Bab 9 - Dini

122 17 0
                                    

Written by: Mbok_Dee

Lompat lagi ke mbok dee yaa...

Semoga tidak membingungkan. 😅🙏

Bab 9

[Assalamu'alaikum Dini. Bisa kita ketemu? Andy]
Hampir lima menit kupandangi layar datar ditanganku tanpa tahu harus menjawab apa.

“Jawablah. Mau sampai kapan loe ngeliatin gitu?” Mungkin Uchie gemas melihat kegalauanku.

[Wa’alaikumusallam, kapan?] jawabku

Balasan itu masuk tak lama kemudian
[Nanti malam, bisa?]

[Jam berapa? Aku masih di TM sama temen, Mas.] jawabku.

[Aku jemput,boleh?]

“Chie, dia mau jemput kesini. Gimana?” Aku gak tahu siap atau gak bertemu dengannya. Mungkin terkesan berlebihan,tetapi aku merasa gak punya muka untuk bertemu dengannya. Mengingat sikapku tadi seperti orang yang terbakar cemburu.

“Pergi aja lah. Dari pada besok uring-uringan di kantor.” Jawab Uchie.

[Oke, kasih tahu aja kalau sudah nyampe TM] jawabku

[Siap.]

“Chie, aku kok gugup gini ya?” Ada sesuatu yang berbeda dengan dokter ini, entah kenapa membuatku berpikir terus-terusan.

“Itu tandanya, kamu mulai suka sama dokter itu,” jawab Uchie.

Kusangga kepalaku dengan tangan kanan dan memandang keluar jendela. Kuperhatikan mobil berlalu lalang dijalan depan TransMart. Aku masih belum yakin aku suka sama calon dokter anak itu, tapi aku mengakui ada sesuatu yang membuatku tertarik padanya.

“Chie ….”

“Apaan?” jawabnya

“Aku … aneh gak sih? Aku gak bilang kalau mulai suka sama Andy, tapi melihatnya sama cewek tadi ada rasa gak terima gitu. Apa ini rasa cemburu? Tapi ….”

“Loe itu cemburu karena udah mulai suka sama Andy. Susah amat terima kalau lagi jatuh cinta.” Jatuh cinta? Gak mungkin, ketemu juga baru sekali.

Ting

[Dimana?] pesan Mas Andy

[Bakso Boedjangan]

[ok] jawabnya

“Chie, dia dah nyampe nih.” Kenapa cepat sekali dia sampai, aku belum berhasil menata hati.

“Ya udah, gak usah panik gitu.” Uchie melihatku panik. Telpon selular kumasukkan, keluarkan lagi. Begitu saja hingga dua tiga kali.

“Assalamu’alaikum,” Tak lama terdengar salam dari balik punggungku, karena aku memang duduk membelakangi pintu masuk.

“Wa’alaikumusallam. Mas andy ya, kenalkan gue Uchi temen Dini.” Uchie memang orangnya lebih luwes dalam berteman. Dia bisa dengan mudah memulai pembicaraan dengan orang asing tanpa ada rasa segan. Bisa tertawa dengan bebas meski baru pertama kali bertemu, berbeda denganku yang malas untuk berbasa-basi

“Andy,” jawabnya sambil menerima uluran tangan Uchie.

“Duduk dulu, Mas.” Aku memintanya duduk karena memang belum tahu rencana dia apa. Uchie mencoba berbicara denganku dengan bahasa kalbu, saling melotot, berkedip-kedip dan mengerucutkan bibir. Mungkin kita terlihat seperti dua orang gila yang saling melotot. ‘Gua balik dulu deh, biar kalian bisa pacaran’ yang sontak kujawab dengan pelototan mata.

Tiba-tiba Uchie berdiri, “Mas Andy, aku pamit dulu ya. Nanti Mas yang anterin Dini pulang ya.”

“Eh, ngapain pulang sih! Sini aja, ntar aku pulang sama kamu.” Aku belum siap untuk berdua saja dengannya, jangan tinggalin aku Chie.

Dua Hati [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang