Bab 12 - Anisa

144 18 0
                                    

"Mas, kamu yakin Dini itu adikmu?" tanyaku saat kami sudah berada di mobil menuju Grand City Mall. Kami memang berencana mengunjungi acara Gteat Expo yang digelar rutin tiap tahun di Surabaya.

"Yakin. Kenapa?"

Aku meremas tanganku yang tiba-tiba dingin. Kugigit bibir bawahku mencoba mengusir gulana di hatiku. Apakah aku tadi salah dengar? Bahkan tante Ratna menanyakan hal yang sama.

"Kamu kenapa, Nis? Sakit?" Mungkin dia melihat wajahku yang berubah sedikit pucat. Aku menggeleng pelan sambil berusaha tersenyum.

"Dini ...."

"Dini lagi, Dini lagi!" Potong mas Bram. Aku sedikit tersentak mendengarnya. "Apa kamu tidak tertarik membahas hubungan kita?"

Eh? Hubungan kita?

"Apa?" tanyaku heran.

"Nis ... kamu beneran tidak paham atau jual mahal?" Dia menatapku tajam. Aku mulai memahami alur pembicaraannya.

"Maaf, Mas. Aku belum siap menjalin sebuah hubungan," ucapku pelan.

"Sial! Dan aku sudah kasih pengumuman kalau kamu pacar aku." Dia tertawa garing. Maafkan aku, Mas Bram.

"Siapa suruh?"

Dia menggeleng-gelengkan kepala.

"Apa yang kurang dari aku?"

"Mulai, deh. Bukan Mas Bram, tapi aku." Aku harus menemukan adikku dulu.

"Kenapa ga kita coba sama-sama."

"Tidak!"

"Anisa!"

"Apa?!"

Huh! Aku mendengus sebal. Jengkel banget dengan cowok satu ini. Terlalu memaksakan kehendaknya, tapi kenapa juga aku nggak bisa menolak pesonanya.

Duh, gawat!

🌸🌸🌸🌸🌸

"Nis!"

Aku menatapnya tajam.

"Kamu ini! Harus dipegangin biar ga belok-belok sembarangan, ya?" omelnya lantas memegang tanganku.

Eh? Apa ini? Aku terkesima untuk beberapa saat. Dengan santai dia menggenggam tanganku.

"Mas! Lepaskan!" Aku berusaha melepas genggaman tangannya.

"Boleh, dengan satu syarat!" Dia masih menggenggam erat tanganku.

"Apaaa?"

"Jangan belok sembarangan!"

"Aku nggak belok sembarangan. Aku dah pake sein, kok," jawabku asal.

"Ck." Dia tetap menggenggam tanganku, bahkan menarikku pelan.

"Mas ...."

"Diem, ah! Malu tau!"

"Lepas!" Dia melepas genggaman tangannya.

Aku mengusap tanganku yang baru terlepas dari genggamannya. Dia melihatnya dengan gemas.

Tak lama dia meraih lagi tanganku. Diusapnya gelang yang melingkar di pergelangan tanganku.

"Ini?" Dia menunjuk gelangku.

"Kenapa?"

"Design khusus? Ini ... seperti tidak asing."

Dia kembali melihat gelang itu dengan seksama. Sesekali matanya melihat keatas dengan ekspresi wajah seolah berusaha mengingat sesuatu.

"Aaah! Iya, Aku ingat!"

Apa?

"Bunga ini ... seperti anting yang dipakai Nindy."

Dua Hati [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang