Bab 39 - End

355 15 2
                                    

Cerita ini dengan terpaksa aku end-kan disini.

Jangan lupa klik bintang ya say 😘😘😘

Thank you.
Love you.

Noted: insyaAllah Mbok_Dee akan hadir dalam extra part. Mari kasih semangaat beliau... 😍😍😍

######

Pukul 08.00 kami sudah berangkat dari resort di The Taman Dayu menuju Masjid Cheng Ho untuk melakukan akad nikah. Ayah terlihat sangat tampan dan bahagia. Seluruh keluarga kami kumpul di sini sejak semalam. Bahkan semua pegawai kuberi cuti dan ikut menginap di resort ini. Hanya saja, mereka akan kembali ke Surabaya seusai acara. Sedangkan keluarga inti akan tetap tinggal di resort selama 3 hari.

Tim perias sejak sebelum subuh sudah bersiap-siap, dan setelah shalat Subuh, mereka pun segera beraksi meriasku. Mereka akan beraksi kembali saat acara resepsi pernikahanku nanti pukul 10.00-13.00. Kuharap acara ini usai sebelum jam empat sore.

"Anis," panggil ayah saat kami berada di mobil pengantin, mengantarku ke masjid cheng ho.

"Dalem, Ayah," jawabku merendah. Beliau mengambil tanganku dan menggenggamnya erat.

"Kamu tahu? Kamu sangat cantik hari ini. Kamu ... sangat mirip dengan ibumu saat menjadi pengantin baru dulu. Bahkan hingga saat ini pun, Ayah belum melupakan senyumnya yang sempurna." Ayah menerawang membayangkan almarhumah ibu tercinta.

"Ayah harap, kamu bahagia. Karena Ayah saat ini saaaangat bahagia." Mata ayah terlihat berbinar saat mengatakan hal itu. Tiba-tiba, aku merasakan mataku menghangat. Bulir-bulirnya sudah terasa berdesakan di sudut mata. Bibirpun terasa berkedut menahan hasrat ingin terisak.

"Ayaaah, Alhamdulillah," desahku menahan haru di dada. Ayah menepuk ringan punggung tanganku.

"Jangan nangis. Nanti Ayah dimarahi para perias itu," goda Ayah. Aku tertawa mendengarnya. Sepanjang perjalanan yang singkat itu, kami tak saling melepas genggaman tangan.

Setiba di masjid. Kami harus berpisah, karna kami memang memisahkan lokasi laki-laki dan perempuan. Akad ada di bawah hanya untuk para lelaki, sedangkan para perempuan, termasuk sang pengantin ada di lamtai atas.

Aku disambut Mama dan Dini yang memakai kebaya brokrat warna tosca cerah, seragam keluarga pengantin. Mereka segera menggiringku ke lantai dua. Dari sini aku hanya bisa mendengar proses akad nikah dari pengeras suara tanpa melihat langsung acaranya.

"Saya terima nikah dan kawinnya Anisa Zahra Rahmania binti Hasan Rahman dengan mas kawin tersebut TUNAI!" Mas Bram mengucap akad dengan lantang, membuat seluruh bulu di tubuhku berdiri, darahku berdesir, dan jantungku berpacu cepat.

"Sah?" tanya ayah selaku wali yang menikahkanku.

"Sah!"

"Sah!"

"Sah!"

Jawab para saksi dan hampir seluruh orang yang menyaksikan pernikahan kami. Suara mereka bergema ke seluruh ruangan, bahkan saat tanpa pengeras suara.

"Alhamdulillah. Barokallahu lakuma wa baroka alaikuma ...."

Dan doa nikah pun dipanjatkan.

Alhamdulillah.

Setelah doa dipanjatkan saatnya kami menanda tangani surat-surat kami. Ayah, petugas nikah, dan suamiku--duh, suami-- naik ke lantai dua mengantarkan berkas-berkas yang harus aku tanda tangani.

Di lantai dua ini juga dia akan menyerahkan mahar. Aku sama sekali tak berani menatap wajah lelaki yang sudah sah menjadi suamiku. Air mata sudah sedari tadi membasahi wajahku, membuat periasku harus bekerja ekstra untuk membuat wajahku tetap sempurna saat beberapa fotografer mengambil foto-foto kami.

Dua Hati [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang