ... Entahlah."

"Why?" Tristan memicingkan mata.

"I don't know," jawab magenta seraya menaikkan bahu dan kedua tangannya.

"Buat mereka waktu itu, hidup hanya sekali, harus dinikmati, dan nggak perlu berlarut-larut dalam apa pun yang terjadi. Itu satu-satunya cara untuk mendapat kebahagiaan, dan dengan cara itu, Farel memang berhasil bawa Valerie puas dalam menikmati hidup. I can see that. Val yang dulunya nggak percaya keindahan hidup, sejak kenal Farel, semakin mencintai hidup dan melakukan yang terbaik untuk bisa bertahan.

Hingga suatu saat, Val semakin merasa nyaman dan besar kepala. Sekitar tujuh tahun lalu, Farel bilang mau nikahin dia. Orangtuanya, keluarganya, bahkan gue pun ada, saat itu.
Ternyata ikatan yang dia buat, yang katanya mau serius sama sahabat gue, dengan mudahnya dia lepas."

Melihat perempuan di depannya menggoyang-goyangkan kaki dengan semakin cepat dan menggigit kecil bibir bagian bawahnya, Tristan meraih sebotol air mineral dari bawah meja dan membukanya.

Perempuan yang beberapa kali terlihat mengeratkan gigi dan rahang itu minum sampai tinggal setengah, lalu melanjutkan, "Sampai saat ini gue nggak pernah tau apa alasannya. Valerie juga nggak cerita apa-apa dan sejak saat itu entah kenapa dia selalu menghindar dari gue."

Tristan beranjak menjauh dari meja ketika terlintas satu nama yang membuat lidahnya kelu. Seseorang yang sudah dipercayakan kepadanya beserta segala masa lalunya yang sempat membuat logikanya mati karena simpati, sekarang ada orang lain yang membuat cerita, seolah-olah rasa itu bukan hal yang pantas ditujukan. Tristan mengambil air mineral dan menghabiskannya seketika. Sialan!

"Lo kenapa??"
Magenta beranjak mendekati Tristan.
"Minum pelan-pelan. Botolnya ngapain lo minum??" selorohnya.

"Nope. I'm okay."
Tristan menegaskan dengan senyum penuh keyakinan sambil membelalakkan mata, seolah memang tidak ada satu hal pun yang mengganggu pikirannya.

"Nggak." Magenta menggeleng cepat.

"Lo nggak bakal minggir gitu aja, trus ngabisin air mineral, sampe keselek botolnya sekalian, kalo nggak ada apa-apa. Apa yang Lo tahu? Sahabat gue?" Magenta memicingkan mata, mendekatkan wajah hingga hampir tidak ada jarak di antara mereka. "Lo kenal sahabat gue?"

Tristan menatap mata Magenta dalam-dalam lalu mengecup bibirnya.

" Hei ...." Memegang kedua bahu perempuan di depannya, membuat Tristan hampir saja tergelak. Mata belok Magenta menatapnya tajam dengan wajah yang memerah. "Denger, ya. Gue memang nggak tahu di mana sahabat Lo."

Tristan menarik napas lalu melanjutkan, " ... Sorry. Sebenarnya berat buat gue untuk kasih tahu ini, Mag ...,"

=======

AM to FMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang