Awal bertemu

47 1 0
                                    


Sebuah kegiatan yang di benci mahasiswa baru tapi ditunggu-tunggu oleh mahasiswa lama. Ospek!.

Ardian sudah bersiap dengan jas almamater kebanggaannya, lengan atas terbalut kain hitam bertulis 'Korlap'.

Sesekali Ardian mengecek barisan maba satu persatu. Bisa dikatakan Ardian cukup memikat beberapa pasang mata. Ada senyum malu malu adek maba khususnya gadis-gadis yang akan tersipu ketika Ardian menatapnya untuk segera meluruskan barisan.

Entah pesona itu datang dari mana.  Ardian tidaklah setampan leonardo de caprio atau aliando syarif. Dia tak sebersih itu.

Lelaki dengan kharisma yang kuat. Rambut acak acakan, mulutnya yang setia mengunyak tusuk gigi yang terkesan jijik tapi lain dengan Ardian. Dia terlihat kumel tapi entah mengapa itu sungguh menawan bagi para gadis gadis SMA yang hendak menjadi mahasiswa.

"Ar??"

Refleks aku yang sedang dicek barisannya oleh Ardian menoleh secara bersamaan pada sumber suara.

"Iyaa?"jawab kami bersamaan.

Ardian kembali menoleh ke arahku. Meneliti name tag yang menempel di dada sebelah kanan.

"Arsy widya sary " Ardian membacanya sekilas lalu mengangguk.

"Ar??"

"Iyaa??" Lagi kami bersamaan menjawab.

"Ar ditunggu di sekre Bem ada yang perlu kita bicarakan"

Aku menunduk seketika. Yang dimaksud mbak mbak berambut merah di ujungnya itu Ardian bukan Arsy.

"Luruskan barisan" Ardian mengarakan dua jarinya pada kedua matanya lalu memberikan sorotan itu padaku.

.

Pagi pagi sekali sudah disuruh baris berjam jam.

"Baris yang rapih!! Kalau tidak acara tidak akan saya mulai-mulai!!" Teriak Ardian menggunakan toa yang ia bawa dengan lugas tegap dan sangat pantas.

"Sumpah ya!  Gatau apa ini kaki sudah berasa ga napak lagi!!"dumel seorang gadis berambut ikal disampingku. Sedari tadi dia tidak bisa diam menggerak gerakan kakinya kesana kemari.

Aku meliriknya sekilas dia tersenyum ramah.

"Siapa disini yang tidak hafal lagu buruh tani??? Maju sekarang!!" Teriaknya lagi.

Semua hening tak bergeming. Semua mata mengriling kesal, pegal dan ah sudahlah kami sudah besar terlalu basi dengan acara bentak bentak seperti itu.

"nyanyikannn dengan keraaaasss!!!!"

Kami bernyanyi hampir satu jam, satu persatu dari barisan keluar karna ketahuan tidak hafal dengan lagu buruh tani.

Tubuhku serasa goyah, dipaksa memejamkan mata dan berdiri berjam jam sambil terus bernyanyi keras. 

Sebuah tangan dengan hangat menopang tubuhku yang hampir jatuh. Aku tak berani membuka mata karna itu dilarang.

"Jangan buka mata!! Resapi lagu itu!!"

Kepalaku semakin pusing tak karuan. Sampai bisikan itu memperbolehkan aku untuk membuka mata.

"Kalo gakuat gapapa"

Mataku bertemu dengan matanya. Pertama yang ku lihat bulu mata lentiknya. Tak disangka aku bisa melihat wajahnya begitu dekat.

"Shintiaa?? Bawa adek ini ke klinik kampus!!" Teriaknya memanggil mbak mbak cantik berbalut jas dokter yang masih terlihat muda, sepertinya dia anak FK.

"Nanti ikut mbak shintia keluar barisan!" Dorongnya menyuruhku keluar barisan dan menepuk bahuku kuat.

Aku dibawa mbak shintia menuju klinik, tak henti hentinya mata terus mengekori gerak gerik Ardian yang terlihat begitu sibuk kesana kemari.

.

Kesan pertama yang akan sangat sulit terlupa.

Klinik begitu penuh sesak, ternyata bukan aku saja yang menyerah. Banyak yang bahkan sampai pingsan.

mbak shintia memberiku teh hangat, dengan ramah dia memberiku selimut tebal dan menyuruhku beristirahat.

"Haloo?? Semua baik baik saja??"

'Jelas kami semua sakit'batinku kesal. Senyum ramahnya terlihat menyebalkan ketika mengarah ke arahku.

"Bagaimana dek? Sudah baikan?"

Aku hanya menggelang. Pria yang mengenakan baju batik berwarna merah menanyakan keadaanku sok akrab.

Aku hanya mengangguk.

"Okeh saya tinggal dulu,  baik baik ya semua! " dia melambai tangan dan keluar dari klinik.

.

Ardian terlihat lusuh lewat kesana kemari di hadapanku yang duduk di bangsal klinik. Kebetulan ruangan yang aku tempati langsung mengarah ke luar. Pintu terbuka lebar dengan jelas aku bisa melihat orang hilir mudik termasuk Ardian.

Dua pasang mata menangkap sorot mataku. Ardian menatapku sekilas. Sial aku ketahuan memandanginya.

"Eh!" Aku langsung mengalihkan pandangan. Ku lihat dari ekor mataku dia tersenyum.  Ardian lebih baik dengan senyumnya.

Keterangan  :
Maba:  mahasiswa baru
FK      :  fakultas kedokteran
Korlap:  koordinasi lapangan

CINTA RAHASIA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang