Bab 10 - Anisa

126 18 0
                                    

"Kenapa, Mas?" Kulihat Mas Bram menatap gusar gadis yang telah pergi meninggalkannya. Andy juga terlihat mengejar gadis itu.

"Nggak pa-pa, Nis. Yuk, aku antar pulang," jawabnya tanpa melupakan senyum manisnya. Kenapa dia jadi sering tersenyum ya?

Sekian lama hanya duduk terdiam, tanpa sadar aku menghela napas panjang. Mas Bram spontan menoleh dan menatap heran.

"Kenapa?"

"Nggak."

"Apa ada yang salah?"

"Dini ... benar adik Mas?" tanyaku akhirnya. Dia menyipitkan mata dan memiringkan kepala.

"Memangnya kenapa? Kamu masih cemburu?"

"Cemburu?" Aku tertawa mendengar kata-katanya. Untuk alasan apa aku cemburu?

"Kamu sendiri? Ada hubungan apa dengan Andy?" tanyanya balik.

"Dia, seorang teman di masa kecil. Dulu, yang selalu ada untukku saat aku senang atau sedih, yang menemani kemana pun aku pergi, yang bisa kuandalkan saat ayah dan ibu sibuk dengan kesibukan mereka, hanyalah dia." Aku membiarkan memory masa lalu yang bahagia saat bersama Andy menguasai pikiranku. Hingga tanpa terasa, mataku berbinar dan bibirku menyunggingkan senyuman.

"Segitu berkesannya?" komentarnya seraya tersenyum sinis. Ups.

"Tentu saja. Kurasa hanya dia yang mampu memahami bagaimana diriku sebenarnya," jawabku jujur.

Ciiiittt!!!

"Shit!!"

"Astaghfirullah!! Hati-hati Mas!" Tanpa sadar aku mencengkeram lengan Mas Bram. Kulihat dia meringis menahan sakit. Sebuah motor yang memotong jalan sudah melesat jauh di depan kami.

"Maaf, " ucapku melepas cengkeraman tanganku.

Dia kembali menjalankan mobilnya. Aku tak lagi mendengar suaranya hingga kami tiba di dekat minimarket.

"Apa rumahmu jauh dari sini? Mau kuantar sekalian ke rumah?" Suaranya terdengar melunak, tidak sesinis tadi. Sempat kulihat senyumnya sudah kembali muncul.

"Tidak merepotkan?"

"Tentu tidak." Baiklah. Aku mulai memberi petunjuk arah menuju rumahku.

"Itu rumahku," kataku menunjuk rumah di pojok jalan. Dia menghentikan mobil tepat di depan pagar. Setelah berbasa basi sebentar, dia pun berpamitan pulang.

"Siapa Nduk?" tanya ayah saat aku memasuki rumah.

"Teman kerja, Yah," jawabku sambil mencium tangan ayah.

"Oh ... Ayah kira, Andy." Degg! Kenapa ayah berpikir begitu ya? "udah makan?" tanya ayah lagi.

"Sudah. Ayah, sudah makan?"

"Sudah."

"Anis masuk dulu, ya, Ayah." Kukecup kening dan kedua pipi ayah.

Andy. Kenapa ayah menanyakan lelaki itu? Seandainya ayah tahu kalau Andy sudah dijodohkan dengan gadis lain. Mungkinkah ....

🌸🌸🌸🌸

"Baru seminggu, tapi grafik penjualannya terlihat naik tajam. Wah, Mbak Anis memang top." Agung menunjukkan laporan penjualan mingguan minimarket.

"Gung, kalau aku pindah kantor gimana?" Aku tak mengindahkan laporannya.

"Pindah ke mana?"

" Ke atas."

"Oalaaah. Aku kira pindah ke mana, gitu. Kalau ke atas, ya, pindah aja, Mbak."

Agung terlihat kesal dengan ucapanku. Atau dia kesal karena laporannya tak kubaca? Aku sedang memikirkan kemungkinan memindah ruanganku ke atas, agar lebih nyaman.

Dua Hati [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang