4

633 38 0
                                    

Hari yang gue gak harapin akhirnya malah terjadi juga. Papa yang anterin gue dan Adam menuju sekolah. Sepanjang perjalanan, gue diem terus meratapi hari-hari kedepan yang gue males lalui. Gue udah membayangkan tentang outbond yang bahkan males untuk gue lihat, tentang jerit malam yang pasti gue bakal ditakut-takuti dan kemungkinan besar gue bisa mempermalukan diri gue sendiri. Dan tentang api unggun yang gue pikir sangat useless karena kami seangkatan bakal dibuat kedinginan dengan sumber penghangatan hanya dari seunggun api ditengah-tengah murid satu angkatan.

"Gak apa-apa, Princess. You will stay alive when you come home." Papa menenangkan gue.

"That's not the matter, Papa."

"So?"

"Aku males aja. Buat apa begini-beginian. Mending aku tidur di kamar."

"Pengalaman dong, Princess. Kamu gak tau kalo bisa aja disana kamu bakal dapet pengalaman indah yang nggak terlupakan. Kamu juga bisa kenalan sama temen-temen seangkatan kamu yang lainnya."

"Santai aja, Pa. I will look after her." kata Adam.

"Nah, denger kan, Princess? You'll be fine there. Just enjoy the camp."

Gue makin menundukan wajah gue karena gue terlampau males untuk ikutan acara ini. Ditambah Papa dan Adam dengan sok bijaksananya menguatkan gue. Saat kami udah nyampe parkiran sekolah, Papa mengusap kepala gue.

"Have fun kiddos."

Kemudian kami pamitan sama Papa dan langsung gabung sama temen-temen kami di lapangan. Gue berhasil sedikit melupakan kebetean gue saat temen-temen gue bercandain Hani karena dia anak paling polos di kelas. Dalam hati, gue merasa bersalah juga karena udah numbalin Hani untuk mengalihkan kebetean gue. Waktu gue ngeliatin barisan kelas Adam, mata gue papasan sama Adam dan ternyata dia udah liatin gue dari tadi.

Gue tersenyum. Kemudian Adam balas tersenyum. Gue sedikit canggung karena gue ngerti bahwa Adam berpikir bahwa gue akhirnya sedikit demi sedikit bisa menerima acara membosankan ini.

Kembali ke Hani, gue cekikikan lagi lalu membela dia saat temen-temen mulai mau ngelewat batas. Tapi setelahnya gue bercandain Hani lebih kejam. Tapi setelahnya lagi, gue minta maaf kok ke dia.

Bu Anita mengkoordinir murid satu angkatan untuk pergi ke bus yang terparkir di depan sekolah. Dari kelas 11 IPA 1-8 hingga kelas 11 IPS 1-8 dengan teratur menaiki bis. Sebelum berangkat, kami di absen kemudian perlahan bus melaju menuju tempat camping kami. Satu bus berisi dua kelas dan ya, syukurnya gue satu bus sama Adam.

Sedikit-sedikit gue nengok ke belakang dimana para cowok memutuskan untuk duduk di belakang semua. Gue sebenernya cuma mau nengok ke Adam karena gue butuh kekuatan untuk gue bertahan duduk di bus dan pulang bareng yang lainnya saat camping ini selesai.

Gue membuang napas dengan berat lalu kembali menghadap depan. Gak ada kekuatan apapun yang bisa gue serap. Tapi meratapi pun buat apa? malah bikin gue gak fokus untuk melakukan semuanya. Gue memantapkan diri bahwa ini cuma camping satu minggu yang akan menjadi camping paling menyenangkan yang akan gue lalui selama masa-masa putih abu-abu gue. Gue mencoba tersenyum dan mencoba enjoy. Hope it'll works.

Dua setengah jam kemudian, kami tiba di tempat camping. Udaranya sejuk dan penghijauan sepanjang mata memandang. Kami di komandokan untuk menempatkan barak yang sudah sekolah sediakan. Total ada 8 barak. 4 barak untuk perempuan dan 4 untuk laki-laki. Barak pertama adalah barak gue. Setelah menyimpan tas carrier dan bersiap-siap, kami diperintahkan untuk berbaris di tengah-tengah barak yang berbentuk huruf U ini.

Setelah di absen ulang, kami dibagi menjadi perkelompok-perkelompok. Murid IPA maupun IPS digabung. Satu kelompok terdapat dua puluh orang dan kami wajib mengingat siapa teman-teman sekelompok kami. Meski gue gak sekolompok dengan Adam, gue masih bersyukur karena Adri dan Mario ada di kelompok yang sama dengan gue.

BAKED HEARTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang