SENJA

44 0 0
                                    

Aku butuh tempat untuk mendengarkan kerinduan tak bertuan ini. Tolong seseorang raihlah tanganku dan bawa aku ke dalam dekapanmu yang nyaman.

-Caesara Andila-

Kupu-kupu berterbangan mengelilingi bunga mencari sebuah sari kehidupan. Lukisan langit senja menemani setiap kepakan sayapnya. Kehidupan yang sangat indah kini tercipta oleh semesta. Semesta seakan memberikan hal-hal yang dibutuhkan jiwa. Alam ini semakin hidup dan menjadi teman baik. Aku menyusuri taman bunga, mereka tersenyum hangat.

"Apa kalian tahu? Setiap saat dunia menjadi sepi hanya dalam sekejap mata." Mereka hanya mendengarkanku. Namun sesekali mereka menari dengan belain lembut angin. Lebah pun setia menjadi penontonnya.

"Ini memang sakit, tapi untuk melihat seseorang yang kita sayangi, apapun bisa dilakukan." Aku memetik bunga itu dan merasakan betapa sakit jiwanya. "Mari kita lihat semesta merubah dunia."

Senja terlihat sangat indah membuat tubuhku melayang menemaninya. Aku terbang dalam dunia yang semu, dunia yang hanya bisa dirasakan dalam waktu singkat. Dengannya aku bisa merasakan bagaimana sebuah keindahan. Keindahan yang nyata bisa dirasakan jiwaku. Nafasku melebur menjadi satu dengan semesta. Kesejukan memeluk manja jiwa rapuh. Kerinduan yang selalu tertanam tanpa jelas siapa tuannya.

Aku terus tersiksa dengan keadaan ini semua. Tiada ada yang berarti. Senja berubah menjadi cahaya bintang-bintang diatas sana. "Kau berkilaun disana dan membuat aku sulit menggapaimu." Tanganku terulur mencoba meraih bintang itu. Kerinduanku akan dirinya terus tumbuh. Tanpa ada seseorang pun yang mampu menghilangkannya.

"Jika seseorang menggantikanmu, apakah kerinduan ini akan hilang?" tidak ada jawaban.

Aku merebahkan tubuhku memandang ke dunia luas. Bunga itu aku genggam terlalu kuat hingga aku menyakitinya. "Maafkan aku. Kamu terlalu hebat membuat aku susah untuk melepaskannya."

Imajinasi yang bisa aku lakukan. Berhalusinasi untuk dapat meraihmu. Aku tidak mampu memeluk tubuh dan mencumbunya. Aku memandangnya dan mencoba meraih tangannya. Tapi dia terus berjalan tanpa melihat kearahku. Tolong lihatlah, aku semakin gila dengan perasaan yang tidak jelas ini. Aku tidak sanggup untuk bertahan dalam kesendiran. Kesepian ini perlahan membunuh jiwaku bahkan mungkin semua kehidupanku.

Aku bahkan tidak sanggup memeluk tubuhku sendiri. Sebuah langkah yang berat ini terus menjadi tumpuan dalam hidupku. Bayangan kematian selalu saja menemani. Aku hanya ingin menjadi seseorang. Menjadi manusia yang seutuhnya. Namun rasa itu selalu menghempaskan aku ke dalam lubang hampa.

Kehangatan aku dapatkan dari sebuah cairan halusinasi. Aku melepaskan beban rindu ini bersamaan dengan asap rokok yang aku hembuskan. Tidak ada hal lain yang bisa aku lakukan. Coretan dalam kertas tidak akan mampu sampai di depan mata. Hanya sebuah kata tanpa pemilik. Seperti rindu ini, sang pemilik terlalu tinggi. "Hanya dengan tulisan ini aku mampu menjemputmu sayang."

Aku bebas melakukan apapun denganmu. Dengan ini, aku bisa memelukmu dengan leluasa tanpa ada yang mengganggu kita. Namun, rasa sakit ini masih terlalu dalam. Hal ini tidak dapat merubah semuanya. Semuanya tetap sama.

"Ya, halo ada apa?" sebuah panggilan dari seseorang membangunkan aku dari kehidupan semu. "Gila, hidup gua berwarna, Cuma ya gitu monokrom." Aku mulai berjalan meninggalkan kehidupan itu. "On the way." Jawabku mengakhiri percakapan kami.

Aku memetik bunga lagi, "Maaf untuk kesekian kali." Walaupun sakit dia tetap tersenyum untukku. Hidup apa seperti ini? Menjadi sakit untuk melihat yang lain tersenyum. Aku memandang langit yang sama dengannya. Merasakan hadirnya untuk kesekian kali dan merasakan sakit kembali. "Aku memang bukan siapa-siapa, tidak perlu orang lain peduli tentang hidupku." Sudah terlalu sering aku tidak dianggap oleh lingkungan.

OTOKRITIKWhere stories live. Discover now